Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

RAGU 2: Aku terlalu tulus untuk percaya

Melihatnya meninggalkan ku tanpa penyesalan diwajahnya, muncul pertanyaan dalam hatiku. Apakah selama ini aku mencintai sendirian? Apakah aku menghabiskan waktu dengan seseorang yang tidak mencintai ku kembali?

Dada ku terasah peri membuat air mata terus mengalir membasahi pipi. Dia tidak pernah mencintaiku. Dia hanya membagi waktu bersama ku tanpa rasa cinta sedikit pun.

"Tidak. Tidak mungkin," aku beranjak dari posisiku, dengan sempoyongan dan air mata yang mulai mengering, aku melangkah keluar dari rumah mewah milik Raka. Tidak ada siapa-siapa di rumah ini karena Raka tinggal sendiri.

Rumahnya kosong. Tidak ada tanda-tanda keberadaan Raka. Sepertinya setelah kejadian tadi, Raka keluar dari rumahnya.
Aku melempar tas ku ke kursi belakang dan menyetir mobil milik ku keluar dari halaman rumah Raka.

Pikiran ku kacau. Raka telah berhasil mengacaukan duniaku. Aku menginjak gas semakin dalam membuat kecepatan mobil bertambah. Aku berharap aku bisa membuat kekacauan dengan menabrak mobil atau truk atau tidak trotoar. Untuk apa hidup jika tidak bersama Raka.

Dadah ku terasah sesak saat kenanangan indah antara diriku dengannya memutar dalam ingatan. Hati ku kacau. Aku tidak bisa membayangkan hari ku tanpa Raka. Setiap proses dari hidup ku, detik, menit, jam, hari, bulan, tahun, semuanya aku jalani bersama Raka. Dan sekarang dalam hitungan menit aku telah kehilangan dia. Benar-benar kehilangannya.

"Berhenti nangis perempuan sialan!" Aku berteriak keras di dalam mobil ketika air mata terus mengalir dan juga menggenang di pelupuk mata membuat pandangan ku menjadi buram. "Kamu berbuat salah ke Raka makanya dia meninggalkan mu. Sudah dapat yang benar-benar mencintai kamu, malah disia-siakan. Dasar perempuan tidak tahu diri!" Aku tahu, akulah penyebab Raka memutuskan hubungan kami. Pasti aku yang salah.

Aku terus berpikir keras, mencari kesalahan yang aku buat di antara kenangan kami. Tapi sialnya, aku tidak pernah melakukan kesalahan apa pun. Aku tidak bisa menemukan letak kesalahan ku di antara kenangan kami, karena aku selalu berusaha terlihat sempurna di depan Raka. "Sialan!" Aku memukul stir mobil keras dengan air mata yang terus mengalir.

Aku menaikkan kecepatan mobil ku, menerobos lampu merah, menyalip mobil lain dengan kecepatan tinggi. Aku berharap akan ada kecelakaan yang menimpah ku. Tapi, sialnya keinginan ku tidak tercapai. Aku selamat hingga sampai di rumah. Terdengar suara gaduh dari dalam rumah.

Kejadian sial apa lagi yang terjadi di dalam neraka yang aku tinggali ini?

Sial!

Aku membuka pintu utama. Suara gaduh itu semakin terdengar jelas.

"Beraninya kamu membawah pelacur ini kesini, Mas!" Suara mama terdengar membentak.

"Kenapa! Kamu tidak suka? Atau kamu tidak puas aku membawah perempuan lain ke rumah?" Bentak papa tak mau kalah dari mama.

"Mas!" Suara mama meninggi bersamaan dengan bunyi pecahan entah itu apa aku tidak tahu dan tidak mau tahu.

Aku memperhatikan Papa dan Mama yang terlihat aduh mulut di meja makan dengan sesorang perempuan yang berpakian seksi. Aku tahu itu pasti peremempuan mainan papa yang membuat mama marah besar seperti ini.

"Kalau kamu ingin bermain dengan perempuan, setidaknya jangan disini. Ada anak-anak kita disini."

"Chi!" Aku berdecih mendengar penuturan Mama. Munafik.

"Kenapa? Nggak puas? Kalau nggak puas, silakan bawah pria mainan kamu kesini. Nggak ada yang akan larang kamu." Papa semakin tidak mau kalah dari mama.

"Aku bukan kamu, Mas. Aku masih menghargai keberadaan anak-anak kita." Mama terlihat menunjuk-nunjuk papa.

Aku memandang dua orang menyebalkan yang sialnya menjadi orang tua ku itu. Jijik. Aku yakin di kehidupanku sebelumnya, aku pasti telah membuat dosa besar sehingga di kehidupan yang sekarang aku mendapat balasan dengan mendapatkan orang tua seperti mereka. Aku pasti telah membunuh orang di kehidupan sebelumnya.

Aku menyesal memilih ke rumah untuk menenangkan diri. Seharusnya aku ke rumah Christine atau ke rumah Tya. Aku telah membuat keputusan bodoh dengan pulang ke rumah.

Dua orang menyebalkan yang menjadi orang tua ku itu setiap hari terus bertengkar tentang hal yang sama. Mereka terus bertengkar mempermasalahkan perempuan atau lelaki simpanan mereka. Dan sialnya aku dan kakaku harus menjadi saksi akan hal itu.
Ingin rasanya sekali-sekali aku meneriaki mereka.

"Kalian sama-sama melakukan kesalahan kenapa tidak akur saja dan melakukan dobel-date." Ingin sekali aku menyarankan hal itu tapi aku hanyalah anak kecil yang baru tamat SMA. Aku tidak punya kuasa.

"Kok kamu basah kuyub gini, Dek?" Tanya Kak David yang baru saja turun dari lantai dua.

Aku berlari memeluk kak David erat. Tangis dan rasah sakit yang sedari tadi terhalikan oleh pertengkaran orang tua ku kembali melandah perasaan ku. Tangis ku pecah di pelukan kak David.

"Ngapain kamu nangisi hal memalukan itu?" Kak David menarik tubuhku menatap mata ku yang sembab. "Kamu nangis karena pertengkaran mama dan papa? Yang benar aja, Dek?" Tanya kak David dengan raut bingung.

Aku dan kak David sudah terbiasa dengan hal yang baru saja terjadi. Pertengkaran itu telah di mulai dari aku SMP kelas 1. Semuanya di awali oleh mama yang di ciduk papa bermesraan dengan seorang pria di restoran. Untuk membalas mama, papa juga mulai bermain perempuan. Dan hal itu berlaku hingga sekarang. Mama dengan lelaki yang sama, yang katanya cinta pertamanya sebelum di jodohkan dengan papa, sedangkan papa setiap hari bermain dengan perempuan yang berbeda-beda.
Aku dan Kak David sudah tidak memusingkan hal itu, yang terpenting bagi kita adalah orang tua kita tidak bercerai.

Aku menggeleng.
"Ak-aku dan Raka putus." Tangis ku semakin pecah saat mengatakan kalimat pahit itu.

Putus dengan Raka. Itu adalah mimpi buruk yang aku hindari selama ini. Dan mimpi buruk itu benar-benar menjadi nyata.

"Hah! Putus." Kaget kak David.

Hubungan ku dengan Raka yang selama ini berjalan mulus tiba-tiba saja putus, tentu saja membuat kak David kaget.

Aku mengangguk lalu kembali memeluk kak David. Aku membenamkan wajah ku ke dadanya, meredam suara tangis ku yang kini terdengar semakin keras.

"Ada apa? Kok bisa putus?" Tanya Kak David lagi.

Aku tidak menjawab dan terus menangis sesenggukan di dada Ka David. Tangis ku semakin pecah ketika Ka David mengelus rambut ku. Hal itu mengingatkan ku kepada Raka.

Suasana rumah Ku kacau. Suara saling membentak antara mama dan papa serta suara tangis ku mendominasi di rumah ku. Aku yakin ka David pasti benar-benar pusing menghadapi keadaan saat ini.

...

Tiga hari telah berlalu dari kejadian hari itu. Selama tiga hari aku mengurung diri di dalam kamar menangisi kisah cinta ku bersama Raka yang telah berakhir. Bahkan hingga sekarang aku masih tidak menerima kenyataan bawah hubungan ku dengan Raka telah berakhir. Aku tidak tahu sampai kapan aku akan terus menolak fakta itu. Hati ku sakit jika mengingat hari-hari yang aku lalui kedepannya nanti, sudah tidak ada Raka sebagai pendamping, penopang, penghibur, pemberi kasih sayang, dan orang yang aku curahkan seluruh kasih sayang ku. Raka. Raka. Raka. Dan Raka.

Anggap saja aku bodoh karena memberikan duniaku untuk Raka. Anggap saja aku tolol karena terus menangisi Raka. Silakan kalian beranggapan sesuka kalian. Karena kalian tidak akan pernah mengerti perasaanku.

Kalian tidak akan mengerti perasaan ku karena kalian tidak pernah merasakan menjalani hidup selama tiga tahun bersama seseorang, lalu tiba-tiba suatu hari orang itu pergi tanpa meninggalkan alasan yang jelas.

Kalian tidak akan pernah mengerti perasaanku karena kalian tidak pernah tahu bagaimana rasanya hidup mu diwarnai oleh seseorang lalu tiba-tiba suatu hari ia berhenti mewarnainya padahal ia masih punya banyak warna. Ia tiba-tiba berhenti mewarnainya tanpa memberikan alasan.

Haruskah aku membuat lebih banyak perumpamaan agar kalian mengerti?

Melupakan sesorang bukan suatu hal yang mudah, apa lagi orang itu benar-benar berarti dalam hidup mu. Orang itu mengambil bagian lebih banyak dalam hidup mu.

Selama tiga hari aku meratapi semua rasa sakit hati ku. Secara bergantian, mama, papa, kak David, Christine dan Tya-kedua sahabat ku, mereka menghibur ku secara bergantian. Kamar ku bahkan di penuhi oleh cokelat dan harum kamar ku yang biasanya beraroma lavender sekarang berubah menjadi aroma coklat.

Rasanya aku ingin meneriaki mereka yang setiap hari terus memberikan ku coklat berharap coklat mampu menenangkan ku.

"Hei! Manisnya coklat nggak akan mampu menghilangkan rasa sakit ini. Empedunya sudah terlanjur pecah." Ingin aku memberikan protes seperti itu tapi aku masih menghargai mereka yang mau memberikan ku perhatian.

Aku menatap kak David yang tidur di sofa kamar ku. Dia terlihat lelah. Kelihatan dari raut wajahnya bawah ia telah kurang tidur selama beberapa hari ini.

Aku turun dari tempat tidur ku dan menghampiri Kak David yang terlelap dengan dengkur halus.
"Maaf, Kak."

Aku merasa bersalah terhadap kak David. Dia selalu kesusahan karena aku. Sementara aku setiap harinya hanya bisa menyusahkan dia. Hidupnya bahkan hanya berporos kepada ku. Dia adalah malaikat tak bersayap yang di hadiakan Tuhan untuk ku. Malaikat yang mempunyai tugas mendampingi ku di saat hari gelap itu menghampiri ku.

"Pasti lelah ya kak punya adik manja seperti aku. Maaf selalu menyusahkan kaka."

Aku mengecup dahi kak David lalu masuk ke dalam kamar mandi, membersihkan tubuhku yang selama tiga hari tidak menyentuh air alias tidak mandi.

Hari ini aku bertekad untuk bertemu Raka. Aku akan memintanya untuk balikan seperti apa yang di sarankan kak David. Semua orang menyuruhku untuk melupakan Raka hanya Kak David yang berbeda sendiri. Dia malah meminta ku menemui Raka, membicarakan kembali hubungan kami karena menurut kak David mungkin ada kesalahpahaman kecil di antara kami.

Menurutku kak David benar. Aku dan Raka sudah menjalani hubungan selama tiga tahun dan tidak mungkin hubungan kami berahkir begitu saja tanpa sebuah alasan yang jelas.

Hari ini aku mengenakan gaun yang di berikan Raka. Gaun yang di berikan Raka di malam itu. Aku tidak tahu mengapa aku memilih mengenakan gaun ini padahal gaun ini mengingatkan ku pada malam itu. Oh iya, aku lupa. Raka selalu terlihat bahagia ketika aku mengenakan barang pemberiannya. Walaupun menyakitkan untuk ku, tidak apa-apa jika itu untuk Raka.
Aku menambahkan make-up pada wajah ku. Aku hanya ingin terlihat cantik dan sempurna di depan Raka. Dia mungkin akan berubah pikiran saat melihat ku.

"Mau bertemu Raka?"

Aku menoleh lalu tersenyum ke arah kak David yang baru saja bangun. Kak David memang yang terbaik dalam mengerti diriku. Dia langsung bisa menebak tanpa harus aku beri tahu.

"Kak David hebat. Bagiaman Kaka bisa menebaknya dengan mudah?" Tanya ku penasaran.

"Itu hal yang mudah. Kamu selalu melakukan hal dengan teratur dan dengan pola yang sama. Misalnya sekarang, kamu berpakaian feminim dan berlama-lama di depan cermin, kamu juga mengenakan make-up. Semua ini kamu lakukan hanya saat kamu akan bertemu Raka. Tanpa kamu sadari kamu selalu begitu selama tiga tahun terakhir." Jelas kak David panjang lebar.

Aku tersenyum manis ke arah kak David.
"Kak David adalah kakak terbaik di dunia, itulah kenapa cinta pertama ku adalah kakak."

"Kaka tahu. Kamu selalu mengatakan hal tersebut berulang kali. Mau kakak antar?" Tanya kak David berdiri dari tempatnya dan masuk ke dalam kamar mandi ku.

"Jangan gunakan sikat gigi ku kak!" Peringat ku. kebiasaan kak David adalah selalu menggunakan sikat gigiku ketika ia ketiduran di kamarku.

"Ups! Sorry, dek. Udah terlanjur."

"Kak David." Rengek ku.

"Nanti Kakak belikan yang baru. Kamu mau sikat gigi elektrik 'kan? Nanti Kakak belikan."

Aku tersenyum senang mendengar pernyataan kak David. "Seriusan, kak?" aku menyelinap masuk ke kamar mandi dan langsung masuk di antara tangan Kak David yang sedang menyikat giginya. Aku merangkul lehernya manja.

"Mulai deh. Minggir.," kak David terlihat pasrah melihat sikap manja ku.

"Nggak mau. Janji dulu," rengek ku manja.

"Mau Kakak ludahin?"

"Aku tahu Kak David nggak akan berani lakuin hal itu ke adik mu yang cantik dan imut ini," goda ku. Aku tahu kak David tidak akan melakukan hal itu. Sudah ku bilang dia adalah Kakak terbaik di dunia.

Kami berdua saling menyayangi karena jika bukan kami, siapa lagi yang akan menyayangi kami. Orang tua kami? Jangan tanyakan mereka. Mereka terlalu sibuk dengan kisah percintaan mereka yang tidak pernah usai.

"Kalau kamu kek gini, kapan kita jalannya."

Aku tertawa kecil lalu keluar dari lingkaran tangan kak David.

"Aku tunggu di mobil, kak" ucap ku keluar dari kamar dan menuju garasi mobil.

Setelah menunggu beberapa menit, kak David akihrnya datang. Kami segera pergi ke rumah Raka. Selama perjalanan aku menyiapkan kata-kata yang akan aku ucapkan kepada Raka. Kak David ikut membantuku menyiapkan kata-kata yang bagus.

Aku menarik napas dalam saat mobil berhenti di depan rumah Raka.

"Yang tenang, Dek. Kakak yakin Raka pasti mau balikan sama kamu. Selesaikan kesalahpahaman kalian Kaka tunggu disini," ucap kak David.

"Kak David pulang aja, aku akan di antar oleh Raka," seyakin itu aku.

Iya. Aku memang sangat percaya diri sekarang. Aku dan Raka bukan anak kecil lagi. Kita sudah tamat SMA dan kita pasti akan bersikap dewasa pada hubungan kita. Berpacaran selama tiga tahun tidak akan mungkin berahkir begitu saja seperti ini. Seperti apa yang di katakan kak David. Putusnya kami karena ada kesalahpahaman di antara kami dan Raka malah menganggapinya dengan tidak bersikap dewasa.

Sekali lagi aku menarik napas dalam lalu keluar dari mobil. Aku membiarkan mobil kak David jalan terlebih dahulu lalu masuk ke dalam rumah Raka. Gerbang rumah Raka selalu tidak di kunci karena cowok itu beranggapan bawah tidak akan ada orang bodoh yang mau merampok seorang juara MMA. Kepercayaan diri Raka merupakan salah satu alasan dari ribuan alasan yang membuat aku jatuh cinta terhadap cowok itu.

Pintu rumah Raka menggunakan kode pin dan pinnya adalah tanggal jadian kami. Aku menekan pin tersebut dan pintu terbuka. Aku tersenyum senang karena Raka tidak mengganti pinnnya. Itu artinya Raka masih mencintaiku.

Terdengar bunyi barang-barang yang jatuh ke lantai dari kamar Raka. Apakah Raka mengalami stres yang sama seperti ku?

Aku tersenyum kecil lalu mengendap-endap menuju kamar Raka. Aku ingin mengejutkannya.

Terlihat pintu kamar Raka terbuka sedikit.
Mari kita lihat apa yang terjadi dengan Raka? Apakah dia sehancur itu hingga menghancurkan seluruh isi kamarnya?

Aku membuka pintu itu sedikit lalu mengintipnya. Espektasi tak sesuai realita. Itu yang bisa menggambarkan apa yang terjadi dengan kamar Raka.

Aku membeku di tempat menyaksikan hal yang terlihat di depanku. Semua yang aku lakukan selama ini dan yang aku ratapi tiga hari belakangan ini, aku sangat menyesalinya. Aku benar-benar menyesalinya.

Silakan kalian katai aku sepuasnya. Aku bodoh. Tolol. Goblok. Silakan katai aku.

Jangan minta aku menceritakan apa isi kamar Raka. Aku tidak akan menceritakannya. Kita berhenti sampai disini.

To Be Continue...

Jessy toji
Maumere, Nusa Tenggara Timur

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro