RAGU 1: Aku mencintainya
Aku memandang gaun indah berwarna navy yang diberikan pacarku beberapa saat lalu. Dia dengan romantisnya mengajakku dinner untuk merayakan hari jadi kami yang ke tiga tahun, dan juga merayakan masa SMA kami yang baru selesai beberapa jam yang lalu.
Membahas tentang masa SMA, aku jadi mengingat kenangan indah ku dengannya. Pria berparas tampan dengan manik mata berwarna hazel itu adalah pria kedua yang membuatku jatuh cinta setelah Kakak ku. Jika kalian berpikir cinta pertamaku adalah ayahku maka kalian salah. Cinta pertamaku adalah kakak laki-laki ku. Jangan tanyakan kenapa bukan ayahku? Karena aku tidak akan membahasnya. Aku tidak ingin merusak momen indah ini dengan membahas tentang dia.
Mari kita bahas tentang dia saja. Pacarku.
Raka. Raka Alaska Giantara. Itu adalah nama pacarku. Pria yang membuat hati beku ku mencair di negeri orang. Kenangan indah ketika pertama kali bertemu. Bagaimana bunga sakura yang mendayu-dayu itu membawah ku kepadanya. Bagaimana percakapan aneh yang terjadi. Dan bagaimana hangat tangannya ketika menyentuh kulitku.
Semuanya teringat jelas.
Pria tampan yang aku kagumi setengah mati di negeri orang itu, kini adalah milik ku. Dia bukan hanya primadona sang sakura di negeri gingseng, tapi juga primadona di sekolah ku. Dia adalah pria yang membuat kaum hawa menggila ketika menatap matanya termasuk aku.
Dan aku. Aku adalah kaum hawa paling beruntung di dunia yang bisa mendapatkannya.
Apa kelebihan ku hingga bisa membuatnya tertarik? Aku tidak tahu. Aku pernah menanyakan hal itu dan jawaban dia sangat sederhana. Karena aku bisa membuat jantungnya berdetak cepat. Jawaban yang terdengar simpel tapi sialnya itu berhasil membuat wajah ku memerah.
Aku menjalani masah SMA ku dengannya. Masah SMA kami penuh dengan kebahagiaan walapun ada kesalah pahaman kecil dan pertengkaran kecil di antara kenangan itu. Aku percaya pertengkaran dan kesalah pahaman diantara kami adalah fondasi yang membuat hubungan kami semakin kuat. Dan hal itu terbukti. Tidak pernah ada kata putus di antara kami dan itu berlaku hingga sekarang. Berlaku hingga tiga tahun hubungan kami.
"By? Udah?"
Bahkan suaranya yang lembut itu berhasil menggetarkan seluruh jiwaku. Dan sekarang aku sadar, aku benar-benar mencintai pria itu. Pria yang menjadi pasangan ku sekarang.
"Bentar. 10 menit lagi."
"Iya. Dandan yang cantik ya."
Aku tertawa kecil mendengar godaannya. Hal-hal sederhana yang dikeluarkan darinya berhasil membuat ku bahagia. Sungguh aku benar-benar mencintai pria itu dan aku ingin menjadi pasangan hidupnya. Kami sudah berjanji untuk takkan saling melepaskan. Dan aku percaya janji itu akan dibawah mati.
"Aku pasti akan membuatmu terpukau, dan aku pastikan detak jantungmu tidak akan berdetak dengan normal."
Terdengar suara tawanya yang merdu dari luar. Aku pastikan saat dia tertawa saat ini, dia akan terlihat semakin tampan. Pacar ku. Pacarku itu memang pria yang sempurna.
Aku segera mengenakan gaun cantik yang diberikannya. Ukuran gaunnya sangat pas untuk ku. Dia memang yang paling tahu tentang diri ku. Aku menambahkan sedikit make-up di wajah ku. Aku tidak ingin terlihat biasa saja saat berdampingan dengannya. Hari ini adalah hari yang spesial dan aku ingin menjadi spesial untuknya.
Perlahan aku melangkah menuju pintu, memegang gagang pintu dan membukanya perlahan. Terdengar langkah kakinya mendekat ke arah pintu. Aku membuka pintu semakin lebar menampakan diriku untuk di lihatnya. Dia menatapku dengan tatapan yang sulit diartikan dan aku...Aku terpesona dengan ketampanan dan gayanya yang elegan. Dia menggenggam tanganku erat lalu melingkarkan tanganku di lengannya.
"Kamu berhasil," bisiknya di telingaku.
Aku membalas bisikannya dengan sebuah senyuman manis andalanku. Senyuman yang disukainya. Ia membimbing langkah ku menuju kolam renang. Tempat itu yang awalnya terlihat berantakan kini berubah menjadi tempat yang paling romantis. Ia berhasil menciptakan tempat yang indah untukku.
Aku tersenyum membaca tulisan dari kelopak bunga mawar merah yang mengembang di atas air kolam.
"I love you," gumam ku membaca tulisan tersebut.
"I love you to," Balasnya menatapku dengan tatapan yang hingga sekarang tidak pernah bisa aku artikan.
Aku tersenyum mendengar kalimat yang keluar dari mulutnya. Sekarang aku tahu arti tatapan matanya. Tatapan mata itu menggambarkan cinta yang tulus darinya untuk ku.
Dia membalas senyuman ku dengan sebuah senyuman manis yang diakhiri kecupan manis di dahi ku. Aku memejamkan mata merasakan cinta yang ia berikan melalui ciuman itu.
Dia melepaskan ciumannya dan kembali membimbing langkah ku melewati karpet merah dengan kiri dan kanan dihiasi lilin. Langkah kami beriringan menuju meja bulat dengan taplak putih yang di atasnya ada sebuah lilin, mawar merah, gelas anggur, serta botol anggur, di atas piring disajikan steik yang terlihat menggugah selera.
Dia membimbingku duduk di kursi yang dilapisi kain berwarna putih.
"Makasih, sayang."
Ia tersenyum menanggapi ucapan ku dan duduk di kursi yang tepat dihadapanku.
"Makasih, sayang." Ucapannya membuat ku bingung.
"Untuk apa? Seharusnya aku yang berterima kasih. Terima kasih, sayang untuk semuanya. Terima kasih untuk kenangan indah di SMA dan terima kasih untuk semua ini. Semua ini benar-benar romantis dan membuatku semakin jatuh cinta kepada mu," jujur ku. Itu yang aku rasakan.
Aku bersyukur memiliki seseorang sepertinya. Pria yang selalu ingin membuat ku bahagia. Pria baik yang menempati semua ruang di hati ku.
Dia tersenyum mendengar ucapan ku dan aku bahagia melihat senyum manis di bibirnya. Setidaknya bukan hanya dia yang bisa membuatku bahagia tapi aku juga bisa membuatnya bahagia.
Dia menuangkan anggur ke gelas ku lalu ke gelasnya. Aku mengangkat gelas anggur itu di ikuti olehnya.
"Cheers."
Aku meneguk anggur itu lalu meletakkan kembali gelas itu di atas meja. Ia meneguk anggurnya hingga tandas, lalu menuangkan anggur ke dalam gelasnya lagi dan meneguknya hingga tandas lagi.
Aku memperhatikannya dengan raut bingung.
"Kamu pasti sangat menyukai anggur ini. Tahun berapa anggur ini? Biar aku belikan beberapa untuk kamu."
Aku menyentuh tangannya yang menggenggam gelas dan mengusapnya lembut.
"Lepas!" Bentaknya hingga gelas yang di genggamnya terlepas dari tanganya dan menghantam lantai hingga pecah.
Aku terdiam mendengar Ia membentak ku. Ini pertama kalinya selama kita pacaran. Aku syok melihat apa yang baru saja terjadi.
"Ada apa, sayang?" tanya ku lembut.
"Kita putus!"
Aku tertawa kecil mendengar ucapannya.
"Jangan becanda, sayang."
"Bercanda? Apakah raut ku terlihat seperti orang yang sedang bercanda?"
Ia berdiri dari tempatnya menatapku dengan tatapan tajam. Tatapan yang tidak pernah ia tunjukan kepadaku.
Aku membeku di tempat. Air mata ku mulai mengalir begitu saja membasahi pipiku.
"Aku ingin kita udahan," ulangnya.
Aku menggeleng. Dia pasti sedang bercanda kepadaku. Ataukah, dia sedang merekam ku untuk konten prank yang sedang viral saat ini?
"Please, jangan bercanda sama hal-hal kayak gini. Pamali, sayang." Aku melangkah mendekatinya.
"Kamu bodoh atau bagaimana? Aku tidak sedang bercanda!"
Aku membeku ketika pria yang biasanya lemah lembut di depanku kini berteriak dengan sangat keras di hadapan wajahku. Dia membentaku.
"Aku tidak ingin kita pisah," ucapku dengan suara lemah. Aku tidak ingin pisah darinya. Aku tidak ingin mengakhiri semua kenangan indah yang telah kami miliki. Mungkin aku telah melakukan kesalahan yang membuatnya marah. Mungkin aku telah melakukan kesalahan yang besar.
"Aku minta maaf. Aku pasti telah membuat kesalahan besar. Aku minta maaf." Aku memeluknya erat.
Dia terdiam. Membiarkan suara tangis ku terdengar diantara kesunyian. Aku memeluknya semakin erat tanpa balasan peluk darinya. "Jangan minta putus. Aku mohon. Jangan minta putus." Aku melonggarkan pelukanku dan menatap wajahnya. Menatap mata indahnya yang kini memiliki aura yang berbeda.
Tidak! Tatapan itu tidak mungkin berubah secepat itu. Aku yakin itu masih aura cinta yang Ia berikan untuk ku. Pandanganku buram karena air mata yang menggenang di pelupuk mataku. Aku tidak bisa melihat matanya dengan jelas. Aku yakin itu masih tatapan jatuh cinta yang sama.
"Aku. Mau. Kita..." Ia menggenggam bahuku kuat dan mendorong tubuh ku menjauh darinya bersamaan dengan kata yang di gantungnya. "PUTUS."
Suara isakan tangis ku keluar berasamaan dengan air mata yang mengalir semakin deras. Aku menggeleng kukuh. Aku tidak ingin pisah darinya. Dia adalah cinta pertama ku dan akan menjadi cinta terakhir ku. Aku tidak ingin pisah darinya. Aku tidak akan bisa hidup tanpa Raka. Ini hanya mimpi buruk. Seseorang tolong bangunkan aku dari tidur ku ini. Aku tidak ingin menyaksikan mimpi buruk ini lebih jauh.
Aku membungkuk memeluk kakinya.
"Aku mohon. Ak-aku mohon. Jangan tinggalin aku."
Mungkin sekarang kalian berpikir bawah aku gila atau apalah yang ada di pikiran kalian. Raka sudah mendominasi hidup ku selama tiga tahun dan bagaimana aku bisa hidup tanpanya. Aku terbiasa hidup dengannya. Dan aku tidak ingin ada perubahan tentang hal itu.
Persetan dengan pesan Christine bawah aku tidak boleh terlihat murah di depan seorang laki-laki seperti sekarang. Persetan dengan semua itu. Aku hanya ingin Raka tidak meninggalkan ku. Aku mencintai Raka. Dan aku rela melakukan hal memalukan ini agar ia tidak meninggalkan ku.
"Minggir!"bentak Raka.
Aku merasakan perih di kedua lutut ku yang terseret akibat dari Raka yang menendang tubuhku menjauh darinya. Perih ini menyadarkan ku bahwa semua yang telah terjadi bukanlah mimpi buruk tapi nyata.
Dadaku terasa sesak, seperti ada sesuatu yang menekan dadaku dengan kuat membuat ku tidak bisa bernapas. Air mata terus mengalir dikedua pipiku. Perasaan ini membuat ku bingung. Aku merasakan sakitnya tapi aku tidak tahu dimana letak lukanya. Aku hanya ingin terus menangis dengan perasaan sesak yang menekan dadaku.
Aku mendongak melihat Raka yang menatap ke arah lain seolah-olah dia tidak Sudi menatapku.
"Jangan ninggalin aku, Ka. Aku mohon."
Aku kembali merangkak memeluk kakinya.
Aku hanya ingin Raka tidak meninggalkan ku. Aku mencintainya. Aku sangat mencintainya.
AKU. MENCINTAINYA. AKU. MENCINTAI. RAKA.
"Dasar perempuan murahan!" Bentak Raka menendang tubuhku menjauh sekali lagi.
"Argh." Kini telapak tangan hingga siku ku terasah perih, tapi itu tidak seberapa dengan rasa takut ku kehilangan Raka.
"Ber-beri. Beri aku alasan?" Minta ku.
Aku berdiri sempoyongan dan menghampiri Raka. Mencoba memberikannya senyum manis ku yang di sukainya. Aku mencoba tersenyum semanis mungkin, walapun air mata terus mengalir dengan begitu deras di kedua pipiku, sesak di dadaku, dan perih di lengan hingga lutuku.
Aku berharap senyumku ini bisa mengubah keputusannya. Ia pernah mengatakan bawah senyum ku ini yang membuat jantungnya berdebar kencang. Aku berharap senyum yang aku berikan sekarang bisa membuat jantungnya berdegub kencang dan Ia bisa mengubah keputusannya.
Ia mengalihkan pandangannya dari wajah ku. Aku tahu Ia tidak kuat dengan senyumku. Aku berusaha tersenyum semakin lebar walapun, luka itu semakin terasa perih, rasa takut kehilangannya semakin membuncahdalam dada ku.
"Kit-kita tidak jadi putus 'kan? Kamu tidak akan tinggalin aku 'kan?" Aku berusaha membuat suaraku selembut mungkin.
"Kita tetap putus. Aku sudah tidak menyukai mu lagi. Tidak ada perasaan cinta itu dalam hati ku lagi. Aku tidak mencintaimu lagi," ucapannya sarkas lalu melangkah pergi.
Aku berlari menghalangi jalanya.
"Tidak. Kamu tidak boleh ninggalin aku." Aku menggeleng kukuh dan merentangkan tanganku di depannya.
Dia tertawa mengejek melihat kelakuanku.
"Dasar murah!" ucapnya sarkas lalu melangkah melewati ku tanpa raut bersalah.
Aku diam.
Sungguh, duniaku benar-benar hancur sekarang. Selama ini hanya Raka orang yang mampu menghiburku di kalah aku terluka. Tapi sekarang Raka malah menjadi penyebab dari luka ku.
To Be Continue...
Jessy Toji
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro