Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

37. Your Day

Langit berwarna jingga menemani waktu kami di pantai. Sambil berbincang satu sama lain membuat kami semakin dekat. Hubungan kami lebih dari seorang teman kami sudah seperti keluarga. Cakra, Ravi dan Amer mereka bahkan sudah seperti seorang adik kakak yang tengah akur. Aku sangat bahagia bisa melihat mereka akur. Wajah yang dipenuhi senyum kebahagiaan membuat sore ini menjadi lebih bermakna.

"Teman teman! Lihat ke depan!" Seruku sambil mengatur kamera ku.

Ya, seperti biasa aku gak bakal melewatkan kesempatan untuk mengabadikan moment-moment bersejarah ini.

Setelah menekan tombol on, aku berlari kearah teman temanku dan 1, 2, 3 Cis!

***

"Sini biar ku bantu!" Fiona ingin mengambil alih pekerjaan Gaon yang tengah membakar daging di atas panggangan.

Gaon menatap Fiona sinis, "gak usah! Biar aku aja" ucap Gaon sinis dan mengusir Fiona pergi.

"Lo, kenapa sih? Sini biar gue bantu!" Paksa Fiona.

Gaon mengerutkan keningnya sambil menatap hangat Fiona, "Gak perlu cantik! Kamu duduk aja disana. Biar gue urus ini. Nanti kalau tanganmu kebakar gimana. Siapa yang akan pukul aku nanti!" Gaon tersenyum dia berusaha agar Fiona menjauh dari nya.

Fiona memutar bola matanya kesal, "ck, dibantu gak mau!" Gumam Fiona sambil berbalik melangkah ke meja makan.

Di taman halaman belakang kami semua sibuk dengan tugas masing masing untuk menyiapkan makan malam yang berkesan di malam terakhir liburan. Kami berencana pulang besok hari.

"Fiona bisa bantu aku angkat ini?" Tanyaku meminta bantuan Fiona untuk mengangkat sebuah mangku besar berisi buah buahan. Karena tanganku sudah penuh dengan perlengkapan makan.

"Okelah!"

Belum sempat Fiona mengambilnya, Ravi yang saat itu baru saja masuk kedapur langsung mengambil mangkuk itu.

"Biar ku bawa!" Serunya sambil membawa mangkuk itu keluar.

Fiona menghela nafas berat, "kenapa mereka gak ngizinin aku membantu, lihat! Bahkan mangkuk yang kau suruh bawa aja mereka ambil!" Ungkap Fiona kesal sambil mengambil beberapa botol minuman bersoda di dalam lemari pendingin.

"Gue bawa ini aja dah!" Fiona terlihat sangat kesal.

Aku berjalan membuntuti Fiona dari belakang sambil membawa perlengkapan makan. Terlihat Fiona menyusun minuman bersoda itu di masing masing sisi. Aku pun mengatur piring dan juga gelas di meja belakang.

"Nah kan, tadi gak mau di bantu! Sekarang malah Ravi yang gantikan dia bakar daging!" Ucap Fiona tambah kesal.

Cewek itu duduk terdiam di kursinya. Sambil meminum minuman soda yang dia ambil untuk meredam emosi malam ini.

"Hari ini kita pesta!" Teriak Gaon sambil menunjukan sebotol besar minuman.

Gaon dan Third terlihat membawa 2 botol minuman anggur yang mereka ambil dari dalam gudang penyimpanan bawah tanah milik keluarga Cakra.

"YA!!! SIAPA YANG SURUH AMBIL ANGGUR!!! GAK ADA YANG BOLEH MINUM MINUMAN KERAS!!! GAON!!! THIRD!!! KEMBALIKAN KE ASAL!!!" Teriak Cakra yang melihat teman temannya itu mengambil botol anggur tanpa izin.

Cakra sangat marah, dia sampai mengambil kayu pembakaran terus menyodorkan nya ke arah Gaon dan Third agar mengembalikan minuman itu ke asalnya.

"Gaon!!! Keluarga lo itu dokter, tapi kenapa kamu mau ngerusak tubuhmu! Kembalikan gak! Cepat kembalikan!" Omel Cakra.

Tapi bukan Gaon dan Third kalau gak ngeyel. Mereka terus mengeyel tidak mau mengembalikan botol minuman keras itu ke tempatnya.

"Lah, apa gunanya anggur ini disimpan kalau gak di minum? Kan sayang? Maka ini anggur luar lagi. Pasti rasanya enak!" Kata Gaon yang makin membuat Cakra kesal.

Cakra yang terlihat sudah tidak bisa menahan emosinya. Dia menjatuhkan kayu bakaran yang dia pegang.

Ekspresi Cakra yang berubah menjadi dingin. Menghentikan langkah Gaon dan Third yang terus menghindar.

"Kau mau membunuhku?" Ucap Cakra setengah berteriak.

Seketika suasana menjadi mencekam, Cakra terlihat seperti seorang manusia serigala yang siap mencengkram siapa saja.

"A-apa katamu Cak?" Tanya Third gugub.

"KAU MAU MEMBUNUHKU DENGAN BOTOL ANGGUR ITU?" Suara Cakra semakin meninggi membuat bulu kudung pendengarnya berdiri.

"KAU MAU MEMBUNUHKU SEPERTI PAPAKU KEMARIN?" Cakra melotot kearah kedua anak laki laki di hadapannya.

Terlihat Cakra tidak main main dengan emosinya. Matanya memerah, uratnya terlihat jelas kalau dia sangat marah. Cowok itu juga terlihat sangat ketakutan.

Karena takut Cakra akan menerkam mereka berdua, Gaon dan Third berlari kearah ruang bawah tanah untuk mengembalikan botol anggur itu kembali ke tempatnya.

Cakra berusaha menetralkan emosinya saat dia melihat teman temannya yang lain menatapnya ketakutan.

Cowok itu menunduk menghapus air mata yang jatuh di pipinya dan beranjak pergi dari tempat untuk menenangkan diri.

"Wah, Cakra hampir dibunuh?" Tanya Zoya heran.

Teman temanku semua nya terlihat sangat kebingungan. Kecuali Zayn, dia terlihat seperti menutupi sesuatu.

"Zayn? Lo kenapa? Ooh jangan jangan lo tau apa yang terjadi?" Tanya Zoya berani.

Zayn menundukkan kepalanya tak mau bicara, "E-enggak kok," elak cowok itu yang membuat jiwa detektif Zoya bergejolak

Zoya memaksa Zayn untuk mengungkapkan semua yang dia tahu. Setelah beberapa kali menolak. Akhirnya Zayn membuka suara. Dia menceritakan bahwa waktu itu dia ingin memberi makanan kepada Cakra. Tapi dia melihat dokter Sam menggotong tubuh Cakra yang berlumuran darah di teras rumah. Disitu juga dia melihat kak Mawar menangis histeris dengan dress penuh darah. Selang beberapa lama dr. Sam mengangkat tubuh Papa Cakra kedalam rumah. Karena penasaran apa yang terjadi, Zayn menghampiri lokasi kejadian dan melihat sebuah botol anggur pecah dan terdapat darah disana.

Aku yang baru tahu kebenarannya langsung mencari keberadaan Cakra. Aku takut dia kenapa napa karena kenangan buruknya itu. Yang hampir mati akibat Papanya.

"Cakra! Cakra!" Teriak ku memanggil anak itu.

Dikamarnya tak terlihat keberadaan anak itu. Aku bingung mencari kemana lagi. Aku turun kebawah menemukan sebuah ruangan di balik lemari buku yang sedikit terbuka.

Aku memberanikan diri masuk kedalam ruangan itu. Terlihat anak laki laki itu tengah duduk di samping rak mainan anak laki laki yang tersusun rapi.

"Cakra?" Panggilku sembari mendekat.

Anak itu menengok ke arahku. Tatapannya yang penuh ketakutan menatapku.

Aku mendekat, menjatuhkan tubuhku di sampingnya dan memberi dia semangat. Cowok itu memeluk tubuh mungilku dengan erat, tangisnya pecah di dalam pelukan ku.

"Kenapa dunia kejam kepadaku?" Lirih anak laki laki itu dengan nada sedih.

"Kenapa kehidupanku seperti ini? Aku gak mau bersembunyi dibalik wajah tersenyum dan ceria setiap harinya!" Ungkap anak itu yang perlahan menatapku sendu.

"Kalau boleh jujur, aku sakit! Aku tidak baik baik aja, tapi aku harus kuat demi melindungi orang yang ku sayang. Biar orang mau berkata apa tentangku, yang terpenting orang yang ku sayang baik baik aja. Tapi, aku harus menanggung sakit sendiri demi melihat orang itu tersenyum dan merasa aman!" Tutur Cakra yang membuat leherku berasa tersekat dibuatnya.

"Jika saja aku memikirkan diri sendiri dan menyerah, mungkin saja aku sudah meninggalkan dunia ini untuk selamanya." Lanjut Cakra.

Air mataku mengalir di pipiku, "Kau sudah melakukan yang terbaik, kumohon bertahanlah!" Aku memohon agar Cakra bertahan dan tidak menyerah.

"Tapi jika aku menahannya terus, batinku akan terus sakit. Aku tidak masalah tubuhku sakit. Tapi ini batinku, aku sangat kesakitan Rin!" Ucap anak laki laki itu kesakitan.

"Aku lelah Arin, aku ingin pergi, aku sungguh lelah!" Tambahnya.

***

Makanan sudah siap, tapi mereka masih berdiam menunggu Cakra yang menghilang. Dengan di temani langit cerah bertabur bintang dan bulan sabit serta angin malam yang begitu dingin. Menambah keheningan di meja makan.

"Cakra!" Teriak Zoya yang melihatku bersama Cakra keluar dari balik pintu.

Senyum mereka membuat suasana menjadi lebih membaik dari pada tadi. Cakra tersenyum kearah teman temannya, Gaon dan Third yang merasa bersalam berjalan mendekat dan berlutut di hadapan Cakra.

"Cakra, maaf kan kami. Aku gak bermaksud melukaimu," mohon maaf kedua anak laki laki itu.

Dengan senyum jahil yang terlintas di wajah Cakra, "Ya! Kenapa kalian berlutut! Aku baik baik aja. Kalian gak usah berlutut kek gini. Aku gak enak sama kalian!" Cakra membantu kedua anak itu berdiri.

Gaon dan Third tidak berani menatap wajah Cakra yang terlihat sedang tersenyum.

"Ck, kalian kenapa sih. Sudah lupakan yang tadi. MARI KITA BERPESTA!!!" Teriak Cakra yang mengundang tawa teman temannya.

"Tapi kita minum soda aja. Jangan anggur mengerti!" Cakra menepuk pundak kedua temannya itu dan mengajak mereka ke meja makan.

Aku yang berdiri di samping mereka merasa sangat senang. Kami berpesta dengan berbagai hidangan yang terlihat sangat lezat.

Kami makan bersama hingga makanan habis tak tersisa.

"Wah, makanan kali ini adalah yang terlezat! Ternyata kita bisa juga masak, ya," ujar Zayn yang terlihat kekenyangan.

"Benar itu, masak ternyata mudah juga ya. Nanti aku mau belajar masak juga bareng kamu Cak, kita belajar masak biar gak beli makanan terus, hehhehe," tambah Guntur yang kesenangan.

"Ck, ck, ck, sepertinya rumahku akan menjadi les tataboga nih!" Ucap Amer sinis tapi bercanda.

Suara tawa kami pecah satu sama lain, di penghujung waktu, Zoya menawarkan sebuah permainan kejujuran. Dengan memutar botol soda dan melihat siapa orang yang ditunjuk oleh botol itu harus jujur dengan apa yang di tanyakan temannya yang memutar botol itu.

Awalnya semuanya tak setuju karena takut melukai perasaan Cakra lagi, tapi Cakra sendiri menyetujui permainan ini.

Dia menyuruh Zoya untuk cepat memutar botol itu.

"Putar lah, aku baik baik aja, tenang saja." Suruh Cakra.

Zoya menatap kami semua dan dia memutar botol itu. Botol yang tadinya berputar cukup keras perlahan melambat dan dia menunjuk. Zee yang tengah memakan semangka.

Kami berteriak saat botol menunjuk Zee, disitu Third meminta agar dia yang memberikan satu pertanyaan kepada Zee.

"Zoya, boleh ya?" Mohon Third.

Karena Zoya anaknya tak tegaan dia memberikan jatah pertanyaannya kepada Third.

"Yes! Jadi gini Zee, aku mau kamu jujur kepadaku," Third terdiam sejenak mengumpulkan tekat karena Zee terlihat sangat galak.

"Kamu masih sayang gak sama aku?" Tanya Third penuh harapan.

Zee terdiam sejenak menatap Third yang terlihat sangat putus asa, "Sayang!" Ucapnya yang membuat Third bersorak ria.

"Tapi-" ucapan Third terpotong

"Kan satu pertanyaan gak boleh lebih!" Tegas Zoya.

Alhasil Third hanya bisa terdiam. Dia memperhatikan Zee yang tengah memutar botol itu.

Putaran kedua mengenai Amer yang berada di samping Third.

"Nah Amer! Aku punya satu pertanyaan yang sangat mengganggu pikiranku sejak lama!" Ujar Zee antusias.

Amer terlihat sangat santai dan menanti pertanyaan apa yang akan di berikan kepada gadis itu.

"Aku mau tanya? Apa yang membuatmu menaruh hati ke mak lampir kelas kami itu?" Ucap Zee setengah berteriak.

Semua orang menantikan jawaban Amer karena pertanyaan itu mewakili seluruh orang yang ada di sekolah.

Amer tersenyum manis, "Aku pun gak tau!" Jawab Amer

Semua orang merasa kecewa dengan jawaban Amer.

"Fiks! Lo kena pelet mak lampir itu!" Tutur Guntur yang julid.

Semua nya tertawa mendengar ucapan Guntur yang beramsumsi bahwa Amer kena pelet.

Permainan berlanjut, Amer memutar nya dan mengenai Fiona.

"Fiona, pertanyaannya akan diwakilkan Gaon," ujarnya yang membuat semua orang terkejut.

Gaon tersenyum saat mendengar Amer menyuruhnya mewakilkan pertanyaan nya.

"Baiklah,"

"Fiona! Aku ingin tanya, apa alasanmu menolak ku terus menerus? Aku mau tau jawaban nya langsung dari mulutmu. Sebenarnya aku sudah tau alasannya. Tapi aku mau kamu bilang langsung, dengan begitu aku gak akan mengejarmu lagi?" Tanya Gaon yang sangat mengharapkan jawaban.

Mata Fiona berkaca kaca, "kita berbeda, aku memegang tasbih di tanganku sementara salib ada di lehermu. Bukan itu saja, aku berdoa dengan membuka kedua tanganku sedangkan kamu mengepalkan tanganmu. Walaupun dengan Aamiin yang sama," kata Fiona yang membuat keadaan menjadi sedih.

"Kata Ayahku, aku tidak boleh merebut mu dari tuhanmu. Sedangkan tuhanku berkata bahwa wanita muslim tidak boleh menikahi laki laki yang tidak beragama islam. Walau cuma sekedar pacaran dan belum tentu menikah. Tapi aku takut jika kau mau serius denganku, disitu kita harus memilih dua pilihan yang sulit. Dimana salah satu dari kita harus meninggalkan tuhan kita," ungkap Fiona sambil menahan tangis.

"Sudah cukup Fiona, aku mengerti. Kita berbeda, tapi perlu kau ingat, aku sangat mencintaimu! Aku akan terus mencintaimu!" Seru Gaon dengan senyum tegarnya.

"Aku juga Gaon," timpal Fiona.

"Wah, Cinta yang sangat mengharukan!" Tutur Third kagum.

Saat itu Gaon memutar kembali botol itu dan mengenai Ravi. Disitu dia menanyai Ravi, apakah dia memiliki kekasih atau punya orang sepesial di hidupnya.

Ravi tertawa kecil mendengar pertanyaan itu, "ada, aku punya orang yang sepesial tapi tidak bisa dibilang dia milikku," jawab Ravi tanpa ragu.

Disitu kami sangat penasaran siapa cewek yang berhasil mengambil hati Ravi itu. Bahkan Zoya mengabaikan peraturan dan dia bertanya kepada Ravi siapa gadis yang sudah mengambil hatinya.

"Siapa?" Semua orang bertanya tanya

"Kalian sepertinya sangat penasaran?" Tanya Ravi yang heran.

"Iya, Cepat bicara! Siapa gadis itu?"

"Aku tidak bisa menyebutkannya. Tapi, dia orang yang sangat ceria, memiliki tekat yang tinggi dan juga memiliki senyum manis," seru Ravi yang membuat kami semua tak bersemangat.

"Sudahlah, Ravi gak akan mengungkapkannya. Kita lihat aja nanti di sekolah!" Ucap Guntur kesal.

Ravi tertawa melihat ekspresi teman temannya yang kesal. Dia memutar botol itu dan kali ini mengarah ke Cakra.

"Nah sekarang Cakra! Cakra, aku mau tanya satu hal ke kamu!"

"Tanya aja!"

"Jadi gini, kenapa kau sangat kesal denganku? Kau merebut posisi sebagai kapten basket padahal kamu tau bahwa aku yang akan jadi kapten basket?" Tanya Ravi yang membuat semua orang terkejut.

Cakra dkk terlihat sangat syok mendengar pertanyaan Ravi. Mereka gak tahu kalah Ravi dan Cakra saat itu bertengkar karena memperebutkan posisi kapten di tim.

Cakra tersenyum, "aku ingin menyingkirkan mu dari tim ku!" Jawab Cakra.

"Tapi kenapa kau ingin menyingkirkan ku?" Tanya Ravi yang masih penuh dengan pertanyaan.

"Sebelum aku menjawab pertanyaan mu, aku ingin bertanya kenapa kau tiba tiba memukulku waktu itu?" Cakra balik menanya.

Ravi menarik nafas berat, "aku kesal saat tau kau yang menjadi kapten basket, padahal kamu melakukan banyak kesalahan!" Ujar Ravi membuka semua rahasia.

"Ooh, memang, pasti kau sangat kesal,"

"Kau belum menjawab pertanyaanku?"

"Kalau itu, karena aku menganggapmu sebagai pembawa sial!"

"Pembawa sial? Apa maksudnya?"

"Iya, karena setelah orang tua mu bercerai waktu itu kan kamu tinggal di rumahku. Nah beberapa tahun kemudian orang tua ku bercerai. Disitu aku menganggapmu membawa sial!"

"Tapi kan-"

"Iya aku tau, itu cuma pemikiran ku saja. Tapi nyatanya tidak, aku bahkan gak tau penyebab perceraian orang tuaku. Sudah lah! Ini sudah malam. Kita sudahi permainannya dan simpun-simpun!" Seru Cakra yang membuat kami menyudahi permainan kami dengan diakhiri pertanyaan dari Ravi ke Cakra.

Malam yang indah dengan di temani bulan dan bintang yang bertebaran di langit menjadi saksi bagaimana kami semua mulai terbuka satu sama lain. Dimana kita mengungkapkan semua yang telah menjadi beban pikiran selama ini.

"Selamat malam bintang dan bulan. Terima kasih sudah menjadi saksi bisu kami malam ini"

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro