Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

9. Aku menyukaimu

"Tugas praktek kimia minggu depan adalah Membuat Kaloid, disini ada kotak yang berisi angka yang menentukan kalian masuk kedalam kelompok mana," ucap pak Warsito.

Untuk pertama kalinya dalam pembelajaran yang beliau lakukan. Pak Warsito, membuat sistem kelompok dengan metode seperti arisan atau cabut nomor.

"Pak, bukannya kami sudah ada kelompok ya?" Protes Jihan.

"Iya, tapi kelompok yang kalian pilih sendri itu kerjanya selalu aja selingkuh terus (selalu bekerja sama dengan kelompok lain). Padahal kalian sudah saya bebaskan untuk membuat kelompok sendiri, jadi saya mau kalian maju satu persatu mengambil gulungan kertas di dalam kotak ini,"

Karena tidak mau berdebat dengan guru yang selalu membuat naik darah ini. Kami terpaksa mengambil satu satu kertas di dalam kota yang telah di sediakan oleh beliau.

Melihat teman temanku yang ada di barisan paling depan mengambil gulungan kertas itu, ini saatnya aku mengambil nya. Aku berjalan kedepan kelas menatap lesu pak Warsito yang wajahnya sangat masam itu.

Memasukan tanganku kedalam kotak dan berharap aku bisa sekelompok dengan sahabat ku. Dalam hati aku berdoa,
"Ya Tuhan, semoga aku satu kelompok bareng Fiona, Zee dan Zoya. Aamiin"

Setelah mendapatkan satu gulungan kertas itu. Aku kembali ke tempat dudukku.

"Sudah dapat semuanya? Sekarang buka tanpa ada yang saling tukar. Mengerti!"

Aku membuka gulungan kertas itu, dalam hati aku terus berdoa agar mendapat kelompok yang sama dengan sahabatku.

Kondisi kelas saat itu sangat ribut dengan suara para siswa yang tidak terima harus berpisah kelompok dengan pasangan kelompok mereka.

"3"

Dalam gulungan kertas milikku tertulis angka 3. Aku melihat ke arah sahabatku dengan wajah kusut karena mendapatkan kelompok yang berbeda satu sama lain.

"Sungguh menjengkelkan," gumam Zee sambil meremas potongan kertas itu di tangannya.

Di papan tulis sudah terpampang angka 1 sampai 7 dengan tulisan di atasnya berupa Kelompok.

Disitu pak Warsito menyebutkan kelompok satu dan dia bertanya siapa yang mendapat angka itu, dan beliau menyuruh Zee selaku sekertaris menulis nama nama siapa aja yang masuk dalam kelompok itu.

Dan tiba saatnya pak Warsito menyebut kelompok tiga. Disitu aku mengangkat tangan dan melihat sekeliling kelas untuk mengetahui siapa aja yang masuk kedalam kelompokku.

"Cakra, Arin, Gaon dan Zayn,"

Seketika kakiku menjadi lemas saat mengetahui siapa aja yang ada di dalam kelompokku.

Cakra!!!

Akan ada bencana besar dalam hidupku.

Setelah mengetahui siapa aja yang masuk di kelompok terakhir. Pak Warsito mengakhiri kelasnya.

"Bagaimana bisa!!!" Teriakku.

Ke tiga temanku hanya bisa mengelus pundak ku agar tetap tabah menghadapi bencana.

***

Sepulang sekolah, aku langsung bergegas menuju lapangan parkir belakang. Baru 5 langkah keluar kelas. Di depanku sudah ada seorang anak laki laki yang menyenderkan tubuhnya di dinding sedang menunggu kepulangan ku.

"Ravi? Sedang apa? Gak pulang?"

Ravi mengeluarkan tangannya dari saku celananya dan menghampiriku. Aku melihat raut wajah bahagia cowok itu.

"Mau pulang bareng?" Tawarnya.

Aku menatapnya bingung tanpa bicara. Tumben tumbenan dia mau mengantarku pulang.

"Hei, dia pulang sama gue!" Teriak Cakra dari yang ada di belakangku.

"Ngapain ngajak Arin pulang bareng,"

Cakra merangkul ku seperti seorang kekasih. Tapi aku menolak rangkulannya dan pergi meninggalkan tempat itu segera.

***

"Arin, tunggu gue!"

Gaon mengejarku diikuti Cakra dan Zayn dibelakangnya.

"Kapan kita mulai kerja kelompoknya?" Tanya Gaon.

"Ntah lah, seterah kalian aja kapan!" Jawabku menatap ketiga sekawan itu.

"Hari ini aja bisa? Soalnya hari ini aja kami ada waktu senggang! Gimana?"

"Oke aku ikut aja, dimana? Jam berapa?" Tanya ku.

"Dirumah kamu aja," sahut Cakra.

"Dirumah ku? Gak bisa!" Ucapku lantang menolak kedatangan ketiga cowok itu kerumah.

"Kenapa?"

"Yaudah kalau gak bisa kerumah Zayn aja! Gimana?"

"Tidak bisa, di rumah Cakra aja" elak Zayn yang tak mau ramahnya jadi sasaran.

"Yaudah kerumah Cakra aja gimana?" Tawar Gaon dengan senyumnya lebar berharap Cakra mau.

"Oke,"

"Jam 4 ya"

Cakra menyetujuinya tanpa berfikir panjang.

"Asik, sediakan banyak cemilan ya Cak,"

Cakra hanya mengangguk.

"Yaudah gue duluan"

Zayn dan Gaon pulang duluan meninggalkan ku dan Cakra di parkiran.

"Tau gak rumah ku dimana?"

Cakra mengambil secarik kertas serta pena dari dalam tasnya.

"Boleh pinjam punggung mu?" Izinnya.

Aku hanya mengangguk dan membalikan badanku.

"Nih, itu alamatku. Kalau gak tau, biar ku jemput aja. Mau?"

"Gak usah aku bisa sendiri,"

"Okeh, sampai jumpa nanti sore jam 4"

***

"Mau kemana?" Tanya Bubu yang melihatku turun dari tangga dengan pakaian rapi.

"Mau kerja kelompok Bubu,"

Aku berjalan keluar rumah sambil memperhatikan jam tangan ku yang menunjukan jam 15:55.

"Mau ku antar?" Tawar Amer yang sedang mengelap motor miliknya.

"Gak usah, aku bisa sendiri."

Mengendari sepeda motor Bubu, aku melajukan laju kendaraan Karena takut terlambat. Aku trauma kalau aku terlambat. Bisa bisa hariku akan buruk dibuatnya.

Aku berhenti di persimpangan komplek perumahanku. Membaca alamat yang diberikan Cakra seperti tidak asing.

Komplek Naturalisa, jalan Monalisa, blok 378, no 25.

Aku tidak menyangka kalau aku dan Cakra ternyata satu komplek perumahan. Yaitu Naturalisa. Jadi selama ini aku dan dia tetanggaan?

Walaupun cukup jauh tapi aku tidak pernah tau kalau dia satu komplek denganku.

Berhenti di sebuah rumah berukuran besar bernomor 25. Aku memarkirkan motorku di depan gerbang.

Melihat sekeliling dan memanggil nama Cakra berulang kali.

Tidak menemukan tanda tanda kehidupan di dalam sana aku memutuskan untuk pulang. Tapi tak lama suara gerbang terbuka dan terlihat Cakra ada di balik nya.

"Masuklah, maaf membuatmu lama diluar,"

Cowok itu menyambut dengan suaranya yang candu.

"Masuklah, ini rumah ku"

Aku membuntuti Cakra dari belakang, melihat sekeliling rumah yang sangat indah.

Rumah bergaya keraton itu berdiri gagah dengan ornamen yang begitu megah. Terdapat banyak barang antik di setiap sudut ruangan. Bukan hanya itu terdapat tanaman yang membuat rumah itu benar benar sangat memukau. Terdapat juga patung dan juga wayang di dalamnya menambah kesan keraton.

"Ooh iya, tadi Zayn dan Gaon pergi ke mart, membeli cemilan dan minuman. Stok cemilan ku habis jadi aku nyuruh mereka membelinya. Sekalian membeli bahan untuk tugas," Cakra mengajakku ke halaman belakangnya.

Sebuah taman yang terdapat kolam renang, lapangan basket dan tempat bersantai.

"Duduklah"

Cakra menyuruhku duduk di kursi santai di taman itu.

Aku cuma bisa membisu melihat betapa besar dan megahnya rumah Cakra ini. Tak pernah ku sangka, Cakra memiliki rumah yang sangat antik ini.

"Minumlah," Cakra memberiku sekaleng minuman bersoda.

"Kenapa? Kau tak nyaman?"

Cakra duduk di sampingku, menatap ku kebingungan. Mengira aku merasa tidak nyaman.

"Sepi bukan!" Ucapnya setelah meneguk cola, dia tersenyum tipis. Menatap kearah kolam renang.

"Kakakku sedang keluar dengan teman-temannya. Kalau papa ku, ada perkejaan di Malaysia ntah kapan pulang. Sudah 3 hari aku tinggal sendiri bareng kakakku!"

Seketika aku merasa anak itu kesepian di rumah sendirian.

Aku hanya bisa menatapnya tanpa berkata sesuatu. Membayangkan betapa sepinya rumah tanpa adanya keluarga.

"Makanya, aku kadang suka pergi keluar bareng yang lain. Dirumah sangat sepi menurutku,"

Cakra menghela nafas berat, dia merasa sedikit sedih karena ditinggal sendirian.

"Kalau boleh tanya, d-dimana ibumu?" Tanyaku gemetar.

"Mama?"

Cakra tertawa kecil saat mendengar kata Mama, aku tidak yakin apa yang aku pikirkan saat itu. Aku asal bicara, sampai membuat situasi canggung mengitari kami berdua didalam rumah besar itu.

"Apa ada yang salah dengan perkataan ku?" Tanyaku keheranan.

"Tidak ada, sama sekali tidak,"

Cowok itu menatapku dalam. Membuatku terhanyut dalam tatapan lembut yang dia berikan kepadaku.

Raut wajah Cakra seketika berubah menjadi sangat sedih. Dia menggenggam tangan ku erat.

Cowok itu mengelus rambutku dengan halus. Matanya berubah menjadi merah, karena harus menahan tangis.

"Mama pergi," ucapnya pelan.

Saat itu tenggorokanku terasa seperti tersekat. Merasa sangat bersalah telah mengatakan hal itu.

"Kuharap, kau juga tidak pergi seperi mama,"

Tangan Cakra mulai menyentuh pipi cabi ku dengan tatapan yang masih sama.

"I was jealous to see you with another man,"

Aku terkejut dengan apa yang diucapkan Cakra barusan. Dengan cepat aku memalingkan wajahku tak ingin menatap kedua mata cowok itu.

"Aku menyukaimu!"

Sungguh pengakuan yang begitu mendadak. Membuatku tak bisa berkata kata dibuatnya. Aku bahkan tak mampu menatap wajahnya. Di dalam lubuk hatiku. Aku berharap semoga Zayn dan Gaon segera kembali.

"Aku tidak suka kau dekat dengan Amer, Ahmed, Ravi, terutama Ravi dan Amer. Aku sangat cemburu melihatmu menerima kamera pemberian Ahmed. Sedangkan kau menolak kamera pemberianku,"

Saat itu aku merasa kondisi sedang tidak kondusif. Aku memutuskan untuk kembali pulang.

Baru saja mendapat sekitar 7 sampai 8 langkah. Aku melihat dari balik pintu Zayn dan Gaon berjalan kearah taman dengan beberapa tas belanjaan yang mereka bawa.

Dengan senyum bahagia mereka berdua menghentikan ku yang berniat untuk pulang.

"Arin!!!"

Gaon dan Zayn melambaikan tangan kearah ku, menyambut dengan gembira.

"Ku kira lo bakal tersesat saat mencari rumah Cakra!"

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro