13. Call Me Baby
Hidupku kali ini berada di ujung puncak tertinggi yang siap di hempas oleh angin.
Semua orang yang aku lewati mereka masih saja membicarakan ku. Tak terlebih saat aku tiba di kantin. Mereka semua membicarakan ku yang membuatku muak.
Nampan makanan yang ku genggam dengan erat seketika diambil oleh seseorang di sampingku.
"Hey, Cakra!"
Teriakku yang mengundang perhatian orang sekitar. Tak terkecuali Febby, Sindi dan Rara yang menatap kami berdua dengan sinis.
"Silahkan duduk,"
Cakra menarikan kursi, dia menyuruhku duduk di sana. Seperti sepasang kekasih yang tengah berkencan di restoran. Cowok itu melakukan hal hal yang hanya ku lihat di sebuah film romansa.
Dia duduk di hadapanku, menatapku dengan senyuman nya yang memabukkan.
"Berhenti menatapku, ini makan siang pertama setelah resmi pacaran!" Ujarnya
Uhuk!!!
Aku tersedak selang mendengar ucapan Cakra yang tiba tiba.
Anak ini begitu aneh, batinku.
"Minum dulu," dia memberikan ku jatah susu coklatnya kepadaku yang sedang tersedak.
Cowok itu menatapku dengan tawanya yang tak tertahankan.
"Bisa bisanya tersedak padahal tidak makan atau minum!" Cowok itu tertawa girang sambil terus tertawa.
Aku harus menahan malu saat ucapan yang cowok itu berikan terdengar oleh orang orang yang ada di kantin saat itu.
"Tahan Arin,,, ini ujian" batinku.
Melirik tajam kearah cowok yang duduk di depanku, dia langsung terdiam tanpa berkutik setelah mendapat lirikan tajam milikku.
"Serem amat nih cewek!"
Mungkin itu yang ada di dalam benak cowok bernama Cakra itu.
Mengambil satu suap nasi, dia makan tanpa berbicara apa lagi menatapku. Tatapannya hanya tertuju ke arah nampan makanan.
Beberapa saat setelah terjadi keheningan diantara kami, Cakra mencoba untuk berbicara dengan ku yang masih mengunyah makananku.
"Gemoy banget sih pacar Cakra ini"
Cowok itu mencoba menyentuh pipi ku yang gembung karena makanan yang ku lahap.
Belum sempat dia meletakan tangan besarnya di pipiku aku menapisnya menggunakan tanganku dengan kuat.
"Jangan berani menyentuk pipiku!" Ancam ku sambil menyodorkan sumpit kearah Cakra.
"Nye, nye, nye,"
Cakra mengejekku karena suara yang ku keluarkan seperti orang kumur kumur.
"Ditelan dulu makanannya, baru ngomong!"
Senyuman yang selalu dia tampilkan setiap harinya membuatku merasa dia adalah orang yang sangat humoris walaupun kadang ngeselin tapi setelah beberapa lama dia asik juga orangnya.
"Rin,"
"Hmm," tatapku.
"Call me Baby, cepetan" suruhnya sambil menyedot kopi yang dia beli barusan.
"Apa? Baby? Emang lo bayi apa?"
Tanpa memberikan apa yang Cakra mau, aku pergi meninggalkannya sediri di meja dengan membawa nampan ku.
"By, tunggu" teriak Cakra.
Aku mempercepat langkahku sambil menutupi wajahku dengan salah satu tanganku.
Sungguh memalukan, sangat memalukan kalimat yang aku ucapkan berulang kali.
***
"Rin, tumben kesini?" Tanya Dirham yang mendapati ku sedang duduk termenung di pojokan rungan ekskul.
"Setiap hari juga gue kesini terus!" Seruku lalu pergi kemeja ku yang ada di dekat pintu ruangan ekskul.
"Hmm, sepertinya kau sedang tertekan!" Cowok itu menarik kursi yang ada didekatnya dan duduk di sampingku.
"Apaan sih Dir, gue gak papa,"
"Beneran gak papa? Gue lihat seisi sekolah masih aja membicarakan mu dengan Cakra!"
Ucapannya membuatku sangat kesal. Cakra, Cakra, Cakra cowok itu sudah membuatku gila.
"Gak usah bahat itu kegue napa! Males dengarnya tau!"
"Eh, jangan marah dulu. Gue kan cuma ngomong!"
Dirham mengerutkan dahinya sambil membuka buka buku album foto yang ada di hadapannya.
"Omong omong, gimana perasaan Ahmed setelah mendengar berita tentangmu dan Cakra,"
Dirham terus saja berbicara tanpa henti. Aku sangat muak dengannya sampai sampai aku mendorong kursinya karena sangat kesal.
"Hey, Arin"
Teriaknya yang hampir jatuh dari kursi.
"Rin, lo tu ku lihat sangat menyukai Ahmed tapi kenapa kau jadian sama Cakra. Tapi deketnya sama Ravi!" Ucapnya sambil membenarkan letak kursinya.
"Bisa gak lo tutup mulut!" Teriakku nyaring.
Terdengar suara langkah kaki Ahmed memasuki ruangan.
Ahmed hanya melirik kami berdua yang sedang berbicara dan duduk di kursinya yang terletak di seberang.
"Wajahnya seperti itu dari tadi pagi," bisik Dirham.
Tak bisa di pungkiri saat melihat tatapan wajah Ahmed aku makin percaya diri bahwa Ahmed sebenarnya menyukaiku.
Dirham berjalan kearah Ahmed sambil memberikannya sebuah foto yang dia ambil dari album foto milikku.
"Ahmed, lo gak pernah sadar ya, nih cewek cantik banget. Tapi lo sia siakan. Sekarang dia sudah sama yang lain lo baru ngerasa sedih dan nyesal" ucap Dirham yang menunjukan fotoku waktu kelas 2 SMA saat mengikuti lomba melukis.
"Ya!!! Dirham" aku berusaha merebut foto itu dari tangan Dirham dengan paksa.
Aku mengerahkan seluruh tenagaku untuk mengambil foto itu darinya.
Ahmed hanya terdiam melihat kami berdua sedang berebut foto itu tanpa bicara atau melerai kami.
"Baby Arin,"
Terdengar suara Cakra dari arah luar ruangan yang sedang mencariku.
Tok... tok... tok...
Suara pintu terbuka terdengar dengan jelas. Ya Cakra, cowok itu masuk kedalam ruangan ekskul fotografi dengan senyumnya yang khas.
"By!" Panggilnya kepadaku.
Melihat Dirham teralihkan saat melihat Cakra masuk. Aku bergegas mengambil foto itu dari tangannya.
"Arin, cowok mu tu,"
Baru selangkah aku pergi menuju mejaku untuk bersembunyi. Dirham memanggilku dengan antusias.
"Jangan lo buat masalah di ruangan ini. Cepat bawa keluar pacarmu"
Dirham menarik tanganku dan mendorongku kearah Cakra. Cakra menyambut ku dengan hangat, membawaku keluar ruangan. Tak lupa juga dia berterima kasih kepada Dirham.
"Thank you bro," seru Cakra.
***
"Kenapa ngehindar?" Tanya Cakra yang tengah bermain air keran setelah mencuci tangannya.
"Aku gak ngehindar!" Jawabku tegas.
"Iya kah,"
"Aku gak akan ganggu kamu lagi hari ini kalau kamu mau manggil aku baby!"
Cakra memberikan tawarannya. Dan disitu aku bingung harus bagaimana. Gak mungkin aku memanggilnya baby, tapi kalau gak manggil dia dengan kata baby dia akan terus menghantuiku kemana pun aku pergi.
"Bagaimana, sudah menentukannya?"
Cakra menatapku dalam. Alisnya yang tebal mempertegas wajahnya yang terlihat serius.
Aku termenung bingung harus bagaimana menghadapi Cakra yang begitu menginginkan aku memanggilnya baby padahal kami tidak ada ikatan apapun.
"Assalamualaikum bu Kartika," ucapku yang membuat Cakra langsung salah tingkah.
Cowok itu melihat sekeliling tapi tak ada bu Kartika disana. Dia menatapku tajam karena aku berani membohonginya.
"Sudah pandai berbohong ya!"
"Enggak kok,"
"Itu bu Kartika ada di belakang mu,"
Cakra yang tak percaya, dia tak mau melihat kebelakang lagi.
"Hallo Arin," suara lembut bu Kartika membuat Cakra langsung terdiam.
Wajahnya terlihat sangat terkejut. Dia pun menengok kebelakang dan betapa terkejutnya dia melihat bu guru cantik itu di belakangnya.
Dia hanya terdiam menunduk tak berani menatap wajah bu Kartika.
"Saya pergi dulu bu,"
Cak pergi dengan begitu saja. Tak seperti tadi yang bahkan tidak mau beranjak dari tempatnya demi mendengar ku mengatakan baby kepadanya.
Terlihat raut wajah bu kartika sedih bercampur bahagia saat melihat Cakra. Bu Kartika tersenyum kepadaku.
"Sedang apa kalian disini?" Tanya bu Kartika.
"Anu, bu lagi membicarakan tugas kelompok kimia,"
Aku harus berbohong kepada bu Kartika. Kan gak mungkin aku bilang kalau Cakra membawaku kesini untuk mendengar aku bilang baby ke Cakra.
"Ooh, gitu. Yaudah ibu duluan ya,"
"I-iya bu,"
Bu Kartika sangat cantik, menurutku dia guru yang sangat cantik di sekolah ini. Tapi sayangnya beliau tidak pernah mengajar kelas kami sama sekali.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro