Bab.8c
Adit menarik Hana untuk minggir karena mendadak segerombolan murid datang dari dalam sekolah melewati mereka. Beberapa cewek terlihat cekikikan melihat Adit dan Hana berdiri berdekatan di dekat pot bunga gantung. Adit memperhatikan Hana yang tertunduk, entah kenapa dia merasa akhir-akhir ini sangat jauh dari Hana. Bukan hanya jarak tapi juga hatinya.
"Menderita bagaimana?" tanya Adit serius.
"Well, mereka berdua mendatangi Mina dan memaksa Mina mengaku kalau mina tuh kesurupannya bohongan. Terang saja itu membuat Mina tertekan, jelas-jelas dia kesurupan," tutur Hana sambil mengibaskan rambut panjangnya ke belakang, kemudian melanjutkan bicara tanpa memerdulikan Adit yang mengerutkan keningnya karena bingung.
"Mereka juga mengancam kalau Monica akan gentayangan terus menerus jika Mina terus berbohong. Lagian mana ada orang kesurupan bohongan sih? aneh," pungkas Hana dengan wajah cemberut.
"Kalau memang benar dia kesurupan kenapa tertekan?" desak Adit.
Hana menghentakkan kakinya ke lantai dan berkata dengan suara lantang hingga menarik perhatian Brian dan Seno yang mengobrol agak jauh dari mereka.
"Gimana sih, Adit. Jelas-jelas kalau si tukang pukul itu teman dekatnya si hantu. Jelas saja dia nggak mau terima kalau teman dekatnya jadi setan yang gentayangan."
"Jangan bicara macam-macam, Hana!" bentak Adit.
"Koq lo jadi marah sama gue sih?"
"Gue nggak marah sama lo, Hana tapi Monica bukan orang keq gitu," terang Adit.
Hana melotot, sungguh tidak percaya jika Adit mementahkan argumennya. Sebagai pacar dia tidak terima kalau Adit tidak mempercayai kata-katanya.
"Lo kenapa bela, hantu itu?" desak Hana.
"Gue nggak bela, tapi memang masalah ini agak aneh dan lo juga harus berpikir rasional. Gini aja, Hana. Kita berdua tanya ke Rianti dan Alex biar lebih jelas, gimana?"
"Nggak mau!"
Suara Hana yang meninggi menarik perhatian murid yang lewat di depan mereka. Beberapa di antaranya bahkan berusaha mencuri dengar pembicaraan mereka. Dari sudut matanya Adit melihat Rianti datang bersama Monica yang melayang anggun di sampingnya. Terus terang sekarang bukan saat yang tepat untuk mempertemukan Hana yang sedang mengamuk dengan Rianti.
"Ya sudah kalau nggak mau, sana pulang. Nanti sampai rumah aku telepon," ucap Adit sambil mengelus lengan Hana untuk menenangkannya.
Hana menepis tangan Adit, matanya menyipit mengisaratkan sesuatu yang mencurigakan dia lihat dari dalam diri Adit.
"Gue tahu lo dekat sama si tukang pukul itu, makanya lo juga belain si hantu. Kenapa? karena lo naksir si hantu yang juga tetangga lo atau naksir tukang pukul itu?"
"Jangan ngaco, Hana!"
"Nah kan lo berkelit? gue tahu hantu itu tetangga lo tapi dia jahat Adit. Suka merasuki orang, harusnya hantu gentayangan kayak gitu disingkirkan."
Adit merasa datangnya bahaya saat melihat wajah Monica makin memucat. Tangan Monica terangkat sambil menunjuk Hana. Sementara Rianti hanya berdiri kebingungan saat melihat wajah panik Adit.
"Hana, plese. Stop ngomelnya, ayo kita pergi." Adit berusaha menarik tangan Hana agar menjahui Monica.
"Gue nggak ngomel, gue bilang yang sebenarnya kalau hantu itu harus dising—,"
Hana terpaku di tempat, mulutnya terbuka menyiratkan kekagetan. Dalam gerakan lambat Adit melihat Monica yang marah menggerakkan tangannya.
"Jangaaaan, stop! Monica!" teriak Adit di sela angin kencang yang mendadak datang menderu. Pot-pot yang bergantungan jatuh berkelontang. Suasana berubah panik. Terdengar jeritan di sana-sini. Semua berusaha mencari tempat yang aman dari serbuan angin yang kencang. Hana yang tidak cukup cepat menunduk, kepalanya terhantam pot bunga yang meliuk mengerikan.
Adit sendiri berusaha melindungi kepalanya dengan menunduk. Saat melihat Hana tergeletak di lantai berlumuran darah, Adit berteriak kencang mengatasi deru angin.
"MONICAAA!BERHENTIII!"
Seperti datangnya yang tiba-tiba, perginya angin pun secara cepat. Mendadak suasana menjadi sunyi mencekam. Lalu tergengar gumanan ketakutan, isakan lirih dari mereka yang menjadi korban.
Adit merasa napasnya sesak, dia melangkah menghampiri Hana yang tergeletak dan memegang kepalanya yang berdarah. Dia merasa sangat bersalah karena tidak bisa melindunginya. Kemudian terdengar langkah kaki mengerumuni mereka dan mendesah pelan.
"Hana luka."
"Hana pingsan."
Tidak lama datang mobil ambulan yang membawa Hana ke rumah sakit. Adit ikut di dalam mobil untuk mengantarkan Hana. Sebelum pintu ambulan tertutup dia bisa melihat Monica yang melayang tinggi sambil menatap hampa kerusakan yang ditimbulkannya. Pot-pot pecah berserakan, halaman dan koridor tidak hanya kotor namun banyak barang hancur karena terpaan angin. Ingin rasanya Adit memanggil Monica turun untuk menghiburnya namun saat ini Hana lebih penting. Saat pintu benar-benar tertutup, Adit berharap Monica tidak menghilang. Karena melihat ekpresi Monica yang datar, Adit takut Monica menyalahkan dirinya sendiri.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro