Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab.12b


Hari libur yang biasanya diisi dengan melakukan kemalasan atau kegiatan remeh temeh seperti main game seharian, hari ini berbeda bagi Adit. Dia sudah berdandan rapi dari pagi, saat kakinya melangkah keluar pintu Sang Mama bertanya dia mau kemana? Adit hanya mengatakan ingin latihan. Dia tahu berbohong itu dosa apapalagi sama mamanya tapi sekali ini tidak apalah.

Adit menaiki motornya dengan Monica duduk manis di belakang. Sebelum jalan dia sempat berpesan pada Monica agar duduk berhati-hati karena tempat yang mereka tuju akan sangat jauh dan memakan waktu kurang lebih dua jam berkendara motor.

Angin bertiup agak kencang menampar wajah Adit, meski langit tertutup awan untunglah tidak hujan. Adit melaju dengan kecepatan sedang kadang berlomba dengan seorang pengendara motor yang menganggp diri mereka jagoan di jalanan. Motor berpacu dengan kendaraan roda empat yang mewah, bus besar hingga debu jalanan.

"Inikah rumahnya?" Monica bertanya was-was di depan sebuah rumah mungil bercat biru.

"Iya, benar ini," jawab Adit sambil merapikan rambutnya sebelum berjalan untuk mengetuk pintu.

Lokasi rumah terhitung jauh dari keramaian. Belum banyak penduduk di lingkungan sekitar. Di depan rumah ada tanaman rimbun yang menarik perhatian Monica. Bunga kaca piring ditanam di sebuah pot besar. Entah kenapa dia merasa tersentuh. Rumah di depannya tergolong sederhana di banding rumah mereka di Jakarta namun menunjukkan kesan asri dan nyaman untuk ditinggali.

Setelah mengetuk beberapa kali, terdengar sahutan dari dalam rumah. Seorang laki-laki paruh baya membuka pintu dan matanya melebar karena terkejut melihat kedatangan Adit.

"Assalamualaikum, Pak," sapa Adit ramah.

"Wallaikum Salam, Adit? koq bisa ada di sini?"

Dengan gembira orang tua di hadapannya menarik tangan Adit untuk masuk ke dalam rumah. Sementara Monica mengekor di belakangnya. Mereka duduk di ruang tamu kecil yang rapi. Tidak banyak perabot di sana, hanya ada satu set sofa kecil berwarna hitam, meja dan kemari kaca yang sepetinya digunakan sebagai pemisah ruang tamu dan ruang tengah.

Pak Ageng, dalam penglihatan Adit terlihat banyak berubah. Menjadi lebih tua dengan banyak rambut putih tumbuh di sela-sela pelipisnya. Kerutan di dahinya seperti menampakkan perjuangan hidup yang tidak mudah.

Berapa lama mereka tidak berjumpa? mungkin belum setahun. Kenapa penampilan Papa Monica telah berubah banyak, Adit merasa sedikit bingung.

"Ada apa, Adit. Tumben sekali kamu datang ke gubuk kami? sengaja datang atau mampir karena kebetulan main di sekitar sini?" tanya Pak Ageng dengan antusias.

"Sengaja datang, Pak. Ada yang hendak saya bicarakan."

Pak Ageng memandang Adit dengan heran tanpa menyadari di sampingnya, Monica duduk sambil memandangnya lekat-lekat. Jika Adit tidak salah menduga, Monica sedang merasakan kerinduan sekaligus perasaan senang karena bertemu papanya.

"Apa ada hal penting terjadi pada keluargamu?" tanya Pak Ageng cemas.

Adit menggeleng, "Tidak, mereka baik-baik saja."

Suara teriakan anak kecil memotong percakapan mereka. Dari dalam rumah, berlari kencang seorang anak laki-laki berumur lima tahunan dengan tangisan mewarnai ucapannya. Saat melihat papanya dia berlari menubruknya dan mengadu dengan suara yang terbata-bata.

"Papa, itu Mama nakal. Dede cuma mau jajan tapi Mama nggak mau ngasih?" Tangisannya yang membahana memenuhi ruangan kecil tempat mereka duduk.

Monica menatap tak berkedip pada papa dan adiknya. Terus terang dia merasa bingung, dia tahu jika di dalam keluarganya ada papa, mama dan adiknya namun entah kenapa melihat kemunculan terasa asing baginya. Perasaan yang berbeda justru dia rasanya saat bertemu papanya. Dia merasakan cengkeraman kuat rasa rindu dibalut perasaan sayang tetapi kenapa dengan adiknya justru dia merasa biasa saja.

Monica mengalihkan tatapan dari papanya yang sibuk menghibur sang adik. Merasakan Adit yang sedang memperhatikannya. Mereka bertukar senyum kaku ketika sosok seorang wanita muncul dai dalam rumah.

"Dede jadi nakal sekarang, Pa. Sebaiknya jangan terlalu dimanja. " Ucapan wanita itu membuat adiknya menangis makin keras. Suaranya yang kaku ditunjang dengan penampilannya yang masih cantik meski sudah berumur lebih dari empat puluh tahun. Wanita di depan Monica mengenakan daster rumah sederhana bercorak bunga dan memakai sandal rumah. Saat melihat Adit matanya melebar keheranan.

"Bukankah ini tetangga lama kita?" tanyanya heran bercampir kebingungan.

"Iya , Adit namanya. Sudah jangan menangis, De. Malu ada Kak Adit," bujuk papanya untuk meredakan tangisan Dede.

Percakapan basa basi yang berlangsung di depannya makin membuat Monica heran. Jadi wanita ini mamanya? kenapa dia tidak merasakan perasaan yang sama dengan yang dia rasakan pada papanya? kenapa justru dia merasa asing dan jika tidak salah tilik, ada rasa benci terselip di lubuk hatinya.

Setelah Dede pergi ke belakang, papa dan mamanya duduk tenang di atas sofa. Adit menghela napas panjang sebelum mulai membuka suara.

"Kedatangan saya kemari ada hubungannya dengan Monica,"

Kedua orang tuanya terlihat kaget saat mendengar Adit menyebut namanya. Adit sendiri terdiam.

"Maksudmu apa., Adit?" tanya Pak Ageng dengan suara sedikit tajam.

Monica berpindah tempat beridi di samping Adit. Tangannya mengelus pundak Adit untuk memberinya dukungan.

"Saya hanya ingin bertanya apakah sesuatu terjadi sebelum Monica mengalami peristiwaan naas yang membuatnya kehilangan nyawa?"

Pertanyaan Adit sungguh di luar perkiraan. Ke dua orang tua Monica terlihat kaget dan syok. Keduanya saling berpandangan dengan heran.

"Apa urusanmu bertanya soal Monica? bukankah itu sama saja seperti mengusik ketenangannya?" kata Pak Ageng dengan nada gusar, "sebaiknya pembicaraan kita hentikan di sini karena aku tidak mau bicara apa pun soal almarhum putriku."

Tangan Pak Ageng menunjukkan pintu keluar bagi Adit. Monica memandang Adit yang terlihat bingung sekarang. Adit sudah mengatakan pada Monica pada malam sebelum mereka kemari jika keluarganya tidak akan mudah menerimanya. Apalagi jika membicarakan hal yang membuat mereka bersedih dan nyatanya apa yang ditakutkan Adit menjadi kenyataan.

"Bisakah memberikan saya kesempatan bicara sebentar lagi, Pak?" Adit memohon dengan sungguh-sungguh, "Saya berjanji akan pergi setelah apa yang ingin saya sampaikan didengar oleh Bapak dan Ibu."

"Apa yang ingin kamu tahu?" Kali ini mama Monica yang bertanya, "Sebutkan juga alasan kenapa kami harus memberitahukanmu?"

Adit merasa tusukan rasa tidak disukai di suara mama Monica namun dia maklum karena mereka menganggapnya sebagai penganggu atau orang yang sok ikut campur urusan keluarga.

"Apa yang terjadi sebelum malam kecelakaan itu?" Adit mengulang kembali pertanyaannya, "Mohon kiranya Pak Ageng dan Bu Ageng menceritakan sedikit pada saya. Percayalah, semua yang saya lakukan demi Monica."

"KENAPA MEMBAWA-BAWA MONICA, DIA SUDAH TENANG DI SANA!" Pak Ageng menggebrak meja membuat Adit dan Monica terlonjak.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro