Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

4📌Binar Kerinduan

سْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>•••••<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<

"Merindukanmu adalah perkara tersulit bagiku. Namun jika semesta menghendaki, aku ingin segera menembus sekat hingga merindukanmu tak lagi menjadi hal yang berat."

_Abrizam Khalif Akbar_

~Rahasia Semesta~

Seorang pria berperawakan tinggi dengan bahu lebar berdiri memunggungi jendela. Tangannya tenggelam dalam saku celana. Matanya yang tajam menatap ke depan sambil merenung. Kebiasaan yang selalu dia lakukan tiap resah, gundah, dan ... rindu.

Dua tahun dia telah mengarungi semesta dan melintasi samudera bersama garuda besi kebanggaannya. Dua tahun pula dia harus menunggu penuh rindu. Entah kali keberapa dia terus menyendu atas rindu yang tak kunjung menemui temu. Ingin mengadu, tetapi dia terlalu takut jika Allah cemburu. Lantas, membiarkannya luruh mungkin adalah pilihan terbaik.

Drrtt, drrttt

Gawai di dalam kamar yang bergetar mengusik waktu tenangnya. Segera dia tersadar lalu mengangkat lengan mengecek jam tangan.

16.00 . Sebentar lagi ...

Rizam segera melangkah meninggalkan balkon dan menghampiri gawainya di atas nakas.

Arga?

"Halo, Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam. Bagaimana kabar ente, Bro?"

"Alhamdulillah ane baik, ente gimana? Penerbangan aman, kan?" Rizam terduduk di pinggir ranjang.

"Alhamdulillah, ane juga baik. Iya, penerbangan aman dan tenteram. Eh, gimana tuh dengan acara ... apaan lagi itu namanya?"

"Hmm, sejauh ini belum ada pergerakan. Tetapi insyaa Allah, sebentar ane mau nuntasin rindu." Rizam berucap sambil menerawang.

"Wahh, cie ciee ... Pak Kapten sudah tancap gas aja nih." Terdengar celetukan suara dari seberang. Sejenak terdengar rusuh, tetapi Arga segera menjauh dan menghindar dari khalayak lalu melanjutkan obrolannya.

"Sorry ya, Bro. Tadi anak-anak pada ngerusuh, kepo sama urusan orang lain."

"Haha, gak apa-apa, Ga. Eh, jangan rindu ya. Enam puluh hari lagi baru ane bisa nyamperin ente," ucap Rizam narsis.

"Jiaahhh, ane ogah ah rinduin ente. Mending juga rindu sama kitten ane yang lucu-lucu," seloroh Arga membuat Rizam terkekeh.

"Ya sudah, sudah dulu ya, Ga. Ane mau siap-siap pergi nih."

"Siap Kapten! Salam ya sama calon iparku," godanya.

"Dihh, ipar apaan? Ngawur aja ente. Oke ya, ane tutup, assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam."

Rizam segera mematikan sambungan telepon lalu mengambil kunci mobilnya. Hari ini dia pastikan menjadi hari yang bersejarah untuknya. Semoga semesta mendukung rindunya kali ini yang sudah melewati batas kewajaran. Mereka telah berada di langit yang sama dan memijak pijakan yang sama pula. Andai semesta masih ingin membercandainya, maka dia tidak tahu setelah ini akan melangkah ke mana.

Sembari mengemudikan mobil dengan santai, Rizam sesekali mengangkat lengan mengecek jam. Mulutnya sibuk bersenandung mengikuti alunan murottal surah Ar-Rahman yang keluar dari dashboard. Hari ini cukup spesial baginya. Orang yang selalu dia rindukan akan mengadakan talkshow pertamanya sebagai seorang penulis muda. Sebentar lagi, sosok yang hanya ada dalam angan bisa dia pandang. Menjadi salah satu pengagum rahasia dan diam-diam selalu memberi motivasi kecil melalui akun palsu membuatnya harus menutup identitas. Pun hari ini, dia akan hadir di acara tersebut tentu dengan sembunyi-sembunyi. Dia tak mungkin menyia-nyiakan kesempatan ini. Kesempatan pertama untuk melihat wajah sang perempuan yang namanya selalu muncul ditiap bait doa-doanya.

Setelah menempuh perjalanan kurang lebih sepuluh menit, Rizam sampai ditempat tujuan. Dia memarkirkan mobil lalu bergegas masuk. Suasana gedung berlantai satu itu cukup ramai dan didominasi oleh kaum hawa, membuat Rizam risi sendiri ketika menghadirkan diri di sana. Tapi tak apa, ini semua demi hati dan rindu yang selalu menuntut temu. Tidak mengapa jika dia harus bersembunyi di balik tembok, berpura-pura sebagai orang sibuk padahal telinganya sedang menegak dan matanya terus melirik. Namun dia tak semisterius itu. Orang sepertinya juga butuh duduk untuk menikmati suguhan itu dengan baik.

“Mari kita dengarkan kisah inspirasi dan sebuah motivasi kecil yang akan dibawakan oleh Kakak kita yang cantik dengan karyanya yang sudah bestseller. Kepada Teh Ara kami persilahkan.”

Acara sudah berlangsung rupanya. Terlambat sedikit, maka kesempatan emas itu tak akan dimiliki Rizam.

Suara MC bergema di seluruh ruangan bersamaan dengan riuh tepuk tangan penonton. Mempersilahkan sang pemateri untuk menyampaikan sepatah kata kepada para pengagum serta pembaca setianya. Total pembicara hari itu berjumlah tiga orang, masing-masing telah menerbitkan karya-karya terbaiknya. Karya yang banyak menginspirasi banyak orang.

“Asslamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh.”

“Wa’alaikumussalam wa rahmatullahi wa barakatuh,” lirih seorang lelaki yang menempati posisi paling belakang, jauh dari jangkauan mata itu. Merasa bersyukur karena melihat beberapa lelaki juga hadir di sana. Setidaknya dia tidak merasa terlalu asing jika harus duduk sendirian di ruangan tersebut.

“Terima kasih kepada Teh Hana yang telah memberikan saya kesempatan hari ini untuk berbagi kisah dan pengalaman kepada saudara-saudari kita yang menyempatkan diri untuk hadir di tempat ini.”

Senyum perempuan itu terbit membuat dada Rizam berdesir hebat. Binar kerinduan tertuang jelas di kedua bola matanya. Rasa haru sekaligus bahagia meliputi perasaannya, bisa melihat kembali mata dan senyum itu setelah sekian lama dipisahkan oleh jarak membuatnya begitu bersyukur. Selepas dari acara ini, Rizam berjanji akan bersujud dan mengucap rasa syukur tak terhingga kepada Allah.

“Perkenalkan, saya Ara. Seperti yang akhi dan ukhti ketahui bahwa pengarang novel ‘Ketika Hati Harus Memilih’ itu adalah saya sendiri …” senyum itu masih setia terukir. Membuat Rizam harus menahan kuat-kuat gemuruh rasa itu agar tetap pada porsinya.

“Pertama-tama saya ingin mengucapkan kalimat syukur kepada Allah SWT. yang telah mengizinkan saya untuk berbagi sedikit ilmu dan rasa kepada pembaca dalam bentuk aksara. Ketika Hati Harus Memilih adalah novel pertama saya yang Alhamdulillah bisa jadi bestseller. Tentu semua pencapaian ini tak terlepas dari dukungan orangtua, sahabat, dan terkhusus pada pembaca setia saya di platform sebelum kemudian novel ini bisa terbit berbentuk buku hingga akhirnya sampai dipelukan teman-teman sekalian ….”

Ara kemudian melanjutkan ceritanya. Tentang bagaimana dia bangkit dari kekecewaan dan berusaha melawan diri sendiri yang kerap menyuruhnya untuk menyerah. Belum lagi rasa pesimis dan insecure memenuhi ruang hati dan kepala. Menuntutnya pada titik terendah dalam hidup. Namun ketika dia menemukan sebuah kalimat-kalimat kecil yang hadir bagai sihir untuknya, membuat semangatnya kembali pulih. Menjadi pemecut untuk kemudian menyelesaikan naskah itu hingga dia memberanikan diri untuk menyerahkan ke penerbit hanya dengan niat coba-coba. Jika diterima Alhamdulillah, jika ditolak itu artinya dia harus tetap semangat dan terus mengasah kemampuan diri. Namun, siapa yang menyangka jika naskah yang sebagian cerita diambil dari kisahnya sendiri itu berhasil dilamar oleh salah satu penerbit. Bahagia? Sudah pasti. Ara sangat bersyukur kala itu.

“Perkenalkan nama saya Alana. Saya ingin bertanya hal apa yang bagus untuk melatarbelakangi sebuah cerita sehingga bisa membuat pembaca terkesan seperti karya Teh Ara ini. Terima kasih.”

Tak terasa kegiatan sudah memasuki sesi tanya jawab. Seorang perempuan mengacungkan tangan dan mengemukakan pertanyaannya.

“Baik, saya akan langsung menjawab. Sejujurnya saya sendiri mengambil latar belakang dari kehidupan pribadi. Adapun hal lain seperti isu-isu sosial, cinta dan lain sebagainya sebenarnya semua bagus dijadikan latar belakang. Namun kembali lagi, tergantung dari cara si penulis dalam meramu ide dan cerita sehingga bisa menghasilkan karya yang luar biasa. Kehidupan yang riil juga bagus dijadikan latar belakang, selain karena erat dengan kehidupan sehari-hari juga memudahkan kita untuk menuangkan rasa sehingga bisa sampai ke hati pembaca dengan tepat. Saya kira demikian, mohon maaf apabila ada salah kata.”

“Baiklah. Apakah ada pertanyaan lagi?” tanya MC menyapukan pandangan kepada peserta talkshow. Seseorang kembali mengangkat tangan, kemudian Hana mempersilahkannya.

“Terima kasih atas kesempatannya, saya Maira. Saya tadi telah mendengar kisah Teteh yang maasyaa Allah luar biasa. Dalam membuat novel ini apakah ada tokoh dalam karya Teteh yang terinspirasi oleh seseorang dari dunia nyata? Pada tokoh Hisyam, misalnya.”

Senyum Ara terbit mendengar pertanyaan dari penggemarnya. Salah satu yang membuat karyanya menggaet banyak pembaca tidak terlepas dari sang tokoh utama yang dia sendiri pun dibuat jatuh cinta dengan karakter ciptaannya tersebut.

“Pertanyaan yang tepat sasaran, hehe …” dia tertawa renyah, membuat siapa pun akan meleleh karena tawanya. Tak terkecuali pria yang sedang duduk di kursi belakang. Ini adalah salah satu moment yang benar-benar langka dia temui. Buru-buru dia mengeluarkan ponsel lalu mengabadikan moment itu. Lagi-lagi dadanya bergetar menyaksikan keindahan senyum si wanita.

“Benar. Tokoh Hisyam sendiri terinspirasi dari seseorang yang saya kenal sebelumnya …” Gadis itu mencoba untuk bernostalgia. Menarik sedikit waktu ke beberapa tahun yang lalu. Waktu keindahan itu masih terasa bagai mimpi. Masa dimana hatinya dipenuhi bunga dan kupu-kupu yang beterbangan di sana. Sungguh bahagia kala itu.

“Dan dia memiliki peran penting sehingga tokoh Hisyam bisa tercipta dengan sempurna. Dia pula adalah alasan saya bisa berdiri di tempat ini. Dia adalah orang spesial dalam hidup saya.” Sungguh, Ara tak suka jika harus terang-terangan akan perasaannya, apalagi dia membeberkannya ditempat umum. Namun, entah mengapa hari ini dia begitu percaya bahwa orang itu akan mendengar ungkapannya. Semoga saja, batinnya.

“Cieee.” Kata sindiran menggoda dari peserta membuat perempuan itu tersenyum malu. Wajahnya yang menunduk telah merona. Jika orang yang dia maksud itu bisa melihatnya sekarang, pasti akan tersenyum pula hatinya.

Rizam bergegas mengundurkan diri sebelum acara itu bubar. Jantungnya hampir saja menggila saat melayangkan pandang pada sang pujaan. Senyumya, matanya, wajahnya yang merona, sukses membuat rindu lelaki itu semakin menggebu.

Astagfirullah ....

Rizam segera memohon ampun karena baru saja menikmati pemandangan yang belum halal untuknya. Setan telah berhasil mencampuri perasaannya, membuat ia terlena pada yang bukan mahram.

Segera lelaki itu beranjak. Sebelum acara berakhir dia akan menghilang dari sana. Sudah cukup kesempatan emas yang diberikan Allah untuknya. Hatinya sungguh lega luar biasa. Walaupun tanpa tegur sapa, setidaknya suara gadis itu berhasil menentramkan jiwanya.

Allahu Rabbi, jauhkanlah aku dari cinta dan rindu yang salah.

Dia menghampiri mobil sedan putih lalu mengendarainya dengan kecepatan sedang. Sepanjang perjalanan tak henti bibirnya melukis senyuman, menandakan bahwa dia sangat bahagia. Semoga rindu tak lagi menyiksanya.

Hari ini semesta sangat baik kepadanya. Sebagai balasan, Rama tidak akan menyia-nyiakan kesempatan yang telah diberikan. Dalam waktu dekat ini, dia akan secepatnya menyusun rencana. Mungkin berkenalan adalah langkah awal itikad baiknya terlaksana.

Ya Allah, tidak ada kemudahan kecuali yang Engkau buat mudah. Dan engkau menjadikan kesedihan (kesulitan), jika Engkau kehendaki pasti akan menjadi mudah.

🌷

To Be Continued ...

____________________________________________________________

Tetap utamakan salat dan Al-qur'an sebagai bacaan utama.

Ambil yang maslahat, buang yang mudarat.

Jangan lupa vote dan komentar untuk membantu author tetap semangat

____________________________________________________________

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro