Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab.8b


"Hei, kamu menyanyi, Monica?" tanya Adit dengan keheranan.

Mereka tengah berada di dalam kamar Adit. Jika Adit sibuk mengerjakan PR makan Monica melayang ke sana-sini sambil bersenandung. Hatinya terasa ringan setelah gosip di sekolahan reda. Rasanya dia bisa melayang seharian sambil bernyanyi.

"Aku bahagia, Adit," ujarnya manis.

Adit terkekeh, "Karena gosip tentangmu berakhir?"

Monica mengangguk, "Kalau aku masih normal, maka hal yang pertama aku lakukan adalah membuat sop iga untukmu. Sebagai tanda terima kasih."

"Ah, jadi kamu naksir aku dulu ya? sering mengirim sop iga kemari." Kata-kata Adit membuat Monica bingung. Soal sop iga seperti begitu saja keluar dari mulutnya, dia sama sekali tidak menyangka jika dulu dia sering memasak sop iga untuk Adit.

"Benarkah? aku dulu sering memasak sop iga untukmu?" tanya Monica

Adit berputar di kursinya dan menghadap Monica yang berdiri di tengah kamarnya.

"Kamu tidak ingat soal itu?"

Monica menggeleng, "Banyak hal dari masa laluku yang tidak aku ingat. Semua hilang, entah kenapa yang aku ingat hanya kamu, sekolah, bunga kaca piring."

Adit terdiam, dia tidak paham harus bicara apa. Terus terang kemunculan Monica memang menimbulkan banyak tanda tanya. Tapi sejauh ini Adit hanya memastikan satu hal, semua yang terjadi karena kuasa Tuhan. Banyak rahasia tersembunyi di antara alam dan dia sebagai manusia hanya bisa memikirkan sebesar akalnya.

"Pelan-pelan, nanti kamu akan ingat semua. Mungkin setelah bertemu orang tuamu."

Monica melayang mendekati Adit, "Belum ada kabar soal orang tuaku?"

Adit menggeleng, "Belum, aku sedang berusaha melacak keberadaan mereka. Berdoa saja dalam waktu dekat kita akan tahu di mana mereka berada."

Monica mengangguk, membalikkan badan dan kembali melayang. Kali ini dia memilih duduk di atas lemari. Adit kembali melanjutkan tugasnya. Meski Adit tidak keberatan jika Monica menginap tapi dia selalu pulang bila Adit selesai dengan PR-nya. Meski dia bukan manusia namun ada perasaan tak enak jika terus-menerus mengganggu Adit. Bagaimanapun Adit sudah berbuat banyak untuknya. Monica selalu bersyukur mempunyai sahabat seperti Adit dan Rianti.

***

Sekolah heboh saat melihat Alex berakrab ria dengan Adit. Alex orang aneh bisa bersahabat dengan Adit. Semua beranggapan mereka berdua beda level namun merasa Alex beruntung bisa menjadi teman Adit.

Begitu juga dengan sahabat-sahabat Adit yang lain. Jika Brian terkesan cuek dengan keberadaan Alex, lain halnya dengan Seno. Terkadang keningnya mengeryit saat melihat Farhan justru semakin lama semakin jauh dari mereka sedangkan Alex bisa begitu mudah diterima oleh Adit.

Siang itu, Seno sengaja merangkul Adit ke sudut kelas untuk bicara dengannya. Awalnya Adit menolak karena merasa tidak ada masalah di antara mereka namun melihat kesungguhan Seno akhirnya dia menyerah.

"Ada apa antara lo sama Farhan?" tegur Seno dengan wajah serius.

Adit mengangkat bahunya, "Nggak ada apa-apa. Biasa aja."

"Kenapa dia keq sakit hati gitu ama lo?"

Adit tertawa dan menepuk pundak Seno, "Apa kita akan menggosipin Farhan kayak emak-emak? Udah gue bilang, nggak ada masalah."

Seno menggaruk tengkuknya, merasa sedikit frustasi. Sementara Adit duduk santai membaca majalah olah raga di tangannya. Suasana kelas sungguh hingar bingar karena tidak ada guru yang mengajar.

"Ini pasti ada hubunganya dengan Rianti, ya kan?" tebak Seno.

Adit kembali mengangkat bahunya. Dia tidak akan membahas apa pun itu soal perasaan Farhan ke Rianti ke pada siapa pun. Akan sangat nyinyir kayak emak-emak jika anak laki-laki menggosipkan temannya. Pantang bagi Adit melakukan itu. Jika Farhan ingin Rianti menjadi pacarnya dia harus berusaha sendiri.

Seno mendesis frustasi. Dirinya hanya ingin teman-temannya berbaikan harus menghadapi sikap keras kepala Farhan dan Adit. Mereka berdua bermusuhan dengan sebab yang misterius. Brian bahkan mengangkat tangan menyerah untuk mendamaikan Adit dan Farhan.

Dari ujung matanya Adit menangkap sosok Monica yang melayang pelan di samping Rianti. Seketika dia meletakkan majalahnya dan berlari ke arah pintu. Seno melihatnya dengan bingung.

"Rianti," teriak Adit di depan kelas.

Semua mata memandang Rianti sekarang melalui jendela yang terbuka. Sungguh aneh rasanya melihat Adit berlari dari bangku belakang hanya untuk memanggil Rianti. Karena selama ini justru kebanyakan cewek yang mencari Adit bukan sebaliknya.

Rianti berhenti di tengah koridor kelas. Memandang Adit sambil tersenyum.

"Ada apa, Adit?"

"Kalian dari mana tadi?" tanya Adit sambil memandang Rianti dan Monica bergantian.

Rianti mengangguk paham, bukan dirinya yang ingin diajak bicara oleh Adit tapi Monica.

"Apakah Monica dari tadi mengikutiku?" tanya Rianti pada Adit.

"Nggak dari tadi sih, baru saja. Karena aku dari pagi sibuk di perpustakaan," jawab Monica.

"Ngapain ke perpustakaan?" tanya Adit.

"Di sana sepi, tidak banyak orang bercakap. Membuatku tenang,"

Adit mengangguk lalu mengulang ucapan Monica pada Rianti. Mereka bertiga mengobrol di koridor kelas tanpa memedulikan tatapan ingin tahu dari teman sekelas Adit. Farhan menunduk di atas bukunya sementara Brian yang penasaran akhirnya berjalan keluar mendekati Adit.

"Kalian ngomongin apaa?" sela Brian sambil merangkul Adit.

Melihat sosok Brian muncul tiba-tiba di hadapan mereka membuat Rianti grogi. Dia menggigit bibir bawahnya dan menunduk. Monica yang melihat Rianti bersikap aneh, tertawa lirih.

"Ada apa? koq bengong?" ujar Brian.

"Nggak ada apa-apa cuma ngomongin masalah perpustakaan, kepo lo!" sergah Adit sambil menarik Brian kembali ke dalam kelas.

Rianti meneruskan jalannya sambil tetap menunduk dan memegang dadanya. Monica mengikutinya dengan menahan senyum. Sekarang ketahuan jika Rianti ternyata naksir Brian. Pantas saja dia selalu menunduk saat melewati kelas Adit, rupanya karena Brian. Aku akan mengatakan pada Adit soal ini, siapa tahu Adit bisa membantu Rianti. ungkap Monica dalam hatinya.

Bel tanda pelajaran berakhir berbunyi membuat seantero penghuni sekolah terjaga seketika. Terdengar ucapan salam perpisahan di sana-sini lalu tak lama kemudian para murid menghambur dari dalam kelas. Ada yang langsung menuju parkiran untuk mengambil kendaraannya dan pulang namun banyak juga yang sengaja tetap tinggal di kelas maupun pergi ke kantin.

Adit berjalan bersama Brian dan Seno. Mereka membahas tentang rencana bertanding persahabatan dengan klub SMA tetangga. Seno meski bukan anggota tim basket seperti hanya Brian dan adit namun dia senang mendengar percakapan sahabat-sahabatnya. Mereka berbicara cukup serius sampai tidak sadar ketika sebuah suara yang feminim memanggil-manggil Adit.

"Adit, lo nggak dengar gue panggil ya?" Hana datang menghampiri bersama dua temannya. Seno yang melihat teman-teman Hana yang cantik langsung berlagak sok akrab dengan mengajak mereka mengobrol. Begitu juga Brian, tertinggal Adit dan Hana mengobrol di belakang.

"Gue tadi ngomong masalah basket, serius jadi nggak dengar. Ada apa, Hana?"

Hana berkacak pinggang dan menatap Adit dengan galak, "Lo terlalu sibuk akhir-akhir ini, susah sekali ngajak lo bicara. Mana yang lo bilang mau ngajak gue nonton, bohong kan? cuma janji yang nggak bisa lo tepati."

Adit memukul keningnya, "Ah ya, gue lupa. Nanti malam minggu deh, oke?"

"Janji ya kali ini nggak meleset," tuntut Hana.

Adit mengangguk, "Gue usahakan. Lo mau kemana sekarang, pulang langsung?" tanya Adit.

Hana menggeleng, mereka berdua berjalan bersisihan di belakang Seno, Brian dan dua teman Hana.

"Gue mau jenguk Mina, kasihan dia," ucap Hana dengan nada sendu.

"Mina teman lo, kenapa dia?"

Hana mendesah, wajahnya muram. Dia memandangi sepatunya yang trendi dan langkahnya yang berirama dengan langkah kaki Adit.

"Dia ketakutan," guman Hana dengan suara pelan, "Dia kesurupan waktu itu dan bukannya membantu menyembuhkannya tapi si anak indigo dan si tukang pukul itu malah mendesaknya."

Adit menghentikan langkahnya, berkata pelan pada Hana. "Maksud lo Alex dan Rianti?"

Hana berhenti di depan Adit dan mengangguk, "Gue tahu mereka teman-teman lo bukan? karena gue juga dengan desas-desus kalau si indigo dan si tukang pukul itu nempel sama lo terus. Jangan-jangan si tukang pukul itu naksir lo."

"Jangan sembarangan!" bantah Adit, "Alex nggak aneh dan Rianti itu bukan tukang pukul tapi atlit judo."

Hana mengangkat bahunya, "Nggak ada bedanya buat gue tapi yang pasti mereka sudah bikin Mina memderita."

Adit menarik Hana untuk minggir karena mendadak segerombolan murid datang dari dalam sekolah melewati mereka. Beberapa cewek terlihat cekikikan melihat Adit dan Hana berdiri berdekatan di dekat pot bunga gantung. Adit memperhatikan Hana yang tertunduk, entah kenapa dia merasa akhir-akhir ini sangat jauh dari Hana. Bukan hanya jarak tapi juga hatinya.



Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro