Bab.9b
"Adit, pulang sekolah, lo mau ke rumah sakit lagi?" tanya Seno saat melihat Adit sibuk mengemas bukunya.
Jam pelajaran sudah usai, guru matematika yang merupakan pengajar terakhir hari ini baru saja melangkahkan kaki di pintu saat Adit terburu-buru berkemas. Serempak suara gurauan, desah kelegaan terdengar diseantero kelas.
"Gue mau latihan basket sebentar, mau ada pertandingan. Habis itu ke rumah sakit, ada apa tanya-tanya?" tanya Adit tanpa mengalihkan pandangannya dari buku-bukunya. Dia meraih handphonenya yang mati, memencet tombol untuk menghidupkan dan meletakkannya di dalam saku.
"Apa Hana belum membaik?"
"Dia sudah jauh lebih baik, mungkin lusa boleh pulang."
"Ooo, syukur deh."
"Ada apa lagi? kalau nggak ada hal lain, gue cabut dulu!" tanpa menunggu jawaban Seno, Adit berlari keluar kelas. Meninggalkan Seno yang menatapnya tertegun.
Sebenarnya gue mau bilang kalau Farhan kayaknya menyesal udah cuekin lo tapi lo terlalu sibuk. Batin Seno menelungkup di atas mejanya.
Adit berjalan cepat, menyeruak rombongan murid yang ingin pulang. Dia berharap bisa menemui Alex sebelum pulang . Banyak yang ingin dia katakan.
Langkahnya tertahan di tikungan saat beberapa murid cewek sengaja mencegatnya untuk mengajak bicara. Adit menanggapi seperlunya lalu melanjutkan langkahnya. Sayangnya, meski dia telah berusaha secepat mungkin, Alex sudah tidak ada di kelas. Teman satu kelas Alex menyarankan agar Adit mencarinya di perpustakaan. Dia mencoba mencari di sana namun sia-sia. Dengan lesu, Adit meninggalkan perpustakaan menuju tempat latihan basketnya.
***
Rinti dan Alex berdiri bersisihan di depan rumah Monica yang kosong. Terpampang tulisan dijual pada pada pagar besi bercat putih yang mulai mengelupas. Beberapa tanaman di teras nampak layu. Dengan tertarik tapi heran, Rianti memperhatikan bahwa bunga kaca piring di dalam pot masih segar seakan-akan ada yang merawat.
Meski tidak bisa melihat sosok Monica namun entah bagaimana Rianti bisa merasakan akhir-akhir ini Monica tidak pernah lagi datang ke sekolah. Untuk mempertegas kecurigaannya dia meminta bantuan Alex untuk melihat Monica dan dugaanya benar. Sosok Monica sudah tak terlihat semenjak peristiwa angin ribut di sekolah.
Semua membicarakan peristiwa itu, tentang angin ribut yang hanya menimpa sekolah mereka. Perihal Hana yang terluka dan banyak yang bersumpah melihat sosok putih berkelebat naik ke atap saat angin bertiup kencang. Untunglah tidak ada yang mendengar Adit meneriakkan nama Monica, jika tidak pasti akan banyak isu dan desas-desus tentang hantu Monica beredar kembali.
"Bagaimana cara memanggil dia keluar?" tanya Rianti pada Alex.
"Teriaklah, masa manggil orang pakai bisik-bisik," ucap Alex tanpa pikir panjang yang membuatnya menerima pukulan di punggung.
"Aduh, ini cewek mukul orang sakit banget. Makan lo apaan sih?" gerutu Alex sambil meraba punggungnya yang sakit.
"Makan orang!" sahut Rianti dengan judes, "mending lo buruan panggil dia sekarang kalau nggak gue makan lo, mau?" matanya melotot marah pada Alex.
"Iya-iya, gue tahu. Lagi usaha ini gue," gerutu Alex sambil menjijitkan kaki agar bisa mengintip dalam rumah Monica.
"Monica-Monica, ini gue Alex dan Rianti," Alex berguman. Lebih keras dari pada bisikan namun tidak sekeras teriakan.
Hening tidak ada reaksi, Alex mengulang panggilannya kembali hinggal panggilan ke empat gorden jendela terbuka lalu nampaknya Monica. Seketika Alex tersenyum puas.
"Itu, dia datang," tunjuk Alex pada Monica yang sekarang melayang keluar.
Rianti terlonjak girang, entah bagaimana dia percaya omongan Alex. Jika dipikir aneh dia merindukan sahabatnya yang sudah bukan manusia lagi.
"Tanya kabarnya, kenapa beberapa hari nggak ke sekolah. Trus tanya juga apa ada masalah? jangan lupa semua yang dia omongkan lo harus kasih tahu gue," cecar Rianti sambil meremas-remas lengan Alex dengan tidak sadar.
"Iya, bawel. Lagian dia udah dengar semua kata-kata lo!" jelas Alex sambil tersenyum ke arah Monica.
"Hai, kalian berdua datang barengan. Ada apa?" tanya Monica. Rasa heran terlihat jelas di wajahnya meski kini wajah itu pucatnya.
"Si bawel nih, kuatir sama lo. Apa bisa kita bicara ke tempat lain? semacam taman gitu?" kata Alex sambil celingak-celinguk, "agak aneh kalau kami berdiri kelamaan di depan pagar rumah lo. Ntar dikira mau maling,"
Monica mengangguk, dia melayang keluar pagar. Mereka berjalan bersisihan dalam diam. Siang hari yang terik, matahari membakar raga, tidak banyak orang yang keluar rumah. Monica membawa mereka ke sebuah taman terdekat yang dia tahu atau lebih tepatnya dia ingat karena akhir-akhir ini sering dilewatinya saat pulang sekolah bareng Adit.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro