RAGU 4: Apakah aku merindukannya
Dengan raut wajah malas aku menatap pantulan bayangan ku di cermin meja rias. Aku memperhatikanya pakaian yang aku kenakan sekarang dan gaya rambutku yang membuat ku semakin terlihat seperti orang bodoh.
"Disgusting, shit!" maki ku.
Ingin sekali aku melakukan protes ke panitia PKKMB ( Pengenalan Lingkungan Kampus Mahasiswa Baru) untuk tema kostumnya yang kuno. Sejak dulu hingga sekarang tidak ada perubahan sama sekali dengan tradisi ini. Baju putih berkerak, rok hitam, bersepatu, papan nama dari karton, rambut di kepang dua dengan pita dari tali rafia. Dari jaman batu hingga sekarang, jenis orientasi siswa maupun mahasiswa sekalipun tidak mengalami perubahan. Apakah pemuda di negeri ini sudah kehilangan kreativitas mereka atau mereka terlalu menurut pada tetua yang selalu berpegang teguh pada hal kuno. Entalah?
"Udah, nak?" tanya mama yang baru saja masuk ke dalam kamar dan menatap ku penuh antusias. Matanya berbinar melihat ku yang tampak culun. Aku akui di saat seperti ini dia terlihat seperti seorang ibu yang baik tapi, bagi ku malah menjijikkan. "Lucu banget kamu nak. Imut" komentar mama melihat ku dari ujung kaki sampai ujung kepala.
Aku menatapnya risih. Inilah aku. Apa adanya. Tidak bisa menyembunyikan perasaan ku karena ekspresi ku akan langsung menjelaskan perasaan ku. "Imut?" tanyaku, "Kampungan, norak kek gini, mami bilang imut? Oh my ghost!"
"Ya ampun, anak papi cantik banget," komentar papi yang juga baru masuk ke kamar ku. Aku memutar bola mata ku malas mendengar komentar mereka yang tidak nyata sama sekali. Di tambah perilaku mereka di pagi ini membuat suasana hati ku yang sejak tadi sedang buruk malah semakin buruk. Aku merasa seperti telah kalah dari orang tuaku melihat mereka tersenyum begitu bahagia seolah-olah mentertawakan ku yang pada akhirnya menuruti kemauan mereka.
"Udah dek?" tanya ka David yang baru masuk ke kamar dengan berpakaian rapi siap untuk ke kampus. "Ya ampun dek, kamu im..."
"Aku ganti lagi nih!" kesal ku ketika otak ku berputar cepat menebak apa yang akan keluar dari mulut ka David.
"Immortal banget kamu, dek" lanjut ka David mengubah komentarnya yang malah semakin menyebalkan di telinga aku.
"Immortal? Apa hubungannya kak?" protes ku mengomentari ka David yang berusaha mengelak tapi malah menjadi aneh. Aku melirik mami dan papi yang sudah mati-matian menahan tawanya, sedangkan
Kak David hanya nyengir lalu merangkul ku. Aku menatap wajah mereka lekat, menelisik jika saja ada senyum yang tertahan atau tawa yang sebentar lagi meledak keluar ketika aku beranjak keluar dari kamar ku.
"Kenapa?" tanya kak David ketika mata ku beralih menatapnya. Aku memasang raut kesal namun kak David malah mengusap wajah ku dengan tangannya lalu mendorong ku keluar dari kamar diiringi dengan tawanya yang terdengar renyah. Samar aku mendengar suara tawa mami dan papi dari dalam kamar. Keduanya berhenti tertawa ketika keluar dari kamar dan mengikuti aku dan kak David dari belakang.
"Aku nggak mau kuliah," putusku setelah sampai di garasi mobil.
Aku tidak mau mempermalukan diri ku di kampus nanti dan di depan cowok brengsek itu. Melihat orang tuaku yang super menyebalkan ini mentertawakan ku saja membuat ku merasa seolah-olah tidak mempunyai harga diri, apa lagi nanti di depan cowok brengsek itu. Aku sama sekali tidak bisa membayangkannya.
Aku memperhatikan semua orang di depanku yang tadinya tersenyum ria, sekarang terdiam termasuk kak David. Aku melihat raut penyesalan dari kedua orang tua ku dan raut wajah ka David. Rasain, siapa suruh mentertawakan orang yang menjunjung tinggi harga diri seperti ku. Aku memangku tangan dan berdiri menatap mereka dengan raut marah yang sudah ku lebih-lebihkan.
"Ayo kak. Manja banget sih jadi Kaka" tarik seorang perempuan yang berpenampilan sama seperti ku. Sejak kapan perempuan itu muncul? Sejak kapan perempuan sok imut itu berada di sampingku?
"What! Kaka? Sejak kapan gue punya adik! Hah!" Bentak ku ketika cewek itu hendak mendorong ku masuk ke dalam mobil. "Anak siapa ini? Papa atau mami? Pelacur mana atau cowok goblok mana yang jadi pasangan kalian? Atau dia anak campuran. Papa atau mamanya nggak jelas ya?" tanya ku sarkas.
"Neona!" bentak papi dan mami secara bersamaan.
"Kompak banget kalian. Sayang nggak saling cinta," Komentar ku sarkas sekali lagi lalu masuk ke dalam mobil dan menutupnya kasar. Aku memandang lurus kedepan tidak ingin melihat orang tua ku yang sekarang menatap ku dengan tatapan tajam.
"Maafin Neona ya Pa, Ma."
Aku mendengar suara minta maaf kak David menggantikan aku. Aku menghembuskan nafas kasar. Sekali lagi kak David menggantikan aku atas semua sikap kasarku.
"Maaf ya kak Neona, aku bukan anak dari orang tua kak Neona. Rumah aku disitu" tunjuk cewek itu ke arah rumah serba pink yang berada tepat di depan rumah ku.
"Nggak nanya" jawab ku ketus. Aku sama sekali tidak peduli dengan gadis itu atau pun orang tua ku. Hari ini aku benar-benar kacau. Pikiran ku kacau sama seperti penampilan ku sekarang yang kacau. PKKMB sialan!
"Namanya Lola. Dia akan jadi teman baru kamu" ucap kak David setelah masuk ke dalam mobil dan duduk di samping supir.
"Aku nggak butuh teman" jawab ku ketus sambil menatap lurus kedepan. Setelah semua kejadian menyebalkan yang terjadi di masa lalu ku, aku sudah bertekad untuk tidak mempunyai ikatan dengan manusia mana pun. Pada dasarnya manusia tak lebih baik dari hewan di luar sana yang tak diberi akal oleh Tuhan. Percuma punya akal tapi tak pakai hati.
"Aku yang butuh teman, dan kak Neona adalah teman Aku" ucap perempuan itu yang ternyata bernama Lola dengan gaya imutnya.
"How cute, But I don't need friends!" Tekan ku masih tak mau menatap gadis dengan suara sok imut itu. Setinggi mungkin aku akan membangun tembok ikatan dengan orang luar, persetan dengan pernyataan yang mengatakan bersosialisasi itu penting. Lebih baik aku hidup sendiri atau berteman dengan sedikit orang daripada banyak orang namun penuh dengan kemunafikan.
"Kan Aku udah bilang, Aku yang butuh teman dan kak Neona adalah teman Aku sekarang" jawabanya dan langsung memeluk ku seperti orang yang sudah kenal bertahun-tahun.
"Ew. Get away from me!" Aku melepaskan tangan Lola yang merangkul ku dari belakang dengan kasar, aku pastikan gadis itu terpental dengan kasar terlihat dari keluhannya yang terdengar.
"Kamu tidak apa-apa, Dek?" tanya kak David. Pertanyaan kak David membuat ku semakin terasa panas. Aku menatap ka David dengan raut wajah kesal.
"Kamu? Dek?" tanya ku menatap ka David tajam. "You are mine, kak David! No Dek! No kamu! Ke orang lain!" Tekan ku di setiap kalimatnya. Aku tidak suka ka David memperlakukan seseorang sama seperti dia memperlakukan ku. He's mine.
"Posesif!" cibir Lola dengan fokus yang menatap jalanan di luar sana, kali ini suara cewek itu terdengar sedikit ketus.
"Shut up, Bitch!" bentak ku menatap tajam ke arah Lola yang tak acuh dengan sikap ku.
"Neona, Lola. Kalian baikan sekarang! nanti kedepannya kalian adalah teman" ucap ka David menatap kami berdua penuh harap di balik kaca spion.
"Okay, kak David" ucap Lola semangat dengan sikap imutnya.
Aku tidak suka dengan gadis ini. Dia terlihat berbahaya. Aku curiga dalam waktu dekat dia akan merebut ka David dari ku dan aku tidak akan membiarkannya.
"Ogah!" jawabku ketus.
Aku menatap ka David yang sedang memperhatikan ku di kaca spion dengan tajam. Aku ingin menegaskan sekali lagi kepadanya dia adalah Kaka ku dan akan jadi milikku. Dia satu-satunya yang aku punya sekarang dan aku tidak akan membiarkan cewek centil ini atau pun orang lain merebutnya dariku.
Setelah beberapa menit dalam keheningan kami pun akhirnya tiba di kampus. Aku menatap gedung bertingkat yang menjulang tinggi dengan gaya arsitekturnya yang modern. Ada banyak orang yang berpakaian sama seperti ku dan ada juga yang mengenakan jas almamater kampus ini sama seperti Ka David, menandakan bahwa mereka adalah panitia PKKMB.
Aku segera keluar dari mobil ketika mobil telah parkir pada tempatnya. Mataku masih memperhatikan gedung besar yang menjulang tinggi di depanku dengan gaya modern-klasik. Ada sebuah patung berbentuk neraca menjulang tinggi, menunjukkan bahwa akan selalu ada jiwa keadilan yang akan lahir dari mahasiswa yang mereka hasilkan.
"Ayo cepat masuk! Sebentar lagi mulai acaranya!"
Suara bariton yang terdengar khas, yang keluar dari Toa yang di pegang seseorang membuyarkanku dari fokus ku terhadap gedung megah di depanku.
Suara itu...Suara bariton yang terdengar berat namun nyaman di telinga. Setiap kata yang keluar mengalungkan nada yang membuat pendengarnya akan merasa terhipnotis karena nada itu terdengar menggertak namun sangat berwibawa.
Suara yang telah lama hilang.
Suara yang perlahan membangkitkan ingatanku di masa lalu. Tubuh ku rasanya seperti membeku mendengar suara yang telah lama hilang. Jantung ku berdegup kencang.
Apakah itu dia?
Apakah aku merindukannya?
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro