8. Stay With Me
"Gimana cara ngungkapin perasaan ya Zee,"
Zee hanya tersenyum lebar melihat ucapan temannya yang sedang baring di kasur miliknya.
Malam ini kami berempat melakukan pesta piama di ramah Zee. Zoya dan Fiona sedang membaca novel di pojokan sambil mendengar musik nyaring. Sedangkan aku dan Zee asik baring sambil nonton drakor The Heirs, yang tidak bosan bosan kami tonton berulang kali.
"Ya, ungkapkan aja! Gitu aja repot. Tinggal bilang aja susah,"
Zee bangun dari tempat tidur dan pergi ke meja yang penuh dengan cemilan.
"Gini ya, tinggal bilang aja. Kamu suka aku gak. Kalau gak suka bye,"
Seketika Fiona dan Zoya tertawa terbahak bahak mendengar jawaban yang di berikan oleh Zee.
"Mau ngungkapin ke siapa lo? Ke Lucas atau Xiao Jun?" Seru Fiona.
"Bukan,"
"Ooh, aku tau siapa,"
Zoya menjatuhkan tubuhnya ke tempat tidur berbaring tepat disamping ku. Cewek itu menjauhkan Laptop dari hadapanku dan mulai berbicara panjang lebar soal percintaan.
"Gini ya Rin, dari pada lo pendem perasaan mending lo ungkapin aja seperti saran Zee tadi,"
Zee mengangguk saat Zoya menyetujui saran dari Zee.
Dengan cermat Fiona yang sedari tadi diam di pojokan mulai tertarik dangan pembahasan ketiga temannya yang ada di ranjang sedang asik bicara.
"Bilang aja ke Ahmed gini, kamu suka gak sama aku, kalau gak suka bye, enak kan,"
Aku menatap kedua temanku dengan serius.
"Tapi, mau di taruh dimana muka ku,"
Aku menjitak kepala kedua temanku itu cukup keras karena memberikan masukan yang tidak masuk akal sama sekali di diriku.
"Rin, tapi lo tu cantik. Kenapa masih ngarep sama Ahmed yang gak pernah ngasih lo kesempatan!" Seru Fiona.
"Benar tu Rin, lo itu cantik, imut, kenapa ngarep Ahmed jadi milik lo," tegas Zee.
"Ya mau gimana lagi Na, Zee, cinta itu buta. Kita hanya melihat orang yang kita cintai tanpa melihat orang yang mencintai kita," ucapan Zoya mewakili kondisi ku saat itu.
Cinta itu buta, kita hanya akan melihat orang yang kita cintai dan tidak tau kalau ada banyak orang yang mencintai kita.
"Ya sama kan kek Gaon. Yang sangat mencintai Fiona, walaupun sudah di tolak beberapa kali,"
Percakapan kami lanjut sampai membahas Gaon yang selalu mendapat cinta sepihak dari Fiona.
"Ya dari pada kamu! Third sudah berulang kali minta maaf memohon agar gak putus. Tapi gak kamu gubris. Jahatan mana kamu sama aku. Kita gak ada bedanya tau,"
Yang awalnya aku hanya meminta saran, malah menjadi perdebatan yang tak henti di antara kedua temanku ini.
"Sudah, sudah, dah malam. Tidur! Besok aktivitas kita padat!"
***
Pagi yang cerah, saat melihat mata Ahmed dari kejauhan sedang memotret anak basket kala itu.
Senyumku terpancar saat mendapatkan foto anak laki laki itu.
"Sungguh tampan,"
Sebuah bola basket terbang ke arahku dengan cepat, untungnya kepala ku tidak terkena bola besar itu.
"Lo gak papa,"
Cakra berdiri tepat di hadapanku memegang bola basket itu di tanganku.
Sorot mata semua orang tertuju kepadaku tak terkecuali Ahmed dan Amer yang kala itu sedang berlatih untuk pertandingan pekan olah raga.
"Arin, gak papa," Amer memelukku dengan rasa khawatir. Terdengar suara detak jantungnya yang tak menentu.
"Aku gak papa Mer," kataku
Aku cepat cepat melepas pelukan kembaran ku itu agar orang orang tidak mencurigai ku sebagai pelakor.
Tapi di tempat itu, terlihat Febby dan dua temannya memasang wajah kebencian kepadaku Tak terkecuali Cakra yang menolongku.
Berkat Cakra, kepalaku tidak terbentur oleh bola basket yang di lempar oleh Amer tanpa sengaja.
Terlihat saat itu, Cakra sangat marah kepada Amer yang melempar bola. Dengan kasar Cakra menjauhkan tubuh Amer dari hadapanku.
Cakra menatap tajam kearah Amer begitu juga Amer. Dia tau dia salah, tapi kenapa Cakra ikut Campur dengan urusannya dan kembarannya itu.
Aku lupa, kalau Cakra gak tau kalau Amer adalah kembaran ku.
"Amer, sudah lah," aku mendorong tubuh kembaran ku itu menjauh dari hadapan Cakra yang marah.
Sementara Febby yang terlihat siap menyerang tanpa ampun, melihat pacarnya memeluk wanita lain yang selalu dia anggap sebagai pelakor itu.
"Mer, jangan berlebihan," bisikku.
Karena perbandingan tubuh kami yang sangat jauh. Aku menjinjitkan kakiku untuk membisikan aku baik baik aja dan menyuruh dia agar tidak bertindak berlebihan di muka umum. Karena aku gak mau semua orang menganggap ku perusak hubungan orang.
***
"Rin! Kamu gak papa?"
Pertanyaan itu muncul dari mulut Ahmed yang saat itu memimpin rapat ekskul. Dia menatapku dalam solah olah dia sangat mengkhawatirkan ku.
"Ada apa? Kak Arin sakit?" Tanya Sinta.
"Ooh, enggak kok, aku gak sakit," elakku.
Ahmed hanya terdiam dan itu memicu ucapan Dirham yang sepontan membuat semua orang terkejut di buatnya.
"Sepertinya kita punya pasangan baru nih,"
Prak!!!
"Kita sedang rapat sekarang! Jangan main main" ucap Ahmed keras hingga membuat jantung rasanya sedang berdisko.
Seisi ruangan seketika terdiam, menunduk dan tak bisa berkata kata lagi.
Selang beberapa detik, Ahmed keluar dari ruangan dengan wajah datarnya yang sangat menyeramkan. Untuk pertama kalinya aku melihat Ahmed seperti itu.
"Rin, lo pacaran sama Ahmed," bisik Dirham penasaran.
"Enggak, aku gak pacaran sama Ahmed," Ucapku meyakinkan Dirham kalau aku tidak memiliki hubungan dengan Ahmed, walaupun aku sangat mengharapkan itu.
"Seterah lo deh,"
***
"Hai, pelakor"
Febby berjalan kearahku dengan tatapan kebenciannya.
"Gue gak nyangka ya, masih aja lo dekat dekat sama pacar gue,"
Cewek itu menarik rambutku, dengan kasar dia mendorongku hingga tubuhku menyentuh dinding.
Bersama dengan teman temannya, cewek itu mengambil kamera ku. Dan yang lebih parah lagi, dia berulang kali menamparku.
Saat itu aku gak bisa melawan. Tubuhku di pegang oleh Sindi dan Rara. Mereka membawaku kedalam gudang di belakang sekolah. Gudang itu terkenal akan keangkeraan nya. Dimana di ceritakan bahwa ada mayat bunuh diri didalam sana.
"Dari kemarin aku sudah sabar melihatmu terus terusan dekat dengan Amer, namun kali ini aku suda tidak bisa menahan nya lagi,"
Cewek itu menyoret nyoret wajahku dengan lipstik merah miliknya. Dan menyiramkan air dan tepung ke kepalaku.
Mataku merah, hatiku rasanya seperti di sayat sebuah pisau.
Ini kali pertama aku di bully disekolah karena dianggap sebagai pelakor.
"Ini akibatnya kalau mencoba merebut Amer dari ku!"
Setelah melakukan hal jahat kepadaku. Mereka bertiga memotretku dengan kamera ponsel mereka dan juga kamera miliku yang di pegang oleh Rara.
Aku menangis disitu. Hatiku sangat sakit. Apa salahku. Aku hanya dekat dengan kembaranku. Itu kali pertama aku melihat Amer memperlihatkan kasih sayangnya kepadaku.
Tapi emang salah sih, gak ada yang tau kalau kami ini sebenar nya kembar. Itu salahnya.
"Ingatlah satu lah! Jangan pernah kau dekat dekat lagi dengan Amer. Mengerti!"
Suara tertawa Febby dan teman tamannya terdengar sangat puas.
Cewek itu memegang dagu ku, menatapku tajam. Disini aku melihat dia seperti sedang kerasukan roh jahat yang ingin aku kesakitan. Terlihat jelas di dalam matanya dia menaruh dendam kepadaku.
Aku hanya meneteskan air mataku, dengan tubuh tak berdaya. Menatap mereka bertiga berdiri di hadapanku.
Prak!!!
Terdengar suara lemparan batu dan itu seketika membuat Febby, Rara dan Sindi berteriak ketakutan dan berlari keluar gudang. Mengingat tempat ini banyak hantunya.
Aku pun sangat ketakutan. Karena aku percaya hantu itu ada.
Aku berusaha melarikan diri dari gudang itu. Tapi tiba tiba ada tangan yang meraih tubuhku membantuku berdiri.
Ya, kutemukan Ahmed disana. Dia membantuku keluar dari gudang.
Tubuhku yang kotor akibat siraman tepung dan lipstik membuatku malu saat berhadapan dengan Ahmed.
"Kau baik baik saja?" Tanya Ahmed sembari membantuky membersihkan kotoran di wajah ku.
Aku hanya terpaku melihat Ahmed begitu peduli kepadaku. Melihatnya membantuku membersihkan tepung di rambuku dengan sapu tangannya, seketika jantungku rasanya sangat berdebar debar.
Dirasa kurang cukup hanya dengan kain sapu tangan cowok itu pergi mengambil air itu untukku.
"Stay Whit Me," pintaku yang memegang kerah lengannya yang dia lipat seperdelapan.
Cowok itu terhenti sejenak untuk melepaskan tanganku dari bajunya. Dia pun pergi meninggalka ku sendiri di kursi didepan gudang.
Air mataku terjatuh, melihat orang yang ku butuhkan saat ini pergi meninggalkan ku sendiri.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro