Berlari Tanpa Kaki (01)
Ku saranin putar musik yang ada di atas ya, kalau mau dari Spotify cari lagu "Berlari Tanpa Kaki".
❈Happy reading❈
Setelah begitu lama ....
Sebuah ruangan kamar berwarna merah cerah jika dilihat saat pagi maupun sore hari terlihat begitu gelap, ruangan tersebut hanya disinari cahaya bulan meski terlihat temaram. Lampu yang ada di sana dibiarkan dalam posisi mati, membuat ruangan tersebut tampak gelap nan mencekam. Samar-samar terdapat sesosok laki-laki duduk di atas tempat tidurnya, memeluk kedua lutut sembari melihat sesuatu di luar.
Tersisa air mata ....
Sosok itu bila dilihat dari dekat, sedang meneteskan air mata, membiarkan liquid bening meleleh dan mengalir begitu indah di wajahnya, membentuk sebuah aliran anak sungai. Ia menangis dalam diam, menangisi sesuatu yang begitu ia rindukan.
Manik crimson miliknya masih setia menatap cahaya rembulan meskipun penglihatannya memburam akibat liquid bening tersebut, sesekali ia menggerakkan bibir mungilnya, mengucapkan sesuatu tanpa bersuara.
Banyaknya kenangan yang tak akan terlupakan ....
Memorinya mulai berputar bagaikan kaset film, memutarkan setiap adegan maupun kenangan masa lalunya. Masa-masa sewaktu masih kecil, bersama keluarga kecilnya dengan kehangatan terselubung di dalamnya.
Masa-masa yang indah ....
Masa-masa kita bersama ....
Yah ... kenangan yang terputar merupakan kenangan terindah miliknya, masa-masa dengan berbagai warna di dalam kehidupannya. Kenangan akan kebersamaannya bersama keluarga, terutama bersama kembarannya.
"Tenn, Riku, ayo kemari!"
"Aku duluan!"
"Jangan lari-lari, Riku!"
Dua orang dengan wajah mirip namun berbeda sifat saling berlarian mendatangi seorang ibu yang telah memanggil mereka, hanya saja salah seorang dari mereka, anak laki-laki bersurai baby pink terus memperingati anak laki-laki yang mirip dengannya.
"Riku, sudah kubilang jangan lari-lari! Nanti asmamu-"
Peringatannya terhenti akibat melihat kembarannya mulai merasakan sesak di dadanya, dengan sigap ia mempercepat langkahnya lalu merogoh sesuatu yang berada di dalam kantong celananya.
"Riku, pakai inhaler-mu!"
Nanase Riku, anak bersurai crimson menuruti perintah kakak sekaligus kembarannya. Ia memakai inhaler untuk memudahkan sirkulasi pernapasannya kembali.
"Bagaimana? Sudah merasa lebih baik?"
Riku mengangguk pelan, tangannya mulai menyingkirkan inhaler dari sekitar wajahnya. "Um, a-aku sudah merasa lebih baik." Ia terdiam sejenak, kepala ditundukkan setelah melihat wajah kakaknya dipenuhi beragam emosi. "Gomen, Tenn-nii," lanjutnya meminta maaf.
Nanase Tenn, nama anak bersurai baby pink menatap adiknya dengan perasaan kesal dan cemas bercampur menjadi satu, tetapi rasa cemasnya lah yang memegang kendali saat ini.
"Sudah kubilang berapa kali, Riku? Jangan berlarian seperti ini terlebih lagi baru tiga hari yang lalu kau keluar dari rumah sakit, apa kau mau kaa-san dan tou-san merasa cemas lagi?"
Terkekeh pelan kala mengingatnya, sosok itu tersenyum kecil dengan air mata masih mengalir.
Perasaan mendalam yang takkan pernah reda ....
Ia, Nanase Riku merasakan sebuah rahsa di dalam lubuk hatinya. rahsa senang dikala menikmati momen bersama dengan keluarganya, momen yang tak akan tergantikan.
Maafkan aku tak pernah mendengar ....
Maafkan aku tak pernah melihatmu ....
Pergi ....
Memori menyesakkan mulai berputar, menampilkan rentetan adegan sedih begitu cepat.
"Kaa-san, di mana Tenn-nii?"
Riku kecil menanyakan keberadaan kakaknya, menoleh ke kanan dan ke kiri demi mendapati sosok yang dicarinya.
"Tenn ... dia pergi," lirih sang ibu menjawab pertanyaannya. Riku memiringkan kepala, tidak begitu mengerti akan jawabannya. "Maksud, Kaa-san? Tenn-nii pergi kemana? Apa dia pergi bersama tou-san?" tanya Riku bertubi-tubi.
Manik crimson menatap ibunya yang sedang menahan sesuatu, sesuatu yang begitu menyesakkan. "Tenn ... di-dia ... pergi meninggalkan kita, Riku ...."
"Kemana? Kaa-san baik-baik saja?" tanya Riku begitu cemas, dirinya secara tiba-tiba merasakan sesuatu yang tidak mengenakkan, lubuk hatinya berdoa ini hanyalah sebuah perasaan ilusi.
Ibunya terdiam, napasnya terlihat begitu tidak beraturan, tubuhnya bergetar menahan sebuah rahsa menyesakkan. "Di-dia ... pergi meninggalkan kita ... mengikuti seorang pria ... hiks ...," isaknya.
Riku kecil terdiam sejenak, mencerna setiap perkataan ibunya. Tak lama ia membulatkan matanya tidak percaya, segera berlari untuk mengejar dan menghentikan kakaknya. Tetapi lariannya terhenti karena ibunya memeluk tubuh kecilnya sembari menangis, Riku berontak, berteriak memohon untuk melepaskan dan membiarkan dirinya mengejar Tenn. Ibunya menggeleng cepat, tangisannya semakin pecah tatkala melihat anaknya bereaksi seperti ini. Riku masih berontak, berteriak sembari menangis kencang.
Laki-laki berusia 18 tahun tersebut kembali menangis, mengingat memori begitu menyesakkan berputar di dalam bayangannya. Saat itu, ia berpikir bahwa kepergian sang kakak dikarenakan dirinya sendiri, karena lelah menjaganya, adik kecilnya yang memiliki asma.
Ku ingin kau di sini ....
Ya ... dia menginginkan kakaknya, Tenn kembali ke rumah, tetap berada di sisinya tanpa adanya untuk pergi lagi. Menjalani kehidupan seperti sediakala, menikmati setiap kehangatan di tempat mereka bernaung.
Tegar, ku kan coba melewatinya ....
Tetapi ... dirinya yakin, ini sudah berlalu dan pasti keinginannya belum bisa terwujud. Sekarang Riku akan mencoba untuk bersikap tegar dan melewati setiap rintangan yang ada, tentu bersama teman-temannya yang baru.
Lepas, lepaskan semua yang sudah berlalu ....
Riku berusaha untuk melepaskan semuanya, semua memori kelam nan menyedihkan di masa lampau. Tetapi bagaimana caranya? Apakah ia harus berdamai? Berdamai akan masa lalunya agar bisa lepas darinya?
Tapi tanpa dirimu tak mungkin, ku terus berlari tanpa kaki ....
Tetapi entah kenapa rasanya tidak mungkin, tidak mungkin ia akan bersikap tegar dan kuat untuk melewati semua rintangan tanpa kakaknya. Meskipun saat ini sudah memiliki teman satu grup, tetap saja rasanya tidak mungkin.
Riku menundukkan kepalanya, pelukan akan kedua lututnya terus erat, air matanya membasahi celana yang ia kenakan tetapi Riku mengabaikannya. "Tenn-nii ... kapan kembali ke rumah? Aku, kaa-san dan tou-san merindukanmu, terlebih diriku sangat merindukanmu, Tenn-nii ...."
Riku menarik napas sebentar, rasanya begitu sesak sekali tetapi ia harus menahan rasa sesak itu. "Tenn-nii tahu? Meskipun aku sudah memiliki teman di sini dan telah bertemu denganmu beberapa kali ... tetap saja aku merasa kurang. Aku masih menginginkan kau berada di sampingku, mendampingiku kemana aku pergi, begitupun sebaliknya. Tetapi ... rasanya tidak mungkin ya?" lirihnya diiringi kekehan kecil tetapi sendu. "Aku merasa ... saat ini sedang berlari tanpa kaki ... berlari, menjalani kehidupan ini tanpa adanya dorongan darimu, semangat darimu. Aku ... begitu merindukan omelan darimu, merindukan semua tentangmu, Tenn-nii ...."
Riku mendongak, matanya menutup sebentar lalu membukanya, menampilkan manik crimson berkilau akibat menangis. Dirinya mengulas senyum tipis di wajah sendunya, senyuman sendu.
"Aku merindukanmu, Tenn-nii ...."
End
Pagii!! Bagaimana kabarnya?
Ceritanya sudah terasa angst kah?
Maafkan kalau belum bisa membuat kalian menangis, sekurang-kurangnya merasa nyesak lah.
Aku akan belajar lagi cara membuat cerita tampak feel, terlebih di angst nya.
Jika ada kritik dan saran, bolehlah di share ke sini. Aku menerima kritikan kalian dengan satu hal kritikannya sopan.
Semoga menghibur ya~!
Salam dingin
Natha
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro