Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Girl From the Past

"Hei gadis dari masa lalu, kamu melupakan walkman-mu."

Gavin mengembalikan alat pemutar musik berwarna hitam itu pada Aily sesaat setelah diskusi di ruang pertemuan berakhir.

Siang itu, Aily sedang buru-buru ke kelas karena jam pelajaran kedua akan dimulai. Dan tanpa sengaja walkman yang selalu dia bawa tertinggal di meja pertemuan.

"Thanks," ujarnya sambil mengambil walkman dari tangan Gavin. Pemuda itu tersenyum lalu mengatakan, "Jangan lupa, sore ini kita mulai shooting."

Aily hanya mengangguk karena jantungnya sudah melompat tak karuan. Fungsi otaknya sedang tidak bekerja dan sebentar lagi mungkin dia akan pingsan.

Apa Gavin tahu kalau senyumannya itu bisa mematikan spesies kaum hawa di muka bumi?

Selang beberapa detik kemudian, Aily baru sadar. Gavin telah jauh dari pandangan.

Aily sampai di kelas ketika Ken, teman sebangkunya membaca sebuah buku tentang teori relativitas waktu. Aily memperhatikan sampul buku tersebut. Alisnya mengerut. "Jangan terlalu banyak belajar," ujarnya pada Ken.

Pemuda itu meletakan buku di meja dan membalas,"Bagaimana perkembangan film-mu.?

"Lancar. Kami mulai shooting setelah pulang sekolah," jawab Aily sambil memasukan walkman ke dalam tas.

"Oh."

Ken lalu melanjutkan membaca buku. Aily yang melihatnya mendengkus. Dia tidak mengerti Ken. Terkadang pemuda itu bisa sangat peduli padanya lalu beberapa menit kemudian berubah menjadi sangat dingin.

Dan gara-gara Ken, dia harus mengikuti serangkaian proses produksi film pendek yang akan dibuat Gavin, kakak kelasnya.

Seminggu lalu, ketika Gavin dan dua rekannya mendatangi beberapa kelas termasuk kelas railete untuk menjelaskan tentang proyek film tersebut. Ken langsung menunjuk Aily sebagai perwakilan kelas mereka.

"Ya, Aily cocok untuk tema film pendek tahun ini. Dia gadis kuno, selalu mendengarkan musik dari walkman, membawa berpuluh-puluh kaset pita di dalam tas, merek sepatunya pun ATT."

Dasar, Aily membatin. Meski kesal tetapi Ken membuatnya semakin mengenal Gavin. Dia sudah menyukai kakak kelasnya itu sejak dua bulan lalu. Bisa terlibat di proyek film pendek ini seperti mimpi indah yang tak berkesudahan.

Semua tidak terlepas dari Festival Film Pendek Pelajar yang mengusung tema, walk through the past. Gavin sebagai ketua ekskul perfilman di SMA Cakrawangsa memberi judul film pendeknya, girl from the past.

Jadi, bisa ditebak siapa pemeran utamanya.

"Kamu pasti bisa berakting bagus."

Aily tidak memerdulikan ucapan Ken. Dia sibuk memilih lagu dari kaset pita yang dia bawa dari rumah. Sampai pilihannya jatuh pada lagu Just a girl—no doubt yang sempat populer di tahun 1995.

Keduanya tidak lagi bicara sampai bel pulang berbunyi.

"You ready," seru Gavin dari balik kamera DSLR milinya. Dua rekannya yang lain bersiap mengatur tata cahaya kamera.

Adegan sore ini akan diambil di tengah lapangan sekolah yang sudah sepi, dengan kamera fokus menyorot pundak Aily tanpa memperlihatkan wajah.

Aily mengangkat dua jempolnya. "Siap," ujarnya sambil menunggu aba-aba dari Gavin. Pemuda itu kemudian menghitung mundur.

"Three, two, one dan action!"

Aily berjalan di tengah lapangan. Menembus semburat senja. Ada perasaan kehilangan yang menyesakkan dada. Entah datang darimana.

Lalu, wajah teduh Gavin terbayang. Sorot mata yang menenangkan, juga senyumnya yang membuat rindu.

Ah, tidak, Aily buru-buru menepis bayangan pemuda itu sebelum proses pembuatan film ini menjadi kacau.

Perhatiannya kembali ke depan. Sambil melangkah pelan membiarkan kamera menangkap momen kepergiannya. Hingga tidak berapa lama didengarnya seseorang berteriak.

"CUT."

Gavin tersenyum puas di belakang kamera. "Good job," kata pemuda itu sambil menepuk pundak dua rekannya lalu menghampiri Aily.

"Kamu seperti Demi Moore tadi."

Aily tergelak. Hanya karena potongan rambutnya yang sama dengan bintang Hollywood itu di film ghost, bukan berarti mereka mirip. Lagi pula, Gavin tidak menyorot wajahnya di kamera.

"Well, tadi itu tidak sulit," kata Aily. Lebih sulit menghadapi Aca, si bendahara kelas yang selalu menagih uang kas, pikirnya.

Aily berkata lagi,"Semoga bisa masuk tingkat nasional." Dia tahu Gavin nyaris berhenti membuat film karena dua film pendek pemuda itu gagal masuk nominasi tahun lalu.

"I hope so. Terima kasih. Karena kamu film ini bisa terlaksana. And this is for you." Gavin memberi Aily sebuah kaset pita berisi lagu kompilasi band kesukaannya. Nirvana, Oasis dan Cranberries.

"Wow, tidak perlu. Aku senang membantu." Aily mengembalikan kaset tersebut pada Gavin.

"Terima saja. Aku susah sekali mendapatkannya. Tidak ada yang menjual kaset pita di tahun 2019. Apalagi lagu-lagu yang kamu dengar dari band jadul, 90an."

Aily menarik sudut bibirnya dan berkata,"Thanks."

"Kalau kamu ada waktu. Setelah ini kita bisa makan di kafe samping sekolah sambil menunggu proses editing."

Aily mengerjap. Sesaat dia mencerna perkataan Gavin. Barusan pemuda ini mengajaknya makan bersama?

"Tapi kalau kamu ingin pulang sekarang juga tidak ap—."

"Tidak. Aku ingin ke kafe," potong Aily. Hanya gadis tolol yang menolak ajakan kakak kelas tampan seperti Gavin.

"Okay. Tunggu aku di koridor depan. Ada yang ketinggalan di ruang pertemuan." Gavin lantas meninggalkan Aily di tengah lapangan. Pemuda itu berlari ke arah ruang pertemuaan.

Sementara Aily dengan gegas menuju koridor yang dimaksud Gavin. Dia menaruh kaset pemberian pemuda itu di dalam tas terlebih dulu kemudian dengan sumringah meninggalkan lapangan.

Namun, baru beberapa langkah menuju koridor seseorang menyapanya. "Rupanya, kamu masih di sini. Kapan kamu akan pulang?"

Raka, adiknya dengan seragam putih biru bertopang pada pilar di belakang.

"Kenapa? Aku masih akan sekolah di sini sampai tahun depan," balas Aily.

Raka terlihat tidak menyukai keputusan Aily lalu berkata, "Tapi Ibu bilang, kamu akan kembali tahun ini."

"Aku tidak bisa. Banyak tugas sekolah dan film pendekku belum rilis. Aku juga belum menemukan seseorang yang aku cint—"

"Kamu suka dengan kakak kelasmu, kan? Semakin dalam perasaanmu padanya, semakin sulit kamu meninggalkannya. Sebelum semuanya terlambat. Lebih baik pulang saja."

Sok tau.

Raka tidak mengerti apa-apa tentang perasaannya pada Gavin. Tingkah adiknya itu sudah seperti orang yang lebih tua saja menasehati.

Tetapi tidak dipungkiri Aily. Dia belum siap meninggalkan pemuda itu, juga meninggalkan teman-temannya di kelas railete.

"Bilang pada Ibu, aku masih ingin di sini."

"Tidak, kamu akan pulang bersamaku."

Aily menepis tangan Raka yang melingkar di pergelangan lengannya. "Raka, please, setahun lagi, aku pasti pulang."

Raka mendesah, lalu melepaskan genggamannya. "Ya sudah. kamu tidak harus berteriak seperti itu. Aku akan pulang sendiri."

Bagus!

"Pastikan kamu tidak menghancurkan apapun selama berada di sini. Dan jaga benda itu baik-baik." Raka menunjuk liontin berbentuk hati yang melingkar di leher Aily.

Ya ampun. Cerewet sekali, pikir Aily. Rasanya, dia ingin melempar wajah Raka dengan koleksi kaset pita miliknya.

Raka melangkah malas-malasan menuju gerbang sekolah. Sebelum benar-benar menghilang adiknya itu kembali berkata, "Kamu pergi dari rumah setahun lalu. Aku harap kamu bisa pulang secepatnya dan menemukan orang yang dimaksud."

"Jangan khawatir. Aku akan pulang setelah menemukan suamiku di sini."

Raka terkekeh.

"Oh, memangnya sekarang tahun berapa di sana?" tanya Aily.

Raka menjawab, "1996." Kemudian sosok adiknya itu lenyap ditelan lubang tak kasat mata.

Aily yang menyaksikan kepergiaan Raka langsung membeku begitu mendapati Ken sudah berdiri di belakangnya.

Pemuda itu tanpa bicara menyentuh puncak kepala Aily lalu meninggalkannya di koridor depan.  

******

Written by Aayuu98

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro