29. Misteri
Seorang anak laki laki di hadapanku tengah asik mencari sabuk hitamnya di dalam tas kecil miliknya. Dia terlihat sangat panik, sampai sampai mengeluarkan semua isi tasnya tersebut tapi tidak ada.
Anak laki laki itu menatapku manja, "Arin, sabuk ku hilang," dia mengadu seperti seorang anak kecil.
"Bagaimana bisa gak ada? Tadi di bawa apa gak?" Tanya ku tegas.
Disitu terlihat aku sebagai seorang ibu dari anak laki-laki yang bernama Cakra.
Melihat kelakuan kami berdua, banyak rekan bahkan pelatih Cakra menatap kami dengan tatapan jijik terlebih Fiona yang tengah melakukan pemanasan mandiri.
"Sudah Cakra bongkar tapi gak ada," Cakra menunjuk kearah tas dan barang barangnya yang berhamburan di matras.
"Ck, ck, ck! Gak usah sok manja deh lo. Biasanya juga langsung gas ngambil di rumah atau mungkin ketinggalan di loker!" Seru Fiona yang terlihat sangat jengkel.
Fiona menghampiriku dia menarik ku dan membawa ku keluar.
"Mending kamu jangan disini deh Rin. Cowok itu akan menjadi bayi besar yang suka meleyot kalau ada cewek cantik apa lagi lo pacarnya!" Suruh Fiona sembari mendorongku agar menjauh.
"Oke, oke, tapi berhenti mendorongku Fion!" Pintaku.
***
Matahari begitu sangat terik hari ini, aku dengan ditemani kamera ku. Berjalan mengelilingi taman yang begitu indah. Begitu banyak bunga dan pepohonan yang membuat sinar matahari tidak bisa menembus kulitku.
Dengan bersenandung ria, aku memotret bunga, pepohonan dan banyak lagi yang menurutku sangat sayang kalau tidak diabadikan.
Tepat di tengah taman aku melihat sebuah bunga tulip yang tumbuh di sana. Bunga Tulip itu terlihat sangat cantik, dengan warna kuning yang cerah yang sangat indah. Aku memotretnya beberapa kali dan mengaguminya.
"Apa kau tau arti bunga Tulip berwarna kuning itu?" Tanya Cakra yang berdiri disampingku masih menggunakan seragam Taekwondonya.
Aku menatapnya penasaran, "aku tidak tahu!" Aku menggeleng kepalaku pelan.
"Emangnya artinya apa?" Tanyaku kepada cowok di sampingku.
Cakra menghela nafas berat sebelum menjawab pertanyaannya, "Bunga Tulip kuning memiliki arti cinta yang tak berbalas atau ditolak," ucapnya.
Deg!
Hatiku merasa sangat sedih setelah mendengar arti dari bunga Tulip kuning yang sangat indah itu. Cakra tersenyum pahit saat mengatakan artinya.
"Mengapa bunga seindah ini memiliki arti yang menyedihkan!" Seruku sambil mengelus bunga Tulip yang ada di hadapanku.
Terlihat di sebrang taman bunga terdapat Ahmed yang memandangi bunga Tulip kuning di taman ini. Cowok itu terlihat tersenyum miring, dia mengalihkan pandangannya kepadaku dan Cakra yang ada di sebrang nya.
Ntah apa yang dia pikirkan saat itu. Dia menatapku lama, tanpa bergerak sedikitpun.
Cakra memetik sebuah Tulip kuning, dia berjalan tanpa memberitahuku mau kemana. Cakra terus saja berjalan hingga dia berhadapan dengan Ahmed di seberang.
Gaon memberikan bunga Tulip kuning yang dia petik ke Ahmed, "Ambillah, Kau yang di tolak, bukan Arin," ucap Cakra sambil menepuk pundak Ahmed pelan.
Wajah Ahmed seketika memucat. Dia tak menyangka kalau Cakra memberikan bunga Tulip kuning atas nama ku.
Aku menatap lekat lekat seakan tak percaya apa yang dilakukan oleh Cakra. Bagaimana dia mengetahui bahwa aku ditolak oleh Ahmed, walaupun gak pernah sekalipun ucapan menyatakan cinta atau penolakan secara langsung.
Cakra menatapku dengan senyuman, dia membawaku pergi dari taman menuju gedung sekolah.
Cakra menggandeng tanganku terus menerus di lorong sekolah. Aku hanya menatapnya yang terlihat datar.
Saat kami melewati ruang guru, terlihat bu Kartika keluar dari pintu dan seketika itu Cakra menghentikan langkahnya.
"Assalamualaikum bu Kartika," sapa ku saat bu Kartika keluar dari ruang guru.
Cakra membalikan tak mau melihat bu Kartika yang ada di hadapan kami berdua.
"Waalaikumsalam Arin, bagaimana harimu hari ini?" Tanya bu Kartika ramah. Tapi beliau terlihat sangat penasaran dengan Cakra yang membalikan tubuhnya tak mau melihat bu Kartika.
"Cak, berbalik lah," bisik ku sambil menarik lengan baju Cakra.
Cakra terlihat sangat datar, dia tidak mau berbalik. Jangankan menyapa dia bahkan tidak mau melihat bu Kartika yang ada di depannya.
"E-eh, dia siapa Arin?" Tanya Bu Kartika penasaran.
"Ooh dia Cakra bu," dengan semangat aku menyebutkan nama Cakra di hadapan bu Kartika.
Terlihat bu Kartika tersenyum saat mengetahui siapa cowok yang ada di samping ku, "kalian pacaran ya, ya udah ibu pergi dulu ya, kalian yang langgeng. Kalau bisa lulus langsung nikah," seru bu Kartika sambil mengelus rambutku lembut.
Beliau berjalan melewati kami, disitu Cakra menundukkan kepalanya. Dia tidak mau melihat bu Kartika bahkan dari belakang.
Aku sangat heran dengan tingkah Cakra yang selalu menghindar dari bu Kartika. Yang ada di dalam benakku adalah. Mungkin dulu waktu SMP, Cakra sempat membuat masalah yang membuatnya tidak mau bertatapan dengan bu Kartika. Itu mungkin saja terjadi.
Pikiranku itu mungkin saja tidak salah. Karena sudah banyak bukti nya. Dari kak Kino yang tak pernah kelihatan lagi setelah bertengkar dengan Cakra. Serta pak Harno dan Bu Suti yang tidak pernah mengajar kami lagi karena beradu argumen dengan Cakra dkk.
Apapun yang tidak mungkin di lakukan oleh siswa lain, itu pasti mungkin untuk Cakra dkk, yang sangat berkuasa di sekolah ini. Begitulah orang orang menyebutnya.
"Cakra!" Tanyaku kepada Cakra yang masih terdiam kaku.
"Iya," Cakra menatapku. Matanya terlihat berkaca kaca.
"Ada apa?" Tanyaku khawatir.
Cakra menggeleng kan kepalanya dan mendongakkan kepalanya keatas, "ah, aku gak mood latihan. Kita kerumah mu aja yuk sekarang!" Ajak Cakra yang terlihat berbeda dari biasanya.
Aku terus menatapnya heran dan bertanya tanya kenapa? Ada apa? Hari ini dia terlihat sangat lemah tapi dia menguatkan diri.
"Ada apa Cakra? Kamu kenapa?" Tanya ku bingung.
Cakra menatapku dalam, "aku rindu Bunda. Aku mau makan makanan Bunda, Arin. Kita pergi sekarang ya!" Pintanya.
Aku mengiyakan apa yanga cowok itu mau. Masih dengan pakaian Taekwondo nya. Kami pulang kerumah ku.
Selama perjalanan dia terlihat sangat sedih tapi dia terus mencoba untuk menahannya.
Sesampainya kami dirumah ku. Tanpa canggung cowok itu masuk kerumah ku. Dia terlihat sudah menganggap rumahku adalah rumahnya.
Aku membuntutinya dari belakang. Dia masuk kerumah dan terus memanggil Bunda.
"Bunda!"
"Bunda, Cakra datang Bunda!" Ucapnya mencari keseluruhan rumah.
Amer yang berada di kamarnya sampai keluar dari kamar untuk melihat Cakra yang sedang mencari Bunda di rumah.
"Kenapa dia seperti itu?" Tanya Amer heran.
Setelah mencari ke seluruh ruangan dan tak menemukan dimana keberadaan Bunda. Cowok itu menghampiriku dan Amer dia menanyakan keberadaan Bunda.
"Bunda dimana?" Tanya Cakra dengan raut wajah sedih.
"T-tadi Bunda pergi ke warung sebentar," Jawab Amer yang heran.
Terdengar suara ketukan pintu serta salam dari Bunda yang habis dari warung.
"Assalamualaikum,"
Cakra langsung berlari kearah Bunda dan memeluk Bunda dengan sangat erat.
Bunda terlihat sangat terkejut, beliau menatap kami berdua keheranan.
Dalam pelukan Bunda, Cakra meneteskan air matanya tanpa bersuara dia semakin erat memeluk.Bunda membalas pelukan hangat dari Cakra yang saat itu terlihat sedang dalam fase terpuruknya.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro