Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 31 | The Luckiest - Part 2

"I might be the luckiest person in the world,
if I have you as mine."

• T H E   L U C K I E S T •

Stella tercenung di tempatnya.

Apa yang baru saja terjadi?

"So?"

Suara Deon berhasil menariknya kembali ke kenyataan. Langit di hadapannya kembali berwarna hitam pekat dan bintang bahkan tak terlihat malam ini. Tubuhnya yang semula membeku perlahan mulai melunak dan meleleh melihat tatapan Deon yang entah kenapa terlihat begitu berharap.

"I-itu, Kak..." Entah kenapa malah suara cicitan yang keluar dari mulut Stella.

"No?" tanya Deon, rautnya nampak kecewa.

Cepat-cepat Stella menggeleng. "Enggak, Kak! Bukan gitu!"

"Terus?"

"Itu... anu..."

Kalau tidak mengingat dengan situasi dan posisinya saat ini yang mendebarkan dan bahkan mempertaruhkan harga dirinya, Deon pasti sudah terbahak-bahak dan menarik gadis mungil ini ke dalam pelukannya saking gemasnya.

Seharusnya dia yang ketakutan. Tapi kenapa malah jadi Stella yang ketakutan.

"Nganu.. apaya..."

Pasti cewek itu terkejut sekali mendengar ajakan Deon yang cenderung tiba-tiba tanpa salam dan pembukaan sebelumnya.

Akhirnya, Deon memberanikan diri dan mengabaikan debaran tak karuan yang hampir saja membuat jantunya meledak untuk melangkah maju dan memperpendek jarak antara dirinya dengan Stella.

Stella cekukkan.

"Hik!"

Stella mengerjap selama beberapa kali.

Deon meraih tangan Stella dan langsung dapat mengetahui kalau gadis di hadapannya ini juga tak kalah berdebar dari dirinya, dibuktikan dengan tangannya yang basah dipenuhi keringat dingin.

"Kalo nggak mau, lo boleh lepas tangan gue."

Mata Stella berkaca-kaca mendengarnya.

"Eh? Kenapa..." Deon mendadak panik.

"Aku udah nungguin Kakak ngomong gitu dari lama, terus sekarang Kakak malah nyuruh aku buat nolak? Gitu?"

Deon menghela napasnya panjang.

"Gue nggak bisa egois, Stella. Itu pilihan ada di tangan lo, mau nerima gue atau—"

"Terima!" pungkas Stella. "Aku terima!"

"Wah.." Deon kehilangan kata-katanya, terlebih saat melihat Stella yang begitu menggebu-gebu.

"Apa?!"

Deon tak lagi dapat menahan seulas senyum di wajahnya. "Ya jangan marah-marah juga dong bosku."

Stella cemberut. "Abisan Kakak segala ngasih pilihan buat nolak gitu. Bete banget dengernya."

"Kamu PMS ya?" tanya Deon.

Sekali lagi Stella dibuat tercegang.

Bukan. Bukan hanya karena pertanyaan Deon mengenai dirinya yang sedang PMS itu benar. Tapi apa yang baru saja ia tanyakan soal dirinya? Deon memanggilnya dengan sebutan apa?

"K-kamu?" ulang Stella.

Deon maju selangkah lagi, tak peduli kalau ia harus menunduk untuk melihat Stella.

"Iya, kamu."

"Kamu," gumam Stella pelan.

"Seneng gak?" tanya Deon, sengaja menggodanya.

Stella menggeleng yang membuat Deon mengangkat alisnya.

"Kenapa?"

"Aku baru inget kalo tadi Papanya Kakak ke sini."

Rahang Deon mengeras. "Papa aku? Ke sini?"

Walau ragu, Stella mengangguk pelan. "Pas banget abis kakak pergi."

"Dia—dia ngapain ke sini?"

Stella mendongak sebentar dan dapat melihat dengan jelas ekspresi tegang yang Deon berikan. Jadi, ia memberanikan diri untuk melepas tangan Deon dan balas menggenggamnya.

"Dia nanya aku siapanya Deon," kata Stella, memulai penjelasan.

"Terus kamu jawab siapa?"

"Pacarnya lah!"

Mata Deon langsung terbelalak dibuatnya. "Serius?"

Stella berdecak. "Ya nggak lah, mana berani aku. Kan tadi mah masih tanpa status."

Kok pedes ya.

Yang dapat Deon lakukan hanya meneguk salivanya keras-keras. Sementara Stella kesusahan menahan senyumnya.

"Iya-iya," kata Deon. "Terus?"

• • • • •

5 jam yang lalu.

"Saya Reynaldi Kusuma, Papanya Deon."

Stella terbelalak di tempatnya.

"Pa-papanya Kak Deon?" ulang Stella, masih setengah tak percaya. Sekarang, apa yang harus ia lakukan?

Pria berwibawa dengan setelan jas itu hanya mengulum senyum.

Stella nampak ragu-ragu. "Ada perlu apa ya Om datang ke sini?"

Reynaldi mengubah posisi berdirinya. "Kamu pacarnya Deon?"

"Eh—anu.. belum." Stella gelagapan.

Entah kenapa Reynaldi tertawa mendengarnya. Ia dapat melihat dengan jelas kepolosan dari gadis yang masih mengenakan seragam sekolah di hadapannya ini.

Dan dari gelagatnya, dapat Reynaldi pastikan kalau Stella belum mengetahui permasalahan antara dirinya dengan anak sulungnya itu.

"Tapi, kamu deket kan sama Deon?"

"Lumayan, Om.."

"Saya boleh minta tolong?" pinta Reynaldi.

Alis Stella mengernyit. "Minta tolong apa, Om?"

"Tolong buat Deon berhenti ikut panahan."

"Hah?"

Seratus persen, Stella yakin telinganya sedang rusak.

"Bisa kan?"

"Sebentar-sebentar," pungkas Stella, mengangkat tangan kanannya ke udara. "Ini maksudnya gimana?"

"Saya minta tolong sama kamu, buat Deon berhenti ikut panahan dan fokus sama sekolahnya," ulang Reynaldi.

"Om kan Papanya, kenapa minta tolong sama aku?"

Tepat sasaran.

Di detik berikutnya, barulah Stella yakin kalau orang di hadapannya ini benar-benar Papa Deon. Terlihat jelas dari wajah kelamnya dan rahangnya yang keras saat pria itu terdiam. Tatapan matanya begitu kelam, hingga sesaat membuat Stella entah kenapa merasa takut.

"Jadi, kamu gak bisa?"

Cepat-cepat Stella menggeleng. "Mohon maaf, Om.. bukannya aku nggak sopan. Tapi, Om aja nggak bisa kan minta Kak Deon buat berenti makanya sampe jauh-jauh ke sini minta tolong ke aku? Gimana aku yang minta..."

"Iya, kamu benar." Reynaldi bersiap berbalik. "Terimakasih atas waktunya, Stella."

Kemudian Reynaldi melangkah kembali menuju mobilnya. Namun, saat tangan pria itu tengah memegang gagang pintu masuk mobil, Stella kembali angkat bicara.

"Om!" pekik Stella. "Itu mimpi Kak Deon buat jadi atlet panahan. Kak Deon juga sukses kok jadi atlet panahan. Aku rasa yang perlu Om lakuin sebagai orang tua ya support anaknya—selama hal itu masih positif. Karena, nggak semua yang kita inginkan bisa kita dapetin."

• • • • •

Tangan Deon bergerak begitu saja untuk mengacak-acak rambut Stella dan menarik gadis itu ke dalam pelukannya.

"Pacarnya siapa sih ini?" tanya Deon, gemas.

Stella balas memeluk Deon. "Nggak tau. Kenapa emang? Mau ngajak pacaran?"

"Nggak," kata Deon.

Kepala Stella mendongak dan menatap Deon sebal. "Oh gitu?"

"Mau aku nikahin."

"Ih Kakak mah!"

Deon tertawa, melihat semburat di pipi Stella yang bahkan tetap terlihat meskipun di malam hari. Cewek itu cepat-cepat menunduk dan bersembunyi di dada Deon.

"Makasih udah ngomong gitu," ujar Deon tulus, tangannya bergerak lembut mengelus ujung kepala Stella.

"Ya—iya.. oke," balas Stella, masih gelagapan.

"Kamu penasaran kan?" tanya Deon.

"Soal apa?"

"Soal Papa." Deon melepas pelukannya dan membiarkan Stella berdiri di hadapannya.

Kepala gadis itu kembali tertunduk. "Sedikit."

"Makasih udah jujur. Makasih udah milih diem padahal aslinya mah kepo banget." Deon mencubit gemas hidung Stella. "Nanti kalo udah siap, aku ceritain."

Stella mengangguk polos. "Oke. Kalo udah siap ya."

"Besok jalan mau nggak?" tanya Deon tiba-tiba, langsung mengalihkan topik pembicaraan.

"Ke mana?"

"Ke mana aja, jalan pertama kita sebagai pasangan—"

Brubuk brubuk.

Mata Deon membulat dan bibirnya tak kuasa menahan tawa.

"Suara apaan tuh?!?" ledek Deon.

Stella memukul pelan pundak Deon. "Kakak mah!" tukasnya sebal. "Aku kan aturan lagi makan! Kakak sih nyuruh keluar!"

• • • • •

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro