Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab.11b


Adit berjalan lunglai menuju kelasnya, tangannya menyisir rambutnya yang basah dan langkah kakinya meninggalkan jejak basah pada lantai koridor. Di ujung koridor dia mendengar bisikan-bisikan di balik tembok. Penasaran Adit mencari datangnya suara.

Dia tertegun saat melihat pemandangan di depannya. Monica terkulai di tanah dengan Alex bertanya kuatir di sampingnya dan Rianti yang melihat dan terlihat bingung.

"Ada apa ini?"

Suara Adit membuat Rianti dan Alex terlonjak. Dia melangkah cepat, mendorong Rianti dan Alex ke pinggir lalu berjongkok di depan Monica.

"Monica, kamu kenapa? apa yang terjadi?" tidak ada jawaban dari Monica yang masih menelungkup di lantai. Tangan Adit ingin merengkuhnya namun tidak bisa.

"Apa yang terjadi sama dia? Rianti?" tanya Adit pada Rianti yang berdiri.

Rianti menggeleng, "Gue nggak tahu, Adit. Gue nggak bisa lihat dia kan?"

"Alex!" tegur Adit pelan.

"Jangan marah sama kami, Adit. Ini semua salah lo, saat tadi lihat lo lagi dikeroyok sama cewek-cewek itu, dia berinisiatif menolong. Menggerahkan seluruh tenaga dan bikin dia tepar keq sekarang. Ini salah lo, Adit!"

Adit mengernyit bingung, "Menolong gue bagaimana?"

"Hujan!" tukas Alex pelan.

Adit mendesah, matanya mengawasi Monica yang terkulai,"Sampai kapan dia akan begini, Alex?"

Alex menghela napas panjang, "Terlalu banyak kekuatan yang dia kerahkan. Kemungkinan butuh beberapa jam untuk pulih."

Penuturan Alex membuat Adit terdiam. Tusukan rasa kasihan terasa menghujam dadanya. Sekaligus rasa kesal karena tidak mampu menolong Monica yang tergeletak tak berdaya. Adit duduk di sebelahnya, mengabaikan seluruh tubuhnya yang basah.

"Kalian berdua kembali ke kelas. Pelajaran sudah di mulai!" perintah Adit.

"Nggak mau, gue mau di sini temani dia!" bantah Rianti.

Adit memandang Rianti dan berkata dengan dingin, "Lo nggak bisa lihat dia. Emang bisa tahu kalau dia sudah pulih?"

Suara bantahan Rianti tertelan kembali ke tenggorokan. Dia pasrah, paham jika apa yang dikatakan Adit benar adanya. Alex hanya mengangkat bahu. Sebentulnya dia ingin menemani Monica namun tidak enak hati dengan Adit.

"Selesai pelajaran kalian datang kemari lagi dan tolong bawakan tasku."

"Bagaiman sama lo? bolos kelas?" tanya Rianti.

Adit tersenyum kecil dan menyandarkan kepalanya ke dinding, "Gue murid kesayangan sekolah. Bolos sekali nggak akan bikin gue dihukum."

Alex dan Rianti berjalan beriringan meninggalkan Adit sendirian. Hujan sudah nyaris berhenti, tersisa hanya titik-titik kecil. Adit menoleh ke Monica yang tergolek tak berdaya. Rasa haru dan penyesalan sekaligus menggerogoti hatinya.

"Monica, terima kasih untuk hujan hari ini. Tidak hanya menyelamatkanku namun juga memberiku kesegaran. Apa kamu mendengarku?"

Tidak ada jawaban, posisi Monica masih sama seperti tadi.

"Selama beberapa hari ini aku merasa kesepian. Biasa ada kamu yang menemani hari-hariku, mengobrol dan melakukan hal berdua lalu sekarang berubah. Kamu menjauh. Aku tidak tahu apa yang terjadi di antara kita tapi kamu menjauh." Suara Adit terdengar makin lama makin lirih.

Adit duduk menyelonjorkan kakinya, memejamkan mata untuk menikmati matahari yang mulai muncul perlahan. Meski dia kuatir dengan Monica namun dalam hatinya terbersit harapan jika Monica akan kembali seperti semula. Mereka akan bersama lagi dan Adit tidak perlu berlari untuk mencari Monica.

Mungkin dia sudah duduk menunggu selama satu jam. Tidak ada tanda-tanda Monica terbangun. Saat membuka mata, Adit melihat pelangi samar menghiasi langit. Dia berdecak kagum, betapa hujan yang Monica bawa untuknya menyisakan keindahan tak terperi.

"Monica, ada pelangi. Kamu bangun dan lihat. Sungguh langka mendapati ada pelangi dan semua terjadi karena kamu, Monica."

Tak ada jawaban dari Monica. Adit mendesah pasrah, menikmati kehadiran pelangi yang makin lama makin memudar. Dia kembali memejamkan mata dan bertekad untuk tidur sejenak melepaskan lelah. Tubuhnya yang kebasahan membuatnya terserang kantuk yang hebat.

Dia terjatuh dalam mimpi yang berputar-putar di tidurnya. Tentang hujan, pelangi dan pertengkaran. Adit bermimpi dirinya berlari dan berlari jauh hingga tiba di ujung jurang. Dia berdiri di pinggir jurang dan nyaris terjatuh, mendadak dia mendapati dirinya terbangun.

Sepasang mata menatapnya penuh perhatian. Adit duduk tegak karena terkaget.

"Adit, kamu bangun?" Monica menyapa dengan suaranya yang lembut.

Senyum merekah di bibir Adit. Dia menatap Monica dan tanpa sadar mengulurkan tangan untuk menyentuh wajah Monica. Tangannya menembus wajah Monica, meraba ketiadaan di udara.

"Kamu baik-baik saja?" tanya Adit padanya.

Monica mengangguk, dia duduk bersimpuh di dekat Adit. Mereka berpandangan lalu bertukar senyum kegembiraan.

"Wellcome back, Monica. I Miss You."

Kata-kata Adit membuat Monica membeku di tempat dia duduk. Sama sekali tidak menyangka Adit akan mengatakan hal itu. Adit sendiri tampak salah tingkah, dia memandang Monica yang terdiam dengan senyum terkulum. Tangannya menggaruk belakang telinganya yang mendadak gatal. Suasana terasa canggung di antara mereka berdua.

"Adit, apa kamu nggak kedinginan?" Monica menunjuk baju Adit yang masih basah.

"Oh, tidak koq. Kan sudah mulai kering kena angin dan matahari."

Monica mengangguk. Dia mengubah posisi duduknya dan berjajar dengan Adit, memandang halaman yang penuh dengan tanaman perdu.

"Maaf ya, Adit," ucap Monica sendu.

Adit menoleh cepat, "Untuk apa meminta maaf?"

"Sudah membuat kamu susah. Sudah membuat keributan dan melukai Hana."

"Itu bukan sepenuhnya salahmu, kamu hanya tidak bisa mengendalikan emosi karena Hana menghinamu."

Monica menekuk kepalanya, rambut hitamnya bagai tirai yang menutupi mukanya. Rambut itu terlihat halus jika dipegang, sayangnya tidak ada seorang pun yang bisa memegangnya termasuk dirinya.

"Jangan terlalu bersedih Monica dan jangan menghindariku."

Monica menoleh, memandang Adit dengan kedua bola matanya yang besar. Mungkin mata itu terlihat kosong, tidak ada tanda kehidupan di sana tapi entah kenapa Adit bisa merasakan kehangatan sekaligus rasa was-was.

"Kamu tidak takut? jika suatu saat aku berubah jahat dan melukai banyak orang?"

Adit menggeleng,"Tidak. Karena Monica yang aku kenal tidak seperti itu."

Mereka bertukar senyum dan duduk berdampingan dalam diam. Di depan mereka banyak tumbuh tanaman perdu seperti mawar dan bunga lainnya yang ditanam di dalam pot. Ada juga beberapa yang menyembul dari dalam tanah.

"Kita berdua, hujan dan bunga kaca piring. Jadi teringat saat dulu, kamu menangis dan bersembunyi di balik bunga kaca piring. Hujan deras pula." Adit tertawa, mengenang masa lalu mereka.

"Benarkah, dulu ada kejadian seperti itu?" tanya Monica heran.

Adit mengangguk, "Kamu mungkin lupa tapi aku tidak. Itu adalah hari-hari pertama aku pindah ke sebelah rumahmu."

"Begitukah? sepertinya aku sedikit mengingatnya. Kadang-kadang jika memegang suatu benda maka kilasan ingatan akan datang dengan sendirinya."

Adit tertarik apa yang dikatakan Monica. Dia memandang Monica lama-lama sambil berpikir.

"Ada apakah dengan wajahku?" tanya Monica heran.

"Monica, apakah ada kilasa lain tentang masa lalumu? misalnya keluarga atau teman-teman yang lain selain di sekolah?"

Monica menggeleng, matanya seperti bergerak menerawang. Mungkin mencoba mengingat atau membayangkan masa lalu. Adit sendiri tidak yakin jika hantu bisa melakukan itu. Banyak pertanyaan dalam kepala Adit tentang keberadaan Monica di sisinya. Banyak hal yang menuntut jawaban dan Adit bertekad untuk mencari tahu. Demi dirinya, demi Monica.

"Hujan sudah berhenti, sebentar lagi Alex dan Rianti datang untuk membawakan tasku." Adit bangkit dari duduknya, mengibaskan celananya yang basah dan kotor.

"Kamu akan kena hukum, Adit," ucap Monica dengan tawa di selanya.

"Apa kamu menertawakanku?"

"Sepertinya mereka akan menghukummu dengan berlari."

"Itu lebih bagus malah, terserah mau lari berapa kali keliling lapangan. Aku pasrah."

Mereka bertuka tawa. Tanpa sadar Alex dan Riantimemandang Adit yang tertawa terbahak-badak. Bagi Alex, melihat Monica sebahagiasekarang adalah hal yang langka. Bagi Rianti, Adit tak ubahnya orang gila yangtertawa sendiri jika tidak ingat ada sahabatnya 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro