Chapter 33 | The Father
"Rasa takut akan jadi sepertinya kerap kali menghantui,
orang bilang: buah jatuh tidak jauh dari pohonnya."
• T H E F A T H E R •
Stella menundukkan kepalanya saat meja belajarnya bergetar selagi guru Bahasa Indonesia tengah menerangkan pelajaran di depan kelas.
Ada pesan masuk di ponselnya.
Tiffany cepat-cepat menyikut lengannya saat tangan Stella hendak meraih ponsel yang sengaja ia letakkan di kolong meja selagi mata pelajaran berlangsung, takut Bu Ani di depan menoleh secara tiba-tiba dan memergokinya tengah bermain ponsel.
Kalau ketahuan? Kacau balau jadinya. Bisa-bisa ponsel Stella baru kembali saat bagi raport nanti.
"Ntar aja bukanya," bisik Tiffany.
Sebenarnya, Stella juga berniat seperti itu. Tapi entah kenapa rasanya gatal sekali dan penasaran hendak membuka pesan yang baru masuk itu. Setidaknya, ia bisa mengintip sebentar dan melihat kalau pesan yang masuk hanya dari operator belaka.
Atau setidaknya, itulah yang Stella harapkan.
Selama beberapa detik menahan keinginan di benaknya dengan mencoba memfokuskan diri pada penjelasan Bu Ani, Stella akhirnya tidak tahan lagi.
Ia menarik ponselnya perlahan agar dapat dijangkau oleh pengelihatannya dan hampir saja berteriak begitu melihat isi pesan yang masuk di sana.
Kak Deon🌹
11.31: Bolos yuk.
Stella langsung menutup mulut dengan tangan kirinya dan menggeser kembali ponselnya.
Entah kenapa, ekor mata Stella mendapati pergerakan yang tidak asing dari depan kelasnya, dan betapa terkejutnya ia begitu melihat Radeon tengah melihat tepat ke arahnya dari jendela.
Kedua mata Stella spontan tertutup dan ia memalingkan wajah.
"Kenapa?" tanya Tiffany, pelan.
"Kak Deon di depan," timpal Stella tak kalah pelan.
Stella tahu dia atlet, tapi apa bolos bisa semudah itu? Sumpah demi langit dan bumi, dari SD sampai SMA, Stella sama sekali tak pernah mengenal kata-kata bolos kecuali jika ia benar-benar sakit parah yang mengharuskannya untuk tidak masuk sekolah.
Tapi, Deon. Apa-apaan? Bolos yuk?
Kepala Stella tertunduk, sebisa mungkin menghindari tatapan Deon yang menatapnya dari luar jendela.
Tapi, siapa yang sangka kalau di detik berikutnya telinga Stella langsung mendengar kericuhan di kelasnya, yang mau tidak mau membuat Stella mendongak.
Itu Deon. Masuk ke dalam kelasnya selagi Bu Ani menjelaskan dan menghampiri guru Bahasa Indonesianya tersebut.
Habis sudah riwayat Stella.
Dia harus apa sekarang? Kabur dari kelas? Tidak, itu mah rencana Deon.
Pura-pura pingsan?
Pura-pura tidak kenal?
Atau, pura-pura kalau dia bukan Stella?
Apasih. Stella benar-benar tidak bisa berpikiran jenih saat ini. Sampai, Tiffany menyenggol lengannya.
"Lo dipanggil tuh," kata Tiffany.
Stella meliriknya. "Sama?"
"Bu Ani."
Mampus. Dia bahkan sampai tidak dengar saat Bu Ani memanggilnya.
Seraya menghela napasnya panjang-panjang, Stella bangkit dari posisinya duduk dan mulai berjalan ke depan kelas. Matanya mendapati Deon yang masih berdiri di samping
Bu Ani tengah tersenyum meledeknya.
Ia langsung melotot ke arah Deon.
"Iya, Bu. Ada apa?" tanya Stella begitu berdiri di hadapan Bu Ani. Kedua tangannya ia kaitkan di depan rok.
"Radeon udah bilang sama Ibu. Kamu boleh beres-beresin barang kamu sekarang."
Stella mengerjap selama beberapa kali. Apa dia jadinya dikeluarkan dari sekolah? Atau bagaimana?
"Kenapa diam aja?" tanya Bu Ani kemudian. "Radeon, cepat bantu Stella."
"Oke, Bu." Deon langsung sigap, bahkan berjalan mendahului Stella menuju bangkunya dan merapihkan segala perlengkapan belajar Stella dari atas meja.
Tangan Stella masih bergetar sampai saat Bu Ani mengangkat dagunya untuk menyuruh Stella turut mundur membantu Deon.
Walau ragu, Stella tetap berjalan kembali ke tempatnya.
Kepalanya tertunduk begitu saja selagi ekor matanya mendapati bahwa teman-teman sekelasnya menyerbunya dengan bermacam-macam tatapan.
"Kakak bilang apa sama Bu Ani?"
"Ada deh."
Tiffany yang sejak tadi hanya memerhatikan lantas memutar bola matanya. Ia membantu pergerakan Deon dan Stella agar bisa cepat-cepat keluar dari kelas alih-alih mengganggu waktu belajarnya.
Jomblo bisa apa?
Setelah selesai, Tiffany mendorong Deon dan Stella untuk menjauh dari tempat duduknya.
Deon meletakkan ransel Stella ke pundaknya dan berjalan maju.
"Permisi, Bu," ucap Deon kepada Bu Ani lalu menarik pergelangan tangan Stella keluar kelas.
Sampai di luar kelas, Deon terus mengajak Stella berjalan hingga menuruni anak tangga.
"Kak.. kita mau ngapain?" tanya Stella.
Deon meliriknya sebentar lalu tersenyum. "Bolos."
Baru pacaran sebentar, sudah diajari yang tidak benar. Stella mau pingsan saja.
• • • • •
Tiba-tiba saja Stella merasa menyesal karena telah menaruh prasangka buruk terhadap kekasihnya itu.
Tapi, bukan salahnya juga sih. Mengingat Deon yang tidak menjelaskan lebih lanjut perihal kata 'bolos' yang ia maksudkan tersebut.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bolos atau membolos berarti tidak masuk bekerja (sekolah dan sebagainya): hari ini sebenarnya bukan hari libur, tetapi banyak murid yang -; 2 meloloskan diri; melarikan diri: dan sebagainya. Tapi rupanya, bolos yang Deon maksud berbeda dari itu.
Karena sekarang, mereka tengah berada di tempat Deon biasa latihan memanah. Tempat yang juga pernah Stella kunjungi beberapa waktu lalu.
"Kenapan bilangnya bolos sih?" cecar Stella, melepaskan ranselnya ke atas kursi.
Deon mengangkat bahunya selagi mengeluarkan barang-barang latihannya dari dalam loker.
"Biar kayak bad boy-bad boy aja gitu—bolos."
Ingin sekali Stella menimpuk Deon dengan batu.
"Sok-sok an pengen jadi bad boy segala biar dikata apasih?!"
Deon menyampirkan busurnya dan membawa serta anak panahnya ke arah Stella. Ia berdiri tepat di hadapan cewek itu dan menatapnya dari atas sampai bawah.
"Jadi, kamu nggak suka bad boy?"
Bibir Stella terangkat ngilu walau hanya sekedar membayangkannya. Ia cepat-cepat menggeleng dan bergidik.
"Sukanya aku sih ya?"
Plak!
Deon memegangi pundaknya yang baru saja dihantam Stella. Seperti biasa, pundaknya terasa pedih tiap kali Stella memukulnya. Tapi alih-alih kesakitan, Deon malah terkekeh. Ia pun mencubit pipi Stella gemas, lalu berbalik begitu saja menuju tempat ia seharusnya berdiri saat latihan.
Sementara Stella, masih terdiam di tempatnya dan memegangi pipinya yang berubah semerah tomat. Bukan lantaran sakit, melainkan seluruh pembuluh darahnya tiba-tiba saja mengalir ke pipi.
Sepertinya ia tidak akan pernah bisa terbiasa dengan perlakuan Deon terhadapnya.
Merasakan sisi kanannya yang masih sepi tak berpenghuni, setelah meletakan anak panahnya di atas meja Deon menoleh dan mendapati Stella yang masih diam. Ia pun berdecak dan segera menarik gadis itu agar mengikutinya dan tidak berada jauh-jauh dari sisinya.
"Jangan jauh-jauh," pinta Deon.
Mata Stella berkedip lima kali seraya mencerna ucapan Deon barusan.
"Terus, tugas aku ngapain?" tanya Stella.
Deon mengedipkan sebelah matanya. "Jadi penyemangat aku aja."
Jantung Stella mau copot rasanya.
Apa kalian pernah mengidolakan seseorang? Entah artis pop western ataupun kpop? Lalu, saat kalian menonton konser, tiba-tiba saja idola kalian itu menotice kalian, menatap kalian tepat di mata dan tersenyum lalu mengedipkan matanya. Apa kalian bisa membayangkan bagaimana jantung kalian berpacu dengan cepatnya saat kejadian itu terjadi?
Ya, seperti itulah yang Stella rasakan saat ini.
"Hei." Deon melambaikan tangannya di depan wajah Stella saat gadis itu tak kunjung merespon.
Stella tersentuk dan mendongak. "Gitu doang tugas aku? Kakak izin ke Bu Ani, bilang kalo aku harus jadi penyemangat kakak? Gitu?"
"Ya enggak lah."
"Terus gimana kakak izinnya?"
Rupanya, Stella masih penasaran.
Deon meraih salah satu anak panahnya dan memegang seluruh bagiannya dengan seksama selagi matanya meneliti ke setiap sudut. Ia melirik Stella sebentar yang matanya nampak penuh dengan kilatan penasaran lalu berdecak sebentar.
"Aku bilang kamu ditarik jadi staff aku. Harus nemenin aku latihan, kayak yang memastikan keadaan aku sama mengamati permainan aku gitu deh," jelas Deon.
Stella menggaruk kepalanya yang tiba-tiba saja terasa gatal. "Sejak kapan?" tanya Stella.
Kepala Deon menoleh sebentar. "Apanya?"
"Sejak kapan aku jadi staff kakak? Mana kontrak perjanjiannya? Aku digaji emangnya?"
"Astagfirullah.."
Jadi, itu yang ada di pikiran Stella?
"Nggak ada yang gratis di dunia ini, Kak," kata Stella, berhasil membuat Deon terhenyuk sekali lagi.
"Iya-iya nanti dibayar!"
Stella maju selangkah dan berdiri tepat di depan Deon, menghalangi arah pandangnya dan berjinjit agar bisa menatap Deon tepat di mata.
"Berapa?" tanya Stella antusias.
Deon mengalihkan pandangannya secepat kilat dan mendorong pipi Stella, menyingkirkan wajah gadis itu dari hadapannya selagi bisa.
"Jangan deket-deket," titah Deon.
Namun, Stella tak mengindahkan peringatannya dan malah mendekat kembali. Ia berdiri di hadapan Deon sekali lagi dan kepalanya miring ke kanan dan ke kiri guna mengikuti arah pandang Deon.
"Berapaaaaa?"
"Kalo nanya terus nanti nggak dibayar!" kilah Deon, kali ini ia mundur beberapa langkah.
Stella cemberut. "Mana ada peraturan kayak gitu!"
"Ada lah."
"Mana coba liat sini? Siapa yang buat?!"
"Kontrak mati namanya. Aku yang buat," jawab Deon enteng.
"Curaaaannggggg!" hardik Stella. "Ini namanya penyalahgunaan kekuasaan!"
Deon tersenyum kecil. "Like father like son," cibirnya.
"Like father like son."
Seluruh tubuh Deon membeku di tempatnya. Ia yakin seratus persen kalau bukan Stella yang barusan saja menanggapi ucapannya.
Selain karena bibir Stella yang tidak bergerak, suara Stella tidak mungkin serendah itu. Dan lagi, Deon hapal betul siapa pemilik suara itu.
Masih diam di tempatnya, yang dapat Deon lakukan hanyalah menatapi perubahan raut di wajah Stella yang menatap tepat ke belakang tubuhnya selagi telinganya mendengar suara sepatu yang menyatu dengan lantai. Entah kenapa, dentuman sepatu itu terdengar begitu nyaring di telinga Deon sampai-sampai ia hendak menutupi telinganya karena tanpa sadar kepalanya turut menghitung langkah.
"Papa Kakak..." Stella meringis pelan.
Berdiri di samping Deon kini, Reynaldi Kusuma. Seperti biasanya, lengkap dengan setelan jas yang seolah tak pernah lepas dari tubuhnya.
Merasa terlalu dekat walau tanpa sempat melihat terlebih dahulu, Deon menyingkir beberapa langkah dari posisinya semula.
"Ngapain Papa di sini?" tandas Deon langsung.
Ingin sekali Stella menyanggah ucapan Deon dan berkata bahwa tidak seharusnya Deon berbicara dengan nada seperti itu kepada Papanya. Tapi, Stella hanya diam di tempatnya. Tubuhnya bahkan tak dapat bergerak mengikuti perintah kepalanya untuk menghampiri Deon dan berdiri di sampingnya.
Tanpa disangka-sangka, Reynaldi mengulum seulas senyum di wajahnya. Cukup tampan untuk ukuran seseorang yang sudah mempunyai anak sebesar Deon. Sangat tampan kalau bisa dibilang malahan.
Tapi, bukan itu intinya.
Setelah mengulas senyum, Reynaldi kembali mengikis jarak antara dirinya dan juga Deon.
"Papa ke sini mau liatin kamu latihan."
Sebentar, apa Deon tidak salah dengar?
Ia menoleh ke arah Stella dan mendapati gadis itu yang tak kalah terkejut dari dirinya. Jadi sepertinya, pendengaran Deon masih baik-baik saja.
"Ngeliatin Deon latihan? Ngapain? Maksudnya tuh buat apa?"
"Emang gak boleh orang tua ngeliatin anaknya lagi latihan?"
Deon rasa, Papanya mengidap hilang ingatan jangka pendek.
• • • • •
[ n o t e s ! ! ! ]
Hi, I'm baaack!!!
Siapa yang kangen????
Sama gue tapi! Bukan sama Deon!!!!
Berita bagus, kesehatan gue perlahan mulai membaik. Jadi sepertinya gue bakalan aktif lagi seperti saat gue update cewek kalong tiap hari seperti dulu.
Doain ya teman-teman, dan mohon dukungannya.
Kalian juga seneng kan kalo updatenya tiap hari? Hahahaha.
Kalo gitu, minta 1000 likes dan 500 komennya dulu dong.
Langsung gue next.
Terimakasih untuk teman-teman yang setia menunggu cerita ini.
I love you.
Dan setelah memikirkan secara panjang, sepertinya cerita ini akan berakhir di part 35.
Hahahahaha 2 part lagi berarti.
Apakah ada yang request untuk perpanjangan part? Wkwkkw.
Kalo ada, mau sampe berapa?
Jangan banyak-banyak tapi ya!
Dan, jangan lupa buat follow instagram gue di @melanieyjs
Karena gue bakalan update semua kegiatan gue termasuk kepenulisan gue di sana. Dan, gue juga mau ngadain giveaway lagi nih.
Kalian juga bisa upload part kesukaan kalian dari Radeon & Stella maupun cerita gue yang lainnya ke Instagram terus tag ke gue, nanti gue repost;) ehehehe
TerimakasihhhH!
Love, Melanie.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro