Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

11. Rumor

"Baru pulang!"

Tegur Bubu yang melihatku baru pulang dari sekolah jam 6 sore. Wajahnya terlihat sangat marah ditambah kedua tangannya terlibat membuat kesan garang.

Bubu menatapku dengan sangarnya. Memperhatikan adiknya perlahan melangkah ke arahnya.

"Bubu,"

Aku merangkul tangan kakakku, tersenyum manis agar amarah kakakku reda. Bilang Bubu, salah satu pereda amarah, rasa penat dan khawatirnya hanya senyum Manis adiknya. Dia mudah luluh hanya dengan sebuah senyuman.

"Dari mana aja? Jam segini baru pulang! Bubu sampai di marahi bunda tau lah. Amer juga sedang keluar mencari mu," omelnya.

Bubu terlihat sangat marah. Dia bahkan tidak menatap ku sedikitpun. Dia mengabaikan ku.

Bubu!!!

Aku berteriak merajuk karena diabaikan. Disisi lain terlihat bunda bersama Bunga di dapur sedang menyiapkan makan malam.

Terlihat Bunga sangat kesal. Dia menatapku dengan sinis sembari memainkan pisau yang dia pegang seakan-akan ingin sekali memotong tangan dan kakiku.

Kondisi rumah sangat sunyi. Mereka hanya terdiam, disitu aku merasa sangat bersalah. Aku merasa ketakutan, hanya bisa menunduk dan berdiam diri.

Untuk pertama kalinya aku diabaikan oleh keluarga termasuk bunda. Bunda hanya diam sambil memasak makanan.

Terdengar suara pintu terbuka menambah kesan horor di rumah saat itu. Aku memperhatikan pintu rumah itu terbuka. Melihat sosok anak laki laki masuk kedalam rumah dengan raut wajah khawatir.

Anak laki laki itu menatapku kesal. Sesekali dia bernafas berat merasa sangat marah.

"Dari mana aja? Kenapa gak bilang kalau pulang lambat!"

Amer memarahiku habis habisan, tidak ada yang bisa menyelamatkan ku dari amukan kedua saudara laki laki ku. Untung saja kakak perempuanku tidak ikut memarahiku. Kalau mereka bertiga bersatu untuk memarahiku. Akan di pastikan, perang dunia ketiga akan dimulai.

Mendengar kedua saudara ku memarahiku, bunda yang sedang menyuguhkan makanan di meja makan menyuruh kedua laki laki itu berhenti. Dan menyuruhku ke kamar untuk mengganti baju.

Karena sudah magrib, bunda tidak mengizinkan ku untuk mandi. Bilang bunda, anak perawan gak boleh mandi waktu magrib nanti bisa dikawinin sama hantu.

Dengan cepat aku masuk ke kamar, menaruh barang barang ku serta bergegas mengganti pakaianku.

Aku turun ke kebawah. Melihat keluargaku sudah duduk di meja makan menungguku, untuk makan bersama.

Keadaan saat itu masih sunyi. Terlihat dari wajah saudara dan saudariku masih marah kepadaku.

"Bubu, Bunga, Amer, sudah jangan marah lagi. Nanti kita dengar penjelasan Arin. Sekarang kita makan dulu,"

Bunda memanglah penyelamat ku. Beliau selalu bisa mendamaikan anak anaknya dengan cara yang halus.

Tapi, aku sudah kenyang karena habis makan bareng Ravi tadi. Yang membuatku terjebak di situasi mengerikan antar saudara ini.

"Arin, kenapa diam aja? Ayo makan,"

Bunda mengambilkan ku sepiring nasi lengkap dengan lauk pauknya.

Aku hanya bisa menelan ludah melihat bunda menyuguhkan ku sepiring penuh makanan.

"Kenapa gak dimakan?" Suara sadis kak Bunga membuat kakiku terasa sangat lemas.

"Iya Rin, kenapa gak dimakan sayang?" Bunda menatapku dengan lembut sambil memegang kedua tanganku.

"Arin tadi sudah makan bunda," ucapku pelan.

"Makan sama siapa?"

Sorot mata Amer dan Bubu sungguh membunuhku saat itu.

"Sama Ravi!" Kataku pelan sambil tertunduk.

"Ravi? Pacaran kamu sama dia?" Amer naikan volume suaranya.

"Enggak kami gak pacaran,"

"Terus? Ravi kan bukan teman kelas mu. Kamu juga gak satu ekskul sama dia. Bagaimana bisa dekat dengan cowok kek dia!"

"Amer!" Tegur bunda.

Aku terus tertunduk mendengar perkataan yang cukup keras yang dilayangkan kepadaku. Meremas tanganku dengan kuat menahan rasa takut. Mataku mulai berkaca kaca. Bahkan tenggorokanku terasa sangat tersekat sekarang.

"Tadi pagi Arin berjanji dengan Ravi, untuk menonton pertandingan bulu tangkisnya. Jadi Arin nonton setelah pulang sekolah. Dan setelah selesai, Arin diajak Ravi buat makan di restoran depan sekolah. Arin minta maaf, gak ngabarin Bubu sama Amer. Maafkan Arin,"

Bunda mengelus punggungku dengan tangannya dengan lembut. Bunda menenangkan ku yang tau kalau aku akan menangis saat di hakimi oleh kedua saudaraku itu.

"Ooh, lain kali  kalau mau pulang telat ngomong! Jangan gak ada kabar! Mengerti!" Bubu memberikanku sekotak susu karena gak memungkinkan adiknya itu makan lagi setelah makan bersama temannya tadi.

"Nih minum, gak usah makan nasinya. Nanti biar Bubu aja yang makan,"

"Dah jangan nangis," Amer menatapku meyakinkanku kalau dia sekarang sudah baik baik saja

***

Berjalan menuju kelas bersama dengan teman temanku melewati taman yang di penuhi tumbuhan hijau membuat hatiku sangat senang. Tapi ada satu hal yang membuatku aneh.

Semua orang yang kami lewati terus berbisik sambil menatapku sinis. Ntah apa yang telah kulakukan sampai diperlakukan seperti itu. Fiona yang menyadari nya, berhenti sejenak dan menatap sekelompok siswi yang sedang berbicara di samping kami.

"Ada apa? Ada yang salah?" Tanya Fiona yang membuat sekelompok siswi itu pergi berhamburan.

"Ada apa dengan mereka semua? Kenapa menatap kita seperti itu?"

Dari depan gerbang sampai memasuki lingkungan kelas 3, kami selalu mendapati perlakuan sama. Seperti ada berita besar tapi hanya kami bertiga saja yang tidak tahu menahu.

Saat memasuki kelas, terlihat mejaku di penuhi sampah dan juga mencoret coret mejaku dengan tinta merah.

"Ya!!! Siapa yang menaruh sampah di sini!!!" Teriak Zee keras hingga terdengar hingga keluar kelas.

Aku menghampiri membersihkan mejaku yang penuh dengan kotoran dibantu teman temanku.

Tepat di hadapanku aku melihat tatapan sinis yang di berikan Febby kepadaku.

"Kau yang melakukan ini?"

Fiona menarik kerah kemeja Febby hingga dia terangkat dari kursinya menuduhnya karena dia satu satunya orang yang benci kepada Arin.

"Aku tanya sekali lagi apa kau yang melakukan itu?!" Fiona menghempaskan tubuh Febby ke kursinya dan mengambil lap untuk membersikan coretan itu.

Saat itu, Cakra dan sahabatnya masuk kekelas melihat wajah marah Zee yang terpampang dimuka kelas membawa energi negatif yang sangat menyeramkan.

"Ada apa dengan Zee hari ini?" Bisik Gaon kepada Third yang ada di sampingnya.

"Cepat bersihkan, nanti bu Ari masuk!" Ucapku membuat pandangan mata Cakra tertuju kepadaku.

Melihat mejaku yang berantakan cowok itu melangkah mendekatiku. Dia menatapku bingung.

"Siapa yang lakukan ini?" Tanya Cakra sembari membantuku membersihkan sampah.

"Cakra! Lo!" Guntur menepuk pundak Cakra yang lagi membantuku membersihkan meja.

"Ada apa?"

Guntur menghadapkan ponselnya di depan wajah Cakra secara tiba tiba sesaat setelah Cakra berbalik menatapnya.

"Lo dan Arin!" Ucap kaget Guntur.

Aku mengambil ponsel Guntur dan melihat isi nya.

"Apa apaan ini!" Aku menatap Zoya dengan perasaan kesal.

"Ada apa?" Zoya menatapku bingung.

Ketiga sahabatku membuka ponselnya dan membaca rumor yang beredar.

Rumor dating Cakra dan Arin tersebar di situs berita sekolah.

Seketika sahabatku terkejut dan menatap tajam kearah Zoya. Mereka menuduh Zoya yang melakukan itu. Karena kemarin dia berteriak bahwa aku sedang kencan dengan Cakra.

Tak heran kalau seisi sekolah menatapku dan membicarakan ku. Kabar kencan ku dangan pangeran sekolah menggemparkan seisi sekolah.

Cakra saat itu hanya tersenyum kecil, cowok itu terlihat sangat senang tak ketulungan. Sedangkan sahabatnya terkejut mendengar kabar itu.

"Rumor sudah tersebar! Jadi kita resmi berkencan!" Bisiknya yang membuat mental ku benar benar down.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro