Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

17. Nada Labil

Nada keluar kamar dengan langkah gontai. Ia sama sekali tidak memiliki semangat untuk berangkat ke sekolah. Lebih tepatnya, Nada masih tidak berani bertemu dengan Rama.

"Ayah berangkat dulu aja, aku mau minta antar Kak Gema." Gadis itu berteriak dari lantai dua. Ia masih malas turun.

Selanjutnya ia masuk ke kamar kakaknya tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Kamarnya masih gelap karena sinar matahari masih terhalang gorden. Nada membukanya lebar-lebar, tak lupa menggeser pintu balkon agar udara di kamar Gema segera berganti.

"Kak, bangun. Anterin gue ke sekolah." Gadis itu berkata sembari menatap pemandangan di luar.

"Siapa yang buka jendela, sih? Dingin tahu, tutup dulu, Bun."

Bukannya bangun dan mengantarkan tuan putri, Gema menarik selimut sampai menutupi tubuhnya. Hari ini jadwalnya kosong, jadi lelaki itu memutuskan untuk datang ke kantor agak siangan.

Nada menghela napas, lalu berjalan ke tempat tidur. Siapa bisa menebak apa gadis itu lakukan selanjutnya? Dia melompat ke atas tubuh Gema.

"Ayo tangi, Kak. Aku yo malas nang sekolahan. Kalau nggak kamu antar, aku emoh budal."

"Aduh, Dek! Kamu mau bikin Kakak mati? Berat banget, sih?" Gema menggeliat dan membuat Nada terguling di atas kasur. Gadis itu melipat bibir ke bawah, kesal. "Berangkat sekarang?"

"Terserah!" jawab Nada.

"Iya, ya. Kakak mau mandi dulu." Meski mata masih lengket, Gema tidak akan bisa melihat wajah Nada seperti itu.

Setelah sepuluh menitan di kamar mandi, Gema keluar hanya memakai celana pendek dengan rambut basah. Nada hanya melirik sekilas, lalu kembali fokus pada ponsel pintarnya.

Gema mencari kaos santai di lemari, lalu berucap, "Kamu nggak mau cobain bawa mobil sendiri? Daripada harus nungguin orang lain kalau mau pergi," ujar Gema yang diabaikan oleh adiknya.

"Bilang dari tadi kalau nggak mau ngantar!" Hati Nada tersentil mendengarnya. Ia segera turun dari atas ranjang tempat tidur dan berjalan cepat menuju pintu.

Gema yang melihat dari cermin mengernyitkan keningnya. "Eh, aku nggak maksud gitu." Namun, adiknya itu tak juga menghentikan langkahnya. "Nad?"

Nada tak habis pikir jika memang benar Gema sudah lelah mengikuti ke mana pun ia pergi. Akan tetapi, bagaimana ia harus mengendarai mobil tanpa mendengar suara mengerikan di jalanan? Ia sudah membuka pintu ketika tangan Gema menghentikan pergerakannya.

"Kamu kenapa, sih? Ada masalah apa?" tanya Gema. Ia sangat heran dengan sikap Nada pagi ini yang mudah tersinggung.

Gadis berambut kecokelatan itu menatap sendu pada kakaknya. "Aku nggak mau ketemu Kak Rama, Kak. Aku bingung harus jawab apa ke dia," jawabnya disusul air mata yang mulai menetes di pipi.

Bukannya prihatin, Gema malah tergelak. Ternyata alasan dari sikap Nada masih sama, Rama. "Aku pikir apaan, Nad."

"Aku serius, Kak. Bantu aku napa, ih. Gimana aku ngomong sama Kak Ramanya?" Nada merengek dengan menggoyangkan lengan Gema.

Gema memaksa meredakan tawanya, lalu menjawab, "Selagi ada kesempatan, mending kamu juga jujur sama perasaan kamu itu. Nggak mungkin selamanya Rama bakal suka sama kamu."

"Bisa gitu?" potong Nada.

"Bisa, kalau cowok nggak ada respons positif dari ceweknya, ya mending dia nyari yang mau terima dia apa adanya." Gema mengusap bekas air mata yang membekas di wajah Nada. "Tapi bentar, penampilan kamu kayak beda, ya?" Gema mengamati

"Ayo berangkat, nanti kamu pikir lagi di mobil."

Nada memajukan bibirnya, tetapi menuruti ucapan kakaknya. Mereka menuruni tangga sembari berdebat kecil. Nada yang tak mau kalah dan Gema yang hobi menggoda adiknya.

"Kalian ngapain aja, sih? Bunda panggil dari tadi nggak ada yang nyaut." Sapaan dari Nevi dengan omelan karena diabaikan oleh kedua anaknya. Wanita itu berdiri di depan tangga sambil berkacak pinggang.

"Kak Gema nggak mau bangun, Bun," jawab Nada cepat.

"Nggak, Bun. Aku lagi ngurus cewek galau, tuh." Gema menunjuk Nada dengan dagu.

"Kak ... mulutnya jangan lemes!" tegur Nada lembut.

Nevi mengibaskan tangan di udara sambil berjalan. "Udah, udah. Kalian sama aja. Buruan sarapan, udah ditungguin Rama, tuh."

"Hah?"

Gema meninggalkan adiknya yang masih tertegun di tempatnya. Lelaki itu menghampiri Rama yang sedang menikmati sarapan berupa susu dan roti.

"Ayo sarapan, Nad. Kalau kamu mau disuapin bisa minta tolong langsung sama Rama." Ucapan Gema membuat cowok yang baru saja disebutkan namanya urung menghabiskan sisa minumannya.

Rama menoleh pada Nada yang memalingkan wajahnya saat kedua pasang mata mereka bertemu. Ia menarik kursi paling ujung untuk menjaga jarak dari kedua laki-laki yang bisa membunuhnya dalam waktu bersamaan.

"Jangan lama-lama makannya, kasihan Rama udah nungguin dari tadi." Omelan kedua Nevi saat ia kembali membawa susu untuk Nada dan kopi untuk Gema. Kemudian menyiapkan roti Nada dengan selesai cokelat.

"Nggak apa-apa, Tante. Bel masuknya masih lama, kok." Rama menimpali.

Nevi tersenyum singkat pada cowok itu sebelum berlalu dari meja makan. Mulut Nada hanya fokus pada makanan dan minuman di depannya. Ia hanya menajamkan pendengaran saat kedua lelaki di sana membahas pertandingan sepak bola semalam.

Pantas aja Gemak ngebo!

"Kamu bawa bekal apa nggak, Sayang? Bawa aja, ya. Kalau tiba-tiba lapar biar nggak usah ke kantin."

Nada sudah membuka jawabnya untuk menolak tawaran bunda kembali mengatupkannya lagi. Sisa susu setengah gelas yang ia minum pelan-pelan sambil menunggu Nevi menyiapkan kotak bekal.

"Nanti pulangnya kayak biasa, Kak. Jangan telat kalau bisa," tutur Nada tanpa berniat melihat wajah Gema.

Sayangnya, Rama yang menimpali, "Sekalian sama aku aja, nanggung kalau cuma ngantar. Bukan gitu, Tante?"

"Tante terserah Nadanya mau gimana? Emang jam pulang kalian barengan? Kelas dua belas belum mulai bimbingan, Rama?" Nevi sudah selesai dengan kotak bekal putrinya, lalu ikut duduk bersama mereka.

Rama menjawab, "Belum, Tante. Mungkin setelah semester satu, atau kapannya masih belum jelas."

"Nada berangkat dulu, Bun, Kak." Gadis itu beranjak berdiri dan bergegas berjalan keluar tanpa mengajak Rama.

Nevi menengok Nada dan Rama bergantian. Mau memberi teguran lagi, gadis itu sudah hilang di balik pintu. "Eh, ya, udah. Kalian berangkat aja, kamu bawa motor lagi, Rama? Kalau iya, mending bawa mobilnya Nada aja. Masih baru, belum pernah dipakai sama Nada."

"Saya bawa mobil kok, Tan. Saya permisi dulu. Mari, Tante dan Kak Gema." Rama segera menyusul Nada ke luar. Ia khawatir kalau gadis itu sampai berdiri di depan pintu gerbang untuk memesan ojek.

Nevi yang penasaran juga mengikuti Rama keluar. Iya ingin melihat mobil apa yang dibawa anak itu.

"Ayo naik," ucap Rama seraya membukakan pintu untuk Nada.

"Naik mobil? Motor kemarin mana? Cepetan naik motor, 'kan?"

Rasanya sudah biasa saja melihat kendaraan roda empat di hadapannya itu karena sama saja dengan beberapa mobil yang berbaris di garasinya. Berbeda dengan Nevi yang terkejut melihat barang terbaru sudah dipakai oleh Rama.

Wanita itu masuk ke dalam rumah dengan cepat untuk melapor pada Radit. Ia juga mau mobil seperti Rama, kalau bisa yang sangat terbaru.

"Kemarin aku dengar bunda kamu teriak waktu liat anaknya naik motor, jadi aku bawa ini aja. Kenapa? Nggak suka, ya?"

"Bukan, eh. Ya, udahlah, ayo." Malas berdebat, Nada segera masuk ke dalam mobil disusul Rama dengan senyum manisnya.

Halo, halo ....

Gimana ceritanya yang masih di pertengahan ini?

Ada rasa apa aja?

Makasih yang udah nemenin sampai sejauh ini ya

Love kalian banyak banyak😘

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro