7. Kick Back
"Arin!"
Melihat Gaon melambaikan tangannya kearah ku dari kejauhan.
Perasaanku tidak enak saat melihat cowok itu berlari ke arahku.
Suara nafas berat yang terdengar dari mulutnya yang tersenyum lebar kearah ku.
"Hallo!"
Sapa nya setelah mengatur nafas nya yang terengah-engah. Melihat nya menyapaku dengan suara yang segar.
"Ada apa?"
Menatap kedua matanya dengan cermat, hingga aku merasakan sesuatu yang membuatku terpukau olehnya.
Mata Gaon tajam, di pertegas dengan alis tebal yang sangat cantik.
Cowok itu tersenyum kearah ku, menatap mataku dan melihat kearah kamera yang ku gantung di leherku.
"Bawa kamera?"
Gaon bergegas menggenggam tanganku, cowok itu menarik tanganku, berlari ke halaman belakang sekolah.
Pandangan ku berubah seketika, melihat sekelompok pemuda dengan pakaian sekolah yang lengkap dengan Jas serta rompi mereka.
Siapa lagi kalau bukan Cakra dkk, mereka menyuruh Gaon untuk memanggil ku karena mereka ingin mengambil gambar bagus dengan kamera milikku.
"Cepat, ambil gambar kami"
Gaon memintaku bergegas memfoto mereka yang terlihat tengah berpose di depanku.
Aku melongo keheranan melihat pose yang dilakukan ke lima orang itu.
"Rin! Jangan diam aja, cepat foto kami!"
Suara Guntur yang cempreng membuatku tertawa kecil sambil mengambil kamera dan memulai memotret mereka.
"Sebentar dulu!" Ucapku sebelum memotret.
Kelima cowok itu kebingungan. Padahal mereka sudah berpose dengan sebaik mungkin.
"Ada apa?" Teriak Guntur.
"Satu kali foto 50ribu ya,"
"Eh--"
Aku memotret mereka dengan cepat dan banyak, sebelum mereka berpose dengan benar.
Setelah mengambil banyak foto dalam sekali jepret aku mendapatkan banyak foto tak siap mereka dan langsung pergi meninggalkannya.
Mereka tak mengejarku karena itu akan sangat memalukan mereka kalau dilihat oleh adek kelas. Dimana harga diri mereka di taruh saat adik kelas melihat mereka mengejar seorang wanita hanya untuk meminta mereka memfotonya.
***
Mengabaikan kejadian tadi, aku bergegas ke ruang ekskul fotografi. Di sana hanya terdapat Ahmed dan Dirham. Ketua dan wakil ketua ekskul yang aku ikuti itu.
"Arin, kemari" panggil Ahmed yang melihatku membuka pintu.
"Ada apa?" Dengan perasaan deg degaan, aku menghampiri kedua cowok itu yang tengah sibuk berdiskusi.
Secarik kertas di tangan mereka masing masing yang berisi sebuah laporan untuk tugas akhir yang akan di kumpul sebelum lulus.
"Sudah nyicil laporan?" Tanya Ahmed lagi.
Di dekat Ahmed rasanya hatiku berbunga bunga mengingat dia cowok pertama yang aku suka di sekolah sampai sekarang. Tapi aku tidak bisa mengakui perasaanku kepadanya karena takut jika aku mengungkapkannya, dia akan menjauh pergi dan hubungan kami di sini menjadi renggang. Kan gak lucu hubungan pertemanan satu ekskul renggang hanya karena perasaan suka.
"Laporan? Aku sudah menyicilnya. Tapi sepertinya masih banyak yabg kurang" aku duduk di atas meja menatap Ahmed dalam.
Ahmed, cowok yang keren menurutku. Ntah mengapa aku bisa suka dengannya pada pandangan pertama. Saat itu aku dan Ahmed satu kelompok saat masa orientasi dan kami kerap di pasang pasangkan dengan kakak pembina waktu itu, karena menurut mereka kami berdua cocok untuk menjadi pasangan.
Disitulah awal mula aku menyukai dia tapi, aku rasa Ahmed tidak menyukaiku sebagai orang yang spesial tapi menyukai sebagai seorang teman yang bisa diajak kerja sama.
"Mau ku bantu?" Tawar Ahmed.
Seketika aku tersadar dari lamunanku karena suara jentikkan jari Dirham yang cukup keras.
Ahmed dan Dirham hanya tersenyum kecil melihat ekspresi ku yang kebingungan.
"Ngelamun aja? Suka lo sama Ahmed?" Pertanyaan Dirham langsung membuat kedua pipiku memerah karena malu.
Cowok itu kenapa harus bilang seperti itu di depan Ahmed. Aku kan jadi salah tingkah. Tapi untungnya ada suara ketukan pintu dari luar dan memanggil nama ku.
"Arin,"
Seorang gadis membuka pintu ruangan itu.
"Rin, bisa bantu gue?" Chika datang menyelamatkan ku.
Cewek berambut pendek itu meminta pertolongan yang bisa ku jadikan kesempatan untuk kabur dari situasi canggung ini.
"Gue pergi dulu!"
Aku menarik tangan Chika dan mengajaknya cepat pergi dari ruang ekskul itu.
"Sepertinya Arin suka sama lo,"
Ahmed hanya tersenyum tanpa mengatakan apa apa, seakan tidak tertarik dengan apa yang di katakan Dirham kepadanya. Padahal yang di katakan Dirham bisa saja mewakili ku untuk tahu apa Ahmed menyukaiku balik apa tidak.
***
Setelah membantu Chika, aku berjalan menuju kelas. Di tengah tengah perjalanan aku memotret apapun yang menarik perhatianku tak terkecuali langit biru yang sangat terang di luar sana.
"Cantik sekali,"
Terdengar suara keributan dari arah kelasku yang berjarak 3 kelas dari tempatku berdiri.
Mendengan keributan itu aku tak heran karena itu pasti konser dadakan Cakra dkk yang selalu di gelar di waktu senggang sebelum kelas musik di mulai.
Tak jarang suara mereka mengundang guru yang lewat, dan mereka mendapat poin karena nya. Ya mau gimana lagi. Kan sudah disediakan ruang musik khusus pelajaran musik tapi mereka tetap aja bernyanyi dan memainkan musik di dalam kelas. Dasar bodoh.
Suara Gaon dan Cakra mendominasi saat itu. Terdengar alunan gitar yang dimainkan Zayn di tambah teriakan gak jelas Third dan Guntur membuat mereka merasa sedang di atas panggung besar.
See you again milik Wiz Khalifa feat. Charlie Puth menjadi lagu pilihan Gaon dan Cakra di konsernya kali ini.
Suara merdu Gaon dengan nada tinggi yang dia mainkan dan rap Cakra yang apik. Membuat hidup suasana kala itu. Semua orang di dalam kelas menikmati perfoma mereka dengan hikmat.
Dikelas yang Ribut, disitu juga ada ketua kelas yang kewalahan menghadapi tingkah temannya itu.
Faras saat itu sudah beberapa kali mengingatkan Cakra, Gaon dan Zayn agar tidak membuat keributan tapi apalah daya. Bukannya nurut tapi Cakra dkk malah semakin menjadi.
"Cakra, sudah nanti aja nyanyinya, Gaon, nanti aja di ruang musik, Zayn kumohon berhenti," ucapan Faras tak di hiraukan membuat mata Faras berkaca kaca hampir menangis karena kelakuan teman nya itu.
"Cakra, Gaon, Zayn!!! Hentikan emang ini sekolah milik bapak mu apa!?" Teriak Faras yang sangat marah.
Mendengar teriakan keras dari Faras, Cakra dkk makin menjadi. Memang mereka menghentikan konser mereka sejenak. Tapi kata kata yang mereka ajukan kepada Faras sangatlah membuat hati pendengarnya sakit tak ketulungan.
"Gue gak salah denger?" Teriak Cakra yang menghampiri Faras. Cakra menatap sombong sambil menepuk pundak ketua kelas itu pelan. Membuat Faras makin ketakutan.
"Zayn!" Ucap Cakra sambil nyengir menatap mata temannya.
Zayn dan Gaon menghampiri Faras. Mereka berdua hanya bisa menghela nafas berat.
Guntur saat itu tidak melakukan apa apa. Sebagai wakil ketua OSIS seharusnya dia tidak membuat ulah seperti mengadakan konser di kelas. Dan tidak membiarkan teman nya itu menggoda Faras.
"Apa lo lupa gue siapa? Ini sekolah gue, denger gak!" Bisik Zayn di telinga Faras. Sangking ketakutannya mata Faras menjadi merah menahan tangis nya.
Kalau ada hang bilang,
"Emang ini sekolah milik bapak lo" kepada Zayn dan teman temannya. Pasti orang itu akan sangat santak mendengar ucapan yang akan keluar dari mulut mereka. Mengingat kalau sekolah Cendikia di bawah 3 yayasan besar. Dan dua diantaranya di pimpin olah keluarga Gaon dan Zayn. Bahkan posisi direktur sekolah saat ini dipegang oleh pamannya Zayn. Kakak dari ayahnya Zayn.
Jadi gak salah kalau sekolah ini adalah milik Zayn bukan. Kalau mau pun Zayn bisa mengambil alih sekolah ini suatu saat nanti.
Konser berlanjut hingga suara bel masuk tidak terdengar di telinga anak yang berada di kelas itu.
"Hei, hei, hei,,," terdengar suara Kak Kino yang berdiri di depan meja sambil mengetuk keras meja dengan spidol miliknya.
Seketika kelas menjadi hening seperti kuburan. Cakra dan Gaon langsung diam menatap kak Kino dengan sangat.
"Cepat simpan gitarmu!"
Kak Kino menunjuk Zayn dengan spidolnya menyuruh anak itu menyimpan gitar yang dia mainkan tadi.
Semua pandangan tertuju ke kak Kino yang beranjak dari tempatnya menghampiri kursi Cakra dkk.
Kak Kino mengambil sapu di tangan Third yang dia jadikan sebagai gitar bohongan secara paska. Dan juga spidol yang di jadikan mik oleh Cakra dan Gaon.
Tak hanya itu, Kak Kino juga mengambil Gitar milik Zayn.
Dengan tatapan datar penuh amarah, Kak Kino mencoba merebut gitar itu dari tangan Zayn yang sedari tadi dia pegang.
Belum sempat mengambilnya, Cakra mendorong Kak Kino agar tidak mengambil gitar itu.
"Ya jangan kurang ajar kamu!" Teriak kak Kino sontak menyulut amarahnya.
"Saya gak kurang ajar sama kamu," Cakra menatap tajam mata kak Kino yang sedang terpancing amarahnya.
"Beraninya kamu ngomong aku kamu sama saya," amarah Kino memuncak.
"Baiklah kak Kino,"
Cakra kembali ke tempat duduknya mengambil partitur di atas mejanya dan melangkah keluar kelas diikuti teman sekelasnya termasuk aku.
"Siapa suruh keluar?" Teriak kak Kino.
Langkah kaki kami semua seketika berhenti. Yang tadinya mau keluar menuju kelas musik harus tertunda.
"Mau kekelas musik!" Seru kami semua.
"Tidak ada kelas musik disana. Sekarang kalian belajar disini"
Bukannya setelah ini kelas musik? Dan Kak Kino itu kan yang menggantikan pak Ridwan mengajar kelas musik? Kenapa tidak di izinkan nya kami ke kekelas musik.
"Hari ini kalian hanya mencatat materi apa yang saya berikan,"
Seketika ucapan kak Kino menjadi amarah teman sekelas ku. Kelas musik yang diadakan seminggu sekali sangat di nantikan para siswa karena mereka bisa bersenang senang. Malah di alihkan dengan materi yang harus di tulis.
Baru pertama kali selama belajar musik, kami harus menyatat materi yang tak biasa kami lakukan dengan pak Ridwan.
Kami bahkan tidak memiliki buku catatan sama sekali untuk kelas musik. Kami hanya mempunyai buku paket dan Partitur yang selalu kami bawa selain alat musik.
Sangat aneh sekali.
Ini pun membuat Cakra dkk sangat kesal dan keluar dari kelas melapor ke kepala bidang studi bahkan Zayn menelpon pamannya.
"Kami tidak pernah menginginkan kelas musik seperti ini. Aku tidak akan membiarkan kamu merusak kesenangan kami. Aku pun gak akan membiarkanmu mengajar musik sekolah kami lagi." Zayn saat itu sangat marah benar benar marah.
Sedangkan Kak Kino hanya bisa tersenyum kecut mendengar ucapan Zayn dengan suara yang berubah menjadi berat dan mengancam.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro