Bab.6a
"Adit, rumah kamu sepi." Monica muncul dari balik jendela kamar Adit yang terbuka.
"Iya, lagi pada pergi ke rumah Tante. Ada pesta di sana," jawab Adit pelan. Dia menegakkan tubuh di atas kursi dan memandang Monica yang melayang pelan menyeberangi kamar lalu duduk di atas ranjangnya. Adit tersenyum simpul kembali menunduk di atas bukunya. PR-nya sungguh banyak dan harus selesai malam ini juga. Itulah sebabnya dia enggan diajak pergi ke rumah tante yang sedang mengadakan pesta.
Adit merasa heran dengan dirinya sendiri yang mendadak jadi semangat mengerjakan PR. Brian dan yang lain bahkan meledeknya habis-habisan soal ini. Mulai kapan Sang Casanova rajin belajar? itu ejekan mereka yang dia terima dengan senyum kecut.
Monica menelengkan kepala, memandang Adit yang sibuk dengan PR-nya. Tidak ingin menganggu dia merebahkan diri di atas ranjang sambil menatap langit-langit. Dia yang dulu tidak akan bisa melakukan ini. Jangan kata rebahan di atas ranjang Adit, untuk sekedar menyapa saja sudah malu setengah mati. Tapi sekarang, siapa yang peduli. Dirinya hanya hantu bukan manusia.
"Adit, kenapa orang tuaku tidak pernah kelihatan ya?" tanya Monica pelan.
Adit menoleh, memandang Monica yang berbaring di ranjang. Sosoknya bagaikan bayangan putih hanya saja lebih padat dari asap. Pakaian yang Monica kenakan semacam gaun putih namun tidak nampak seperti gaun-gaun yang dipakai setan-setan di film horror yang dilihat Adit. Monica lebih bersih, lebih cantik dari hantu yang sering mereka ceritakan. Adit mengutuk pikirannya.
"Setelah kamu pergi, mereka pindah rumah. Tapi entah kemana. Apa kamu kangen?" tanya Adit balik.
Monica memiringkan tubuhnya, "Iya, ingin tahu kabarnya. Aku baru sadar sekarang ternyata di rumah sendirian. Selama ini selalu berpikir mereka ke rumah saudara dan belum pulang."
"Besok aku akan cari tahu di mana mereka tinggal," sahut Adit pelan. Mengetuk-ngetuk ujung pulpen ke atas meja.
"Apa kamu tahu jika hari ini Rianti meneleponku?"
Mendengar perkataan Adit, Monica terburu-buru bangun dari ranjang dan melayang menghampiri Adit.
"Benarkah?"
Adit mengangguk, memandang Monica sambil tersenyum, "Dia bilang terima kasih banyak pada kami. Polisi akhirnya datang membantu mereka juga lembaga bantuan hukum."
Monica tersenyum berseri-seri, masalah Rianti sudah selesai berkat bantuan Adit dan kawan-kawan. Sepulang dari rumah Rianti waktu itu, Brian dan yang lain menginterograsi Adit . Mereka menuntut penjelasan bagaimana Adit tahu masalah Rianti dan mendadak ingin membantunya. Untunglah Adit bisa berkilah dan mengatakan hanya menyampaikan pesan. Meski tidak puas karena Adit tidak memberitahu secara jelas pesan dari siapa namun mereka mengalah dan berjanji akan menutup mulut.
"Kamu baik sekali Adit, kenapa ya kita berteman setelah aku gentayangan begini?" sesal Monica.
"Hush, jangan ngomong sembarangan!" sergah Adit. Dia meletakkan pulpennya. Mengambil botol air minum yang terletak di samping rak buku dan meneguk isinya, "dulu kita nggak akrab karena kamu terlalu pemalu."
"Sekarang?" tuntut Monica
"Sekarang kamu sudah banyak berubah." Adit menutup botol air minum dan meletakkan kembali ke tempatnya, "Kamu terbuka, berhati baik dan asyik diajak bicara."
Monica mengangguk, merasa tersanjung dengan perkataan Adit, "Kenapa ya, yang bisa lihat aku justru kamu?" ucapnya seolah-olah kebingungan.
"Itu teori yang mudah. Karena kamu mengorbankan dirimu untuk menolongku. Aku bukannya nggak lihat saat kamu mencoba menahan laju motorku. Dari situlah yang bikin aku bisa lihat kamu setelah bangun dari koma."
"Iya, mungkin kamu benar."
Adit memutar kursinya, duduk berhadapan dengan Monica yang berdiri di samping rak.
"Kamu rajin sekali belajar dan mengerjakan PR," ucap Monica. Matanya meneliti buku Adit yang terbuka di atas meja.
Adit tertawa lirih, membuat Monica heran, "Dulu aku tidak suka mengerjakan PR. Menulis membuat tanganku pegal," kata Adit sambil melemaskan lehernya yang pegal, "lalu aku punya solusi jitu."
"Apa?" desak Monica penasaran.
Adit kembali tertawa,mengingat hal yang sudah dia lakukan. "Setiap cewek yang dekat denganku, aku meminta mereka mengerjakan PR menulis. Dengan catatan aku biarkan mereka menganggapku pacar atau apa pun sebutannya, asal mereka membantuku."
"Jadi, selama ini kamu terkenal Playboy karena ini?"
Adit mengangguk, "Karena PR." Mereka berpandangan lalu tertawa bersama.
"Ada satu yang membuatku penasaran, Monica."
"Apa?"
"Kamu ingat sewaktu kita di rumah Rianti? Ayah tiri yag semulai berjalan tegal mendadak jatuh ke dalam got. Di saat bersamaan aku melihatmu menatapnya tajam sambil menggerakkan tangan. Apakah jatuhnya ada hubungannya denganmu?"
Monica termenung, dia mengingat apa yang terjadi di rumah Rianti dengan jelas. Sesuatu yang dia tidak sadari tiba-tiba terlintas di pikirannya, "Sepertinya gitu, Adit. Aku juga nggak tahu, aku hanya merasa sangat marah, sangat benci dan ingin ngasih dia pelajaran. Tanpa sadar, tanganku seperti mendorongnya jatuh."
Adit mengangguk, "Sudah kuduga."
"Ada kejadian satu lagi,"sambung Monica. Adit mendengarkannya dengan tertarik, "saat itu kamu lagi main basket dan jatuh karena pemain nomor sembilan, ingat?" Adit mengangguk
Monica melanjutkan bicaranya, "Karena marah aku seperti ingin dia celaka dan tanpa ada angin dan hujan dia jatuh. Apakah menurutmu aku berbahaya?" tanya Monica cemas.
Adit mengerutkan kening, "Sepertinya tidak berbahaya bagi orang-orang terdekat atau yang tidak jahat. Kamu hanya kesal pada mereka yang berlaku tidak adil."
Monica terdiam, merasa tidak puas dengan jawaban Adit namun dia tidak menyela. Adit yang melihat Monica murung, menjadi bingung. Dia sendiri terus terang tidak mengerti masalah ini.
"Coba kamu lihat terasku, ada sesuatu untukmu di sana?" ucap Adit dengan misterius.
Monica menaikkan sebelah alisnya, Adit merasa takjub jika hantu bisa melakukan itu.
"Apaan?"
"Sana lihat!" tangan Adit melambai untuk mengusirnya.
Monica yang penasaran berjalan menembus pintu kamar Adit yang tertutup. Adit berjengit di tempat duduknya, dia masih belum terbiasa melihat Monica berjalan menembus dinding atau pintu. Selang beberapa menit terdengar pekik gembira dari Monica. Wajahnya berseri-seri saat mendapati ada bunga kaca piring dalam pot besar di teras Adit.
Monicamerasa hatinya tersentuh bahagia. Adit tahu jika dia sangat menyukai bunga ini.Karena itu sengaja membeli untuknya. Monica menghidu aroma wangi dari kelopakbunga yang mekar
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro