38. Walk you home
Liburan yang sangat menyenangkan. Aku mencetak beberapa foto yang ku ambil waktu liburan kemarin dan memasukan nya kedalam album foto. Wajah penuh bahagia terpancar di dalam foto itu, tak ada sama sekali terlihat kesedihan di dalam foto itu.
Dirham mengambil album foto yang ku pegang dan melihat isinya, "Wah, kalian pergi berlibur!" Ucap cowok itu kagum, sembari melihat lihat.
"Kenapa gak ajak aku!" Seru Dirham kesal.
Aku mengerutkan dahi ku menatap cowok itu dengan ekspresi heran, "hello! Emangnya kamu siapa?" Ujar ku.
Dirham mengabaikan perkataan ku, "ada Ravi juga nih, mereka dah baikan?" Tanya Ravi terkejut saat melihat foto kami semua yang tengah menikmati pantai.
Aku mengangguk, "Iya, Ravi, Amer, Cakra dkk, Arin dkk juga ikut." Seruku sambil menunjukan foto foto kami yang lainnya.
Ekspresi wajah Dirham terkagum kagum melihat kedekatan kami, "Wow, kau emang cewek membawa keberuntungan. Sejak kamu jadi pacar Cakra. Semua berubah, dari nilai hingga hubungan persahabatan yang membaik. Kau emang terbaik lah," puji Dirham.
Waktu itu seluruh anggota berada di ruangan termasuk Ahmed yang tengah membuat laporan.
"Med, coba lihat! Arin makin cantik aja nih," Goda Dirham sambil menunjukan fotoku bersama Cakra.
"Jelas lah makin Cantik, siapa dulu cowoknya? Pangeran sekolah ya jelas cantik lah!" Timpal Dirham memanas-manasi Ahmed yang terlihat gelisah.
Terlihat kegelisahan di wajah Ahmed yang tak tau sebab nya. Dirham yang tadi terus menerus menggoda temannya itu bertanya tanya apakah dia baik baik aja.
"Ahmed? Lo baik baik aja?" Tanya Dirham panik.
Ahmed menatap Dirham panik, "Habislah kita!" Ujar Ahmed yang membuat Dirham penasaran.
Dengan cepat Dirham melihat isi laptop Ahmed yang kosong, "kemana laporannya?" Tanya Dirham sambil mengutak-atik laptop milik Ahmed.
"Tadi habis pembaharuan, terus kehapus semua!" Jawab Ahmed lemas.
Laporan yang sudah dia kerjakan selama liburan kemarin harus lenyap karena pembaharuan. Sudah menghabiskan banyak waktu untuk menulis laporan tugas nanti malah hilang tanpa jejak.
"Astaga! Gak papa, kan sudah dimasukan ke flashdisk kan?" Tanya Dirham berharap.
Ahmed menggeleng mengatakan tidak, "kukira kamu yang nyimpan?" Tanya balik Ahmed yang membuat Dirham frustasi.
"Ya tuhan, kenapa kamu lupa masukan ke flashdisk sih! Jadi sekarang gimana? Laporan kita!" Ucap Dirham resah. Dia gak tau harus gimana lagi. Dia harus mengulang dari awal laporan itu.
"Ck, ck, ck, bisanya gak disimpen di flashdisk." Ujarku melangkah pergi dari ruangan.
Belum sampai di depan pintu, pintu itu sudah dibuka duluan oleh Zayn yang sedang mencari Dirham karena suatu hal.
"Assalamulaikum," salam Zayn yang dengan santai masuk menghampiri Dirham.
"Waalaikumsalam," jawabku.
Zayn melotot kearah Dirham dan Ahmed yang masih frustasi dengan laporannya yang hilang.
"Ham gue butuh bantuan lo, hm, kalian berdua kenapa?" Tanya Zayn bingung.
Dirham menjambak rambutnya pelan, "gak papa, Cuma nih laporanku hilang karena pembaharuan. Maka belum di simpan di flashdisk lagi!" Jelas Dirham.
"Sini gue liat!"
Zayn melangkah mendekat dan mengambil laptop milik Ahmed. Cowok itu mengutak atik laptop itu serius.
Selang beberapa detik Zayn mengembalikan laptop itu ke Ahmed, "sudah kembali, ayo cepat Ham!" Seru Zayn yang membawa Dirham dengan cepat.
Ekspresi wajag Ahmed sangat terkejut dia heran bagaimana bisa laporan yang tadi hilang bisa kembali lagi.
"Rin, lo dicariin Cakra tu, dia ada di perpus!" Kata Zayn saat melewatiku.
***
Perpustakaan, tempat yang sangat aku suka tapi tidak dengan belajar. Ya walau gak suka belajar aku harus belajar karena sudah kewajiban. Jika gak belajar nilaiku akan anjlok dan membuatku hidup dalam latihan militer setiap harinya tanpa henti dari Ayah dan Bubu.
Sebelum masuk aku menunjukan tanda pengenal sebagai siswa di dalam sana. Aku memotret suasana perpus yang sangat ramai di penuhi anak kutu buku.
"Arin? Tumben lo ke perpus?" tanya heran El si ketua OSIS.
Aku melengah kearah ketos yang ada di sampingku, "eh El, apa kabar?" Tanyaku lagi.
"Hmm, baik aja, kalau lo?"
"Gue baik juga kok," tuturku dengan mata menjelajahi seisi perpus yang besar.
"Cari siapa?" Tanya Elnsambil ikut melihat sekeliling perpus.
Dari kejauhan terlihat Cakra sedang duduk di lantai dua perpus sendirian dengan buku komik yang dia baca.
Pandangan ku hanya tertuju kepada Cakra dan aku mengabaikan El yang tengah berbincang denganku,"Cari Cakra!" Aku berjalan menuju lantai dua untuk mengejutkan Cakra.
"Dor!!!" Kagetku.
Cakra terlihat sangat fokus dengan komik yang dia baca dan tidak terkejut seperti ekspetasiku.
Aku duduk di depannya sambil menaruh kameraku diatas meja. Terlihat cowok itu mengabaikanku terus menerus. Hingga aku memasang wajah ngambek yang membuat pipiku terlihat menggembung.
Cakra tersenyum saat melihat pipiku menggembung dan memerah, "aduh Chagiya, kamu imut banget sih!" Puji Cakra sambil mencubit kedua pipiku dengan gemas.
Senyum cowok itu membuat ku merasa sangat senang. Ntah mengapa aku belakangan ini sangat dimabuk senyum milik Cakra.
"Kau sedang baca apa?" Tanyaku sambil melihat isi komik yang dia baca.
Cowok itu menatapku dan sesekali melihat ke komik yang dia pegang, "ini? Hmm, Komik doraemon," ujarnya datar dan melanjutkan membacanya.
"Hmm, kukira apa tadi, sekalinya doraemon!" Ucapku sebal.
Cakra menatapku sinis, "enak aja bilang cuka komik doraemon. Lihat ni!" Cakra menunjukan isi komik itu yang menggunakan bahasa Jepang. "Lihat tulisannya! Pakai bahasa apa? Bahasa Jepang tau!" Lanjutnya sambil memutar bola matanya sinis.
Aku mencabikan bibirku melihat wajahnya sinis, "terus gue harus bilang wow gitu!" Cibirku lalu pergi dari hadapan cowok itu yang terus mengabaikanku.
Berkeliling perpustakan bukanlah hal yang membosankan. Aku sangat senang bisa menikmati suasana yang tak pernah ku rasakan di tempat lain. Aroma buku yang membuat ku bersemangat menjadi bahan energi ku agar aku betah disana.
Melihat buku buku yang tersusun rapi dan juga ornamen ruangan yang sangat indah membuat tanganku gatal ingin terus memotret.
Terdapat tumpukan buku yang tak beraturan menjadi pusat pemotretanku selanjutany, terlihat dari kamera ada seorang anak laki laki dengan senyum nya menatap kamera sambil menaruh dagunya di atas tumbukan buku itu.
"Cepat foto!" Suruhnya agar aku memotret nya.
Dengan senang hati aku memotret dia dengan di latar belakangi banyak rak buku yang tersusun sejajar.
"1, 2, 3!"
Cekrek!
Aku mendapatkan potret tampan anak itu bak seorang pangeran kerajaan.
"Ganteng banget pacar gue!" Ucapku sambil mengagumi hasil jepretan ku.
Cakra tersenyum manis melihat foto nya yang begitu indah, "bener sekali, pacar tuan putri Arin ya Ganteng lah, bukan ganteng lagi. Tapi, ganteng banget!" Pujinya dengan sangat percaya diri.
***
Pelajaran terakhir hari ini telah usai. Cakra yang bertukar duduk dengan Fiona terus menerus menatapku dari awal hingga akhir pelajaran.
"Cak! Berhenti menatapku! Ayo pulang!" Suruhku sambil memasukan buku kedalam tas ku.
Cowok itu terus menerus tersenyum kepadaku. Selang beberapa detik, dia berdiri. Menggandeng tasku dan tasnya di pundaknya serta menggenggam tanganku. Dia membawaku keluar dari kelas menuju sebuah restoran di dekat sekolah yang menjadi pusat nongkrong anak anak sekolah.
Kami memesan minuman dingin dan melihat lihat hasil foto saat liburan kemarin yang kumasukkan kedalam album foto.
"Kayak foto prewedding kan!" Ujarnya sambil menunjuk foto kami berdua yang berfoto bersama.
Aku tersenyum melihat wajah Cakra yang begitu bahagia.
"Aku kan membuatmu bahagia," gumam ku dalam lamunan.
Cakra menatapku heran, "aku juga!" Ujarnya sambil mengelus rambutku lembut.
Kami melihat satu persatu foto yang telah ku cetak, bahkan kami tertawa melihat foto kami terjatuh saat main wahana banana boat.
Di tengah tengah tawa kami, Cakra seketika terdiam. Cowok itu menunduk saat seorang wanita berjalan mendekat.
Aku melengah kebelakang dan melihat bu Kartika dengan senyumnya berjalan mendekat.
"Hallo bu," sapa ku melihat bu Kartika sudah berada di samping kami berdiri menatap kami berdua dengan senyum yang begitu segar.
"Hallo Arin, Cakra," Bu Kartika menyapa kami dan terus memperhatikan Cakra yang terdiam menunduk dengan senyum getirnya beliau menatap Cakra dengan penuh kasih sayang, "kalian sedang berkencan?" Tanya Bu Kartika yang terus menatap Cakra.
Aku tertawa kecil saat mendengar perkataan bu Kartika, "eh'he, kami cuma mampir buat minum sambil melihat hasil foto kami!" Ujarku.
Bu Kartika melihat foto foto kami saat di pantai kala itu, beliau tersenyum dengan mata berkaca kaca.
"Ooh gitu, di lanjut. Ibu mau kedalam dulu!" Bu kartika menaruh foto yang dia lihat tadi dan berjalan menuju dalam restoran.
Aku melihat punggung bu Kartika yang terlihat sangat indah masuk kedalam ruangan, "Bu Kartika pemilik restoran ini?" Tanyaku kepada Cakra yang masih menundukkan pandangannya.
Tangannya menggenggam erat kertas foto itu hingga remuk. Satu detik kemudian Cakra menyuruhku untuk cepat cepat membereskan foto yang beramburan di meja, "cepat simpuninnya. Nanti kalau kita telat pulang habis aku di tangan pak Anjas!" Ucapnya
Kami berjalan keluar, disitu dia terlihat bisa bernafas dengan lega. Wajahnya kembali ceria dari yang tadi membeku seperti es di kutub utara.
Cakra membantuku memasangkan helm dan membantuku naik kemotornya.
Dia memperlambat laju kendaraanya, bilang Cakra dia gak mau cepat cepat ngantar aku ke rumah. Dia ingin mengabiskan waktu bersama hanya berdua saja. Tapi walaupun dia mengendarai motornya dengan kecepatan rendah dan memutari jalan sebanyak dua kali, dia juga ujung ujungnya sampai di rumahku.
Cakra mengantarku hingga kedalam rumah, terlihat dia berbincang dengan Bunda dan Ayah yang tersambung dengan video call di ponsel milik Bunda.
Di panggilan itu, Ayah di buatnya tertawa terus menerus karena Cakra meminta saran agar bisa meluluhkan hati Bunga hingga Bubu. Dia berkata bahwa dia sudah meluluhkan hati Amer yang dingin agar menerimanya sebagai saudara iparnya. Tapi susah baginya meluluhkan hati Bubu yang terlihat sangat baik dan perhatian tapi sangat susah untuk diluluhkan. Dia bilang lebih baik meluluhkan gunung es dari pada Bubu.
Sudah hampir satu jam lebih Cakra melakukan pendekatan dengan Ayahku lewat video call. Saat usai, dia pamit pulang kerumah karena dia harus ada dirumah sebelum kakak dan ayahnya pulang.
"Bunda, Cakra pulang dulu ya, Assalamu'alaikum!" Pamit Cakra.
Aku mengantarnya sampai depan pintu rumah.
"Hati hati pulangnya, jangan ngebut, oke!" Ucapku.
Anak itu tersenyum gembira, "Wih jadi gini ya rasanya saat istri mengantar suami yang mau berangkat kerja," ujarnya yang membuatku tersipu malu.
"Apa lagi sudah dapat restu nih dari Ayah dan Bunda, tinggal langsung cus ke KUA!" lanjutnya.
Anak itu membuat wajahku memerah karena perkataannya. Sebelum pergi dia mengelus rambutku dan mengulurkan tangannya kearah ku.
"Salim dulu gih sama mas suami!" Cakra tersipu malu saat aku meraih tangannya dan mencium punggung tangannya mesra bak seorang istri.
"Mas pergi kerja dulu ya, nyari nafkah buat adek dirumah," lanjutnya yang membuatnya salting tak ketulungan.
Cakra berjalan menuju motornya yang terparkir di depan gerbang rumah. Dia memasang helmnya dan menaiki motor kesayangannya. Sebelum pergi dia melambaikan tangannya kearah ku sebagai tanda perpisahan yang amat bahagia. Gigi putih yang terlihat saat tersenyum membuat duniaku teralihkan. Cakra menyalakan mesin motornya dan melaju pergi pulang kerumahnya.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro