Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab.12a

Daun luruh dibasuh lusuh air tergenang

Pasir berterbangan terbawa arus angin yang merana

Mungkin saja udara membeku karena cinta

Atau memang awan tak berwarna membawa luka

Sejatinya kasih tidak akan melukai

****

Kabar putusnya hubungan Adit dengan Hana menyebar cepat bagai nyala api. Semua orang mendiskusikannya, di kelas saat jam istirahat, di kantin maupun di sela-sela pelajaran olah raga. Ada beberapa orang bersumpah bahwa mereka menjadi saksi atas putusnya hubungan Adit dan Hana, dengan mengatakan mereka ada di taman itu dan melihat Hana menangis. Satu orang yang secara tidak sengaja melewati taman saat melihat Adit memegang tangan Hana, mengatakan bahwa Hana yang memutuskan Adit dan Adit yang memohon agar Hana tetap tinggal. Semua desas-desus bertahan hingga satu minggu lamanya.

Adit tetap dengan kegiatannya yang biasa, ke sekolah, latihan basket tanpa peduli kasak-kusuk di belakangnya. Dia juga tidak tertarik untuk marah saat Seno mengadu padanya jika ada anak laki-laki dari kelas tiga mengejeknya banci karena meminta Hana untuk tidak memutuskan hubungan. Untuk Adit, tidak penting lagi hubungannya dengan Hana dibahas, sekarang yang terpenting menghadapi pertandingan antar sekolah dan menemukan orang tua Monica.

Kemarin malam dia mendapat kabar dari Pak RT setempat di mana orang tua Monica tinggal. Berdalih bahwa ada yang berniat membeli rumah Monica, Adit memberanikan diri meminta nomor kontak dan alamat baru orang tua Monica.

"Apa benar ada orang tua teman kamu yang tertarik membeli rumah Monica?" tanya Pak RT dengan sedikit curiga pada Adit.

Tentu saja dia curiga karena tidak biasanya anak SMA berbicara tentang menjual rumah.

"Iya, Pak. Makanya saya membutuhkan kontak mereka secepatnya. Mumpung ada yang mau, Bapak tahu sendirikan riwayat rumah itu bagaimana? kalau tidak laku kan kasihan," bujuk Adit dengan kesungguhan terdengar dari suaranya.

Akhirnya Pak RT bersedia membantu. Tadi malam dia datang menyerahkan data lengkap tentang orang tua Monica dan menyerahkannya langsung ke rumah Adit di hadapannya keluarnya.

Adit sempat kwalahan menghadapi serbuan pertanyaan dari keluargnya terutama papa dan mama menyangkut Monica. Untunglah Adit bisa menjawab tanpa meninggalkan kecurigaan sama sekali. Andra bahkan menggodanya habis-habisan bahwa Adit akan mendapat komisi besar jika rumah Monica terjual. Demi menjaga perasaan Monica yang saat itu ada di sampingnya, Adit membungkan mulut kakaknya dengan coklat dan menyuruhnya pergi.

Akhirnya diputuskan, Adit akan mendatangi keluarga Monica saat hari libur nanti karena ternyata jarak rumah mereka dari Jakarta lumayan jauh. Membutuhkan paling tidak, dua jam naik kereta api ke sana. Monica tidak bisa menyembunyikan kegembiraannya, dia melayang sambil menari dan bernyanyi di kamar Adit. Membuat si empunya kamar ikut tertawa bahagia.

"Adit, lo ada waktu? gue mau bicara?" Farhan yang sudah beberapa waktu mendiamkannya, mendadak hari ini mendatanginya di ruang ganti.

"Tentu, ada apa?" tanya Adit masih sibuk mengikat tali sepatunya.

Farhan terlihat salah tingkah memandang sekeliling ruang ganti yang ramai. Dia ingin berbicara namun perasaan enggan dan malu menghinggapinya. Adit yang sadar, Farhan sedang salah tingkah akhirnya mengajak keluar.

"Ada apa, Han? ada yang penting?"

Mereka duduk di kantin. Adit memesan es jeruk untuk menyegarkan tenggorokannya dan Farhan hanya meminum air putih.

"Pertama gue mau minta maaf," ucap Farhan pelan namun tegas. "gue dah salah nilai lo."

Adit mengangkat sebelah alisnya, "Soal Rianti kah?"

Farhan mengangguk, dia mengacak-acak belakang rambutnya dan terlihat malu, "Gue amati baik-baik lo emang nggak ada hubungan ama dia tapi gue aja yang emosi."

"Dari kemarin kemana aja lo, baru sadar," gerutu Adit.

Farhan meringis, tidak menyangka akan semudah ini Adit menerima permintaan maafnya.

"Satu yang lo harus tahu, Han. Bukan gue saingan lo buat dapetin Rianti tapi satu orang lain."

"Siapa?" tanya Farhan was-was.

"Alex, lo tahu kan mereka akhir-akhir ini sering barengan?" Farhan mengangguk mendengar penjelasan Adit.

"Gue saranin lo PDKT dengan benar, kalau nggak, Rianti bisa digaet orang."

Nasihat dari Adit benar-benar dijalankan oleh Farhan. Setelah siang itu hubungan mereka yang semula renggang menjadi akrab seperti sedia kala. Brian dan Seno bahkan menggoda Farhan habis-habisan sebagai cowok cemburuan. Namun Farhan tidak keberatan, justru menganggap mereka sedang memberinya motivasi untuk mendekati Rianti.

Setekah hari itu, di sekeliling Monica tidak hanya ada Adit, Alex dan Rianti. Sekarang ada penambahan Farhan yang menempel pada Rianti seperti lem tikus.

"Ini Sayang, gue bawain makanan enak buat lo," kata Farhan suatu pagi membawa sebungkus nasi uduk pakai jengkol dan memberikannya pada Rianti yang ternganga.

"Siapa bilang gue suka jengkol?" tanya Rianti geram.

Farhan terlihat gugup, memandang Adit yang menahan tawa. Sementara Monica yang melayang tak terlihat mereka asyik terkekeh. Melihat bagaimana gigihnya Farhan mendekati Rianti sungguh suatu hiburan tersendiri.

"Gue nggak tahu sih, lo suka jengkol apa nggak. Tapi mayoritas orang sini suka, gitu?" jawab Farhan dengan rona merah menjalari mukanya.

Rianti berjalan mendekatinya, Farhan makin gugup, tanpa sadar terdorong ke belakang.

"Gue bukan orang mayoritas dan gue tanya sekali lagi, apa sih maunya lo baik ama gue gini?" tanya Rianti dengan suara menggelegar.

Adit mencari bangku terdekat dan duduk untuk menonton perbincangan ke dua temannya. Monica yang melihat Adit duduk, memutuskan untuk duduk juga.

Farhan terlihat salah tingkah, dia menggaruk belakang telinganya dan memandang Rianti dengan malu-malu.

"Kalau gue bilang, lo janji nggak akan marah ya?" kata Farhan.

Rianti melotot namun mengangguk, "Oke, lo ngomong sekarang!"

Belum sempat Farhan menjawab, dari arah samping muncul sekelompok cewek sedang asyik tertawa. Saat mereka melihat Adit duduk sendiri, beberapa orang mendekat tanpa memedulikan Farhan dan Rianti yang terpaksa menepi ke pinggir tembok demi mereka.

"Hai, Adit. Sendirian? boleh kami temani?" kata salah seorang dari mereka dengan senyum genitnya.

Monica terkikik di samping Adit membuat Adit menoleh ke arahnya dan mendengkus.

"Bagaiman, Adit? boleh kami duduk di sini?" salah seorang dari mereka bergerak maju untuk duduk di samping Adit.

"TIDAK BOLEH!" Adit dan Rianti berteriak bersamaan.

Semua yang ada di situ terlonjak kaget. Mereka menatap Adit dan Rianti secara bergantian. Sementara Monica, masih senyum-senyum dengan raut wajah tak bersalah.

"Adit, kamu melukaia hati mereka dengan penolakanmu," bisik Monica pelan.

"Biar saja, " jawab Adit.

Mereka memandang Adit yang merentangkan tangan untuk melarang mereka duduk. Setelahnya mereka sadar bahwa Adit sedang tidak ingin diganggu sekarang. Tanpa memedulikan Rianti yang melotot, Farhan yang berdiri dengan bingung terhadap situasi yang tidak dimengertinya, salah seorang cewek kembali berbicara.

"Kami tahu, kamu sudah putus sama Hana. Kalau butuh teman bisa menelepon kami kapan saja dan kami akan mendengarkan curahan hati Adit."

"Oh, Adit putus dengan pacaranya. Pasti akan membutuhkan teman secepatnya," goda Monica.

"Itu tidak mungkin terjadi!" sangkal Adit dengan suara keras yang dimaksudkan untuk Monica namun berakibat fatal karena para cewek mengira Adit menolak mereka.

Akhirnya mereka pergi setelah sebelumnya menggerutu dan memaki Adit pelan. Rianti memandang kepergian mereka dengan tatapan jijik sementara Monica tertawa terpingkal-pingkal di sebelah Adit.

"Duuh, kasihan. Adit kena tolak, aww!"

"Hush, berisik nih. Nggak bisa diam ya ketawanya?"

Adit yang merasa gemas dengan tingkah Monica tidak menyadari Farhan yang melotot memandangnya.

"Itu, Adit ngomong sama siapa?" tanyanya heran pada Rianti.

Seperti sadar, Rianti menepuk punggung Farhan dan kembali bicara untuk mengalihkan perhatian Farhan.

"Lo belum jawab pertanyaan gue?"

Farhan mengalihkan pandangannya dari Adit yang nampak sedang berbicara sendiri dan kembali memandang Rianti yang terihat garang di depannya. Dia menarik napas panjang, sebisa mungkin mengumpulkan keberanian sebelum bicara.

"Gue naksir, lo dan mau lo jadi pacar gue," ucap Farhan pelan.

Rianti ternganga, Adit bertuka senyum dengan Monica. Wajah Farhan memerah seperti kepiting rebus. Monica melihat Rianti yang semula ternganga sekarang nampak malu-malu dengan wajah memerah. Dia menatap Farhan dengan ragu.

"Apa itu benar?" tanya Rianti.

Farhan mengangguk, "Gue nggak minta jawaban sekarang tapi kalau bisa tolong pikirkan ya?"

Tanpa banyak kata, Rianti melangkah pergi meninggalkan Farhan setelah menyambar bungkusan nasi uduk jengkol dari tangan Farhan.

Fahhan yang tidak mengerti dengan sikap Rianti, memandang Adit dengan wajah memelas. Adit bangkit dari duduknya dan menepuk pundak Farhan. Mulutnya menekuk sambil menahan senyum.

"Sabar Bro, dia pasti terima."

"Masa sih?" tanya Farhan tidak yakin.

"Gue yakin seratus persen," tegas Adit, "hanya butuh waktu buat dia mikir."

Siang itu Monica yang duduk di samping Rianti melihat sahabatnya melamun sepanjang hari. Terkadang wajahnya terlihat bersemu merah atau matanya nampak sayu karena memikirkan sesuatu. Monica menduga, sahabatnya sedang jatuh cinta, dia ikut senang karenanya. Dia berharap, Farhan bisa menjaga dan menjadi teman dekat bagi Rianti.

****

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro