Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

34. 7 anak laki-laki

Duduk diam sambil berhalu,
Menikmati senja di tepian,
Bersenang senanglah dahulu,
Bersusah susah kemudian.

Pantun yang cocok untuk menggambarkan keadaan saat ini.

Minggu ini ada pesta, minggu depan ada ujian. Sungguh otak menjadi panas.

Pagi ini aku bersama Amer ceritanya lagi Joging nih, setiap hari minggu kami berdua selalu lari pagi di taman komplek.

Padahal aku sangat malas untuk melangkah, tapi karena pipiku yang semakin membengkak aku harus meninggalkan kasur kesayanganku.

"Makanya dikit dikit bakso, dikit dikit samyang, ntar pipi dan badanmu kayak balon baru tau rasa!" Cibir Amer yang menungguku mengikat tali sepatuku.

"Ya mau gimana lagi, namanya juga hobi!" Seruku

Aku memutar bola mataku dan melanjutkan mengikat tali sepatuku. Karena menunggu lama, Amer yang tak sabaran. Tunduk di hadapanku dan mengikatkan tali sepatu untukku.

"Wah, enak ya jadi Febby, pacarnya perhatian banget. Tapi sama gue doang dia enggak, hahahahh," ucapku keli melihat perlakuan Amer kepadaku dan kepada pacarnya Febby.

"Mer, kenapa sih kamu bisa suka sama Febby. Bisa bisanya kamu pacaran sama jamet kek dia itu?" Tanya ku sedikit mengejek.

Amer mengikat tali sepatuku dengan sangat kencang. Cowok itu berdiri dia menatapku lesu dan sesekali mencabikan bibirnya, "gue gak tau! Mungkin kena guna guna gue! Puas!" Ucap Amer kesal.

Cowok itu pergi berlari meninggalkan ku yang masih duduk di kursi depan rumah.

"Amer! Tunggu gue!" Seruku mengejar Amer yang sudah berada jauh di depanku.

Langkah kakiku yang kecil tidak mungkin bisa menyamai langkah kaki anak itu yang memiliki kaki jenjang yang terlihat seperti tiang listrik. Sangat tinggi dan panjang.

"A-amer! Tunggu gue!" Ucapku ngos-ngosan tak mampu mengejar Amer yang sudah terlampau jauh.

Aku menghela nafas cepat, jantungku berdetak dengan cepat, bahkan perut sebelah kiri ku sudah terasa sangat sakit.

"Amer! Perut gue sakit!" Teriakku.

Cowok itu perlahan menghentikan langkahnya. Dia berbalik, melihatku yang tengah duduk di pinggir jalan karena perutku sakit. Amer melajukan langkahnya menghampiriku.

"Yang mana yang sakit?" Tanya Cowok itu khawatir.

"Disini!" Aku menunjuk perut sebelah kiri ku.

Tanpa mengatakan sepatah katapun lagi. Dia menggendongku di punggungnya.

"Ya! Lo mau bawa gue kemana?" Tanya ku heran.

"Mau ke taman! Lo bisa istirahat disana dan gue lanjut binsik!" Ujar Cowok itu.

Saat di gendong Amer, aku teringat dengan Ayah yang biasa menggendongku dulu waktu kecil. Tapi untuk sekarang mungkin Ayah tidak akan kuat mengangkat anak gadisnya yang gemuk ini.

"Kenapa kamu ketawa?" Tanya Amer sambil terus berjalan.

"Eh, enggak papa. Cuma teringat sama Ayah aja,"

Amer memutar bola matanya bingung, "Ayah? Kenapa?"

"Biasanya kan Ayah gendong Arin seperti ini. Kalau lo pasti naik di leher Ayah kan! Gue nginget itu. Gue jadi kangen sama Ayah," seruku yang menahan rindu.

Amer tersenyum, "aku juga kangen sama Ayah, tapi mau gimana lagi! Ayah kan sedang tugas di Papua,"

Suasana taman sangat ramai pagi ini. Banyak orang yang melakukan olah raga pagi di akhir pekan yang sangat indah.

Amer menurunkan ku dan dia menyuruhku duduk di kursi taman di sampingku.

"Duduk dulu gih, aku mau beli air dulu,"

Sambil mendengar musik dari ponselku aku menunggu Amer yang tengah membeli air. Ya, betapa bodohnya aku. Tadi aku sudah menyiapkan botol minum untuk di bawa saat joging tapi aku lupa membawanya. Botol itu masih ku taruh di atas meja makan.

Amer datang dengan sebotol air mineral berukuran sedang. Cowok itu dengan perhatiannya membukakan tutup botol dan memberiku minum.

"Terima kasih adikku sayang!"

Cowok itu berlutut di hadapanku, menatap ku dalam dalam. Terlihat wajahnya begitu murung.

"Arin? Apa lo juga akan merindukanku nanti jika aku lulus dan pendidikan? Apa lo akan merindukanku sama seperti kau merindukan Ayah?" Tanya Cowok itu dengan tatapan sedih.

Aku kembali menatap nya dengan heran, "iya gue akan rindu lo lah. Siapa sih yang gak akan rindu sama kembaran yang nyeseli kayak lo itu!" Aku mencubit hidung Amer yang mancung hingga memerah.

Cowok itu hanya tersenyum manis yang membuatku merasa sangat bersalah mencubit hidungnya. Karena tidak seperti biasanya dia begitu.

"Amer? Lo gak papa kan? Kenapa lo kek gini?" Tanyaku khawatir.

Amer terus menerus menatapku dengan senyuman, "gak papa Rin, gue cuma seneng aja lo begini. Gue ingin habiskan waktu lebih banyak untuk lo!" Ujar Amer lalu berdiri bersiap lari.

"Lo tunggu disini aja dulu kalau gak sanggup lari. Gue akan muter nih taman. Kira kira 3 putaran lah,"

"Gue ikut Amer! Gue kuat kok! Sudah gak sakit lagi sekarang!" Seruku bersemangat mengikuti gaya Amer yang berdiri dihadapanku dengan tangan di angkat ke atas.

"Baiklah!" Amer mengacak rambut yang sudah ku sisir rapi hanya untuk joging. Kini rambutku terlihat sangat berantakan.

"AMER!!!" Teriak ku kesal.

Anak itu yang mudah membaca situasi langsung menghilang dari hadapanku dan berada di 5 langkah di depan.

Aku mengejar nya dengan langkah kaki kecilku. Cowok itu perlahan memelankan langkahnya agar aku bisa menyamai langkah kakinya.

Aku sudah berada disampingnya.  Dia tersenyum manis kepadaku, hanya dengan begitu aku bisa tak jadi marah kepadanya.

Di putaran pertama aku sudah mulai merasa sangat lelah. Aku menghentikan langkahku dan duduk di bangku taman lagi.

"Kau lanjut aja! Gue gak sanggup!" Ujar ku kelelahan.

"Oke!" Amer melanjutkan langkahnya memutari taman untuk kedua kalinya.

Di tengah tengah istirahatku. Terdengar suara yang cukup menarik perhatianku.

Terlihat di depanku ada sebuah lapangan basket dengan diisi oleh seorang anak laki laki yang tengah bermain basket.

Dengan menggunakan seragam basket berwarna hitam. Dia terlihat bermain dengan sangat baik walau sendirian, sambil memasukan bola kedalam ring di hadapannya.

Aku masuk kedalam lapangan itu dan duduk di podium menonton permainan basket anak laki laki itu.

"Arin!" Ravi menyapaku dengan melambaikan tangannya sambil terus fokus ke bola.

Ravi melempar bola itu terlalu kuat hingga melambung keluar dari lapangan.

Anak laki laki itu berlari kearah luar untuk mengambil bolanya kembali.

Belum sampai di hadapan pintu keluar, langkah kaki Ravi terhenti saat melihat Cakra dkk dengan bola basket yang Ravi lempar tadi berada di tangan Cakra.

Dengan tatapan menantang, Cakra melempar bola itu kearah Ravi dengan kasar.

Amer yang saat itu sudah menyelesaikan 2 putaran lari nya. Menghampiriku di lapangan basket. Terlihat Cakra dkk tidak tertarik dengan permainan basket yang dimainkan Ravi. Tapi karena aku menginginkan hubungan Cakra dkk dan Ravi kembali baik. Aku mendatangi Cakra membujuknya agar mau bermain lagi dan meminta mereka memainkan 1 ronde saja permainan basket. 3 lawan 4, bareng dengan Amer yang merupakan kapten basket tim Jaguar di Cendikia.

"Cakra, ayo main basket!" Aku memberikan bola basket nganggur di pinggir lapangan kepada Cakra.

"Tidak mau!" Tolak Cakra sambil membuang bola basket yang aku berikan.

Awalnya Cakra menolak untuk bertanding. Karena Amer menatapnya dengan tatapan sinisnya, Cakra merasa kalau Amer menantangnya, dia menyetujui permainan itu asalkan Amer ikut bermain.

"Kau takut kalah?" Tanya Ravi sinis.

"Aku tidak takut! Aku cuma malas aja main sama orang kayak lo!" Timpal Cakra.

Di belakang Ravi terlihat Amer yang berdiri dengan tatapan sinisnya membuat Cakra tertarik untuk membinasakan Amer yang merupakan kapten basket terbaik katanya.

"Oke! Gue akan main! Tapi, Amer harus ikut bermain!" Ujarnya Sambil menaik turunkan alisnya dan tersenyum miring.

Cakra melempar bola yang ia pegang kearah Amer dan dia menangkapnya dengan mudah.

Amer terlihat tidak menyetujuinya, tapi demi kembarannya yang sangat cantik ini dia mengiyakan ajakan Ku.

"Baiklah! Gue akan main demi kembaran gue!" Ucap Amer yang berdiri di sampingku.

Gaon, Zayn, Third, Guntur terlihat sangat terkejut saat mendengar Amer mengatakan kembaran. Mereka baru tahu kalau aku dan Amer adalah saudara kembar.

Disitu Gaon mulai beramsumsi, pantas saja Cakra dan Amer terlihat dekat waktu sebelum kejadian Cakra dicambuk. Ternyata mereka dekat karena akan menjadi saudara ipar. Tapi kenapa hari ini mereka terlihat seperti seorang musuh.

Mereka memulai permainan dengan beranggotakan 4 orang di tim Ravi dan 3 orang di tim Cakra. Amer masuk dalam tim Ravi bersama dengan Zayn dan Guntur sedangkan Cakra bersama dengan Third dan Gaon yang terkenal dengan taktik mematikan mereka.

Aku memanggil Zoya, Zee dan Fiona yang saat itu lewat. Aku mengajak mereka untuk menonton pertandingan yang sangat langka. Bahkan hanya terjadi 1 kali dalam hidup.

Permainan sengit di mulai. Terlihat wajah masing masing tim sangat serius untuk urusan bola.

Pertandingan terlihat sangat sengit masing masing dari tim mereka mencetak skor 59 dalam waktu 15 menit.

Aku sangat senang melihat mereka bermain basket bersama, terlebih lagi Ravi dan Cakra dkk bisa bermain basket lagi untuk sekian lamanya setelah pertengkaran mereka di tambah lagi dengan Amer yang merupakan atlit basket kebanggaan sekolah.

Fiona, Zee dan Zoya yang menonton pertandingan itu sangat terharu. Ini Comeback pertama mereka di dunia basket walaupun berbeda tim tapi kami sangat senang melihat mereka bisa kembali dengan dunia basket mereka.

"Wah, gue gak nyangka mereka bisa kembali bermain basket bersama!" Ujar Zoya yang merupakan teman satu SMP Cakra dkk.

Mereka menghabiskan waktu 30 menit, terlihat skor mereka pun tak terlalu jauh tertinggal, dimana tim Cakra memiliki skor dua dibawah tim Ravi yang memiliki kapten basket cerdas membaca taktik lawan.

Ini adalah kesempatan Cakra dkk untuk menang. Dengan lemparan jarak jauh kebanggaan Cakra, cowok itu malemparkan bola itu kering dan bola itu masuk dengan sempurna sehingga tim mereka mendapatkan poin 3 atas lemparan Cakra yang bagus.

Terlihat wajah kebagaian dari wajah Cakra dkk. Mereka saling berpelukan dan melompat satu sama lain. Terlihat juga Gaon dan Third menarik tim Ravi ikut selebrasi bareng mereka untuk merayakan kemenangan bersama sama.

***

Hari yang sangat melelahkan untuk Cakra dkk bersama Ravi dan Amer. Mereka bertujuh terlihat sangat lebih akrab dari pada biasnya.

Zayn dan Gaon yang baru balik dari minimarket membeli minuman. Langsung membagikan minuman kepada kami semua termasuk aku, Zoya, Zee, Fiona, Ravi dan Amer yang penuh keringat.

Ting!

Suara pesan masuk di ponsel kami semua. Terlihat Zoya membuat grub chat yang beranggotakan kami bersebelas di dalam grup chat itu.

"Jangan ada yang keluar! Kalau kalian keluar akan ku patahkan tulang kalian, ingat itu!" Ancam Zoya agar ketujuh anak laki-laki itu tidak keluar dari grup chat yang ia buat.

Mereka bertujuh terlihat sangat nurut. Padahal mereka bisa aja tidak mendengarkan ancaman Zoya. Tapi mereka tidak melakukan nya. Wajah mereka terlihat sangat berseri. Canda tawa mulai terlihat di wajah mereka satu persatu saat Guntur mulai dengan candaannya yang lucu. Membuat perut terasa sangat sakit dibuatnya.

Aku tidak menyangka, hanya dengan basket mereka bisa menjadi dekat. Walaupun aku gak tau, akan bertahan lama kah ini? Atau tidak? Apa akan sampai di sini aja pertemanan mereka?

Tapi aku sudah agak lega. Bisa membuat mereka seperti ini aja sudah cukup bagiku.



Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro