Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

💝 04 💝

Rose kembali ke kamarnya. Memeriksa meja riasnya, mengecek setiap merk lipstik yang ada. Ia bingung sendiri.

"Loh, lipstiknya mana?" Tanya Rose ke dirinya sendiri. Bukankah kemarin ia letakkan di sini? A-atau....

Segera ia beralih ke kopernya di lantai samping ranjang. Kopernya terbuka, ia segera mengacak-acak isinya, berusaha menemukan barang tersebut.

Hingga akhirnya ia mendapatkannya di selipan baju. Ia menatapnya untuk memastikan dan itu benar lipstik yang ia cari. "Syukurlah masih ada."

Rose segera menutup kopernya. Namun, suara Mama tiba-tiba memanggilnya. Rose pun segera membalas sautan itu.

Dia datang ke sumber suara, Mama ada di dapur, jadi Rose buru-buru ke sana.

"Iya, Ma? Ada yang bisa Rose bantu?" Tawar Rose setelah tiba.

Mama Eli menatap menantunya di depan lemari dapur. "Gini Nak, tadi Mama lupa nitip sama Papamu. Kamu bisa beliin barang-barang ini di supermarket nggak? Nggak banyak kok."

"Oh iya, bisa Ma, kebetulan Rose mau nganterin barang."

"Barang? Ke siapa?" Tanya Mama penasaran.

"Ke ... temen cewek, Ma. Ini, nganterin lipstik." Rose berbohong, ia takut jika bicara masalah ini ke mertuanya akan jadi masalah besar. Maka dari itu, Rose memutuskan untuk berbohong demi kebaikan semua orang.

Mama Eli ber-oh panjang. "Ya udah, nanti kalo mau balik kabarin Mama ya, Nak."

"Iya, Ma. Kalo gitu aku berangkat dulu, Ma." Rose menyalami punggung tangan mertuanya. Kemudian ia pamit pergi ke teras rumah.

Rose sudah memesan taksi online sejak tadi, tapi tak ada tanda-tanda taksi itu muncul. Setelah menunggu 30 menit lebih, taksi itu muncul di depan gerbang rumah.

Rose segera menghampirinya.

Supir taksi itu keluar dan membukakan pintu untuk Rose, ia sedikit merasa bersalah karena membiarkan pelanggannya menunggu terlalu lama.

"Maaf ya, Mbak, tadi macet di sekitar jalan raya," kata supir taksi itu memberitahu.

Rose membalasnya dengan lembut tanpa emosi. "Iya, Pak, nggak papa kok."

"Nanti saya kasih diskon ya, Mbak. Minta maaf banget saya tuh."

Mendengar kata Diskon, Rose tersenyum tipis. "Iya, terserah bapak saja."

Lumayan, Pikir Rose, ia bisa sedikit menghemat pengeluaran pribadinya.

Kemudian tak lama, ia telah sampai ke aula kantor suaminya, Harrison Company. Ia segera turun dari taksi setelah membayar sejumlah uang.

Gedung kantor yang melonjak tinggi dan besar, membuat siapa saja yang melihatnya pasti akan terkagum-kagum.

"Mas, aku datang." Rose berjalan masuk ke dalam kantor, satpam yang mengenali siapa Rose segera menyambutnya masuk dengan sopan. Keduanya tersenyum tipis.

Rose segera menuju meja resepsionis, meminta untuk memberitahu atasannya bahwa ia telah datang.

Resepsionis itu mencoba menelpon telepon selular yang ada di ruangan Millo, tapi sayang sekali, tak ada jawaban.

"Mohon maaf, Ibu, sepertinya Pak Millonya belum datang."

"Eh?" Rose terkejut, itu bukannya mustahil? Millo sudah berangkat jauh lebih lama darinya. Mana mungkin ia belum datang? Selama perjalanan ke sini, tak ada macet sama sekali. Jadi, kemana Millo pergi?

"Bisa dicoba lagi?" Pinta Rose dengan lemah lembut. Resepsionis itu mencoba menelpon lagi, tapi tetap tak ada jawaban.

Resepsionis menggeleng di hadapannya. Rose menghela napas panjang.

"Ya sudah, bisa panggilkan assitennya saja?" Pinta Rose lagi. Ia pikir, akan lebih baik memberikannya langsung ke orang yang bersangkutan.

"Baik, mohon ditunggu, Ibu."

Telepon pun tersambung. Resepsionis itu memberitahu bahwa ada Rose di sini. Kemudian setelah berbincang singkat, Resepsionis itu menutup teleponnya.

"Tolong ditunggu ya, Bu, sebentar lagi asisten Pak Millo akan menemui Ibu. Mohon menunggu di ruang tunggu ya, Bu."

"Oh iya, makasih ya, Mbak." Rose segera pergi dari meja resepsionis, ia pergi ke ruang tunggu tak jauh dari sana. Seorang OG perempuan datang dan menyajikan teh kepada Rose.

Rose pun berterima kasih, OG itu segera melanjutkan pekerjaan bersih-bersihnya.

Sembari menunggu, Rose memainkan gawainya, membuka sosial medianya yang penuh dengan ucapan selamat. Ia selalu tersenyum bahagia melihat support teman-teman terdekatnya.

"Permisi, Bu." Seorang pria cukup gemuk masuk ke dalam ruangan. Ia duduk di hadapan sang nyonya besar.

"Eh, iya Pak?" Rose tampak bingung. Kenapa pria ini yang menemuinya? Mana asisten Millo?

"Ada yang bisa saya bantu, Bu? Kebetulan Bapak Millonya belum datang."

"Ka, kamu asisten Millo?" tanya Rose ragu.

Pria itu mengangguk. "Iya, Bu, saya asisten bapak Millo. Dan Ibu sendiri, istri Bapak Millo, 'kan?"

Giliran Rose yang mengangguk. "Iya bener. Btw, asistennya cuma kamu doang ya?"

"Iya, Bu." Pria itu menjawab dengan pasti.

Rose harusnya tidak mempertanyakan hal ini, tapi jiwanya penasaran setengah mati. "Maaf sebelumnya, saya tau ini nggak sopan dan nggak masuk akal, tapi apa lipstik ini punya kamu?"

Rose mengeluarkan lipstik itu dari sakunya, memberikannya ke orang yang mengaku asisten Millo.

Asisten itu menerima lipstik tersebut, memeriksanya sesaat. "Maaf, Bu, ini bukan punya saya."

"Ada nggak perempuan di kantor ini yang pakai lipstik serupa?"

Pria itu tampak berpikir, mengingat-ingat. "Keknya nggak ada deh, Bu. Kenapa memangnya, Bu? Ada masalah apa kalau boleh tau?"

Rose menggeleng cepat. "Bukan apa-apa, soalnya lipstik itu langsung ada di dalam laci kamar. Kemarin kan Mas Millo datang ke kantor, jadi saya pikir dia salah bawa barang."

Asisten Millo hanya tertawa kecil. "Sepertinya tidak, Bu. Atau itu memang barang milik Pak Millo? Ibu sudah tanya langsung?"

Rose menggeleng.

"Jikalau saya boleh memberi saran, akan lebih baik jika ditanyakan langsung ke Pak Millo, Bu."

Rose hanya menghela napas berat. "Ya sudah, makasih atas waktunya ya."

Rose mengambil kembali lipstik itu kemudian beranjak bersamaan dengan asisten Millo, bersalaman sesaat.

Baru keluar dari ruang tunggu, terlihat Millo yang sedang mengobrol dengan resepsionis. Asisten Millo sontak memanggil atasannya, Millo menoleh. Terkejut dengan kehadiran istrinya di kantor.

Segera ia menghampirinya. "Kenapa, Sayang? Ada masalah kah?"

"Nggak kenapa-kenapa, Mas. Aku tadi sekalian mampir aja. Kukira kamu udah ada di kantor, eh taunya baru datang. Abis dari mana, Mas?"

"Tadi abis nganter sayur asem ke adik kamu, Esme sama belanja sedikit barang kantor."

Segera ia tunjukkan kantong plastik tebal belanjaannya. Terlihat benda-benda kantor di dalamnya. Rose bernapas lega, ia berpikir yang bukan-bukan barusan.

"Hayo, kamu tadi mikir kemana?" goda Millo.

"Nggak kok, nggak." Rose gelagapan, pikirannya sudah tertebak.

Millo tertawa lebar di lorong kantor. "Ya udah, ikut aku ke ruanganku yuk?" Ajaknya.

"Hem, nggak bisa deh, Mas, aku kudu belanja ke barang-barang ini di supermarket." Rose menunjukkan catatan dari Mama Eli tadi.

"Gimana kalo aku temenin?"

"Nggak usah, Mas, aku nggak mau ganggu jam kerja kamu."

"Nggak papa kok, sayang."

"Terus, kalo kamu ikut aku, yang ngerjain tugas kantor siapa?"

Millo menatap asistennya. Dalam diamnya, ia memberi kode untuk mengiyakan pertanyaannya sesaat lagi.

"Tugas kantor ya...."

Asisten Millo menyelah cepat, "Biarkan saya yang ambil alih, Pak. Saya yakin bisa meng-handle semua pekerjaan hari ini."

"Tuh liat."

Rose memandangi suaminya curiga. "Ya udah, Mas boleh ikut. Tapi nanti setelahnya balik ke kantor ya, jadi atasan yang baik."

"Iya sayangku, cintaku, sarangheku."

"Gombal!"

Kemudian keduanya masuk lagi ke dalam mobil, pergi dari kantor.

Tak butuh lama untuk sampai ke supermarket terdekat. Millo dan Rose segera beranjak turun dari kendaraan beroda empat itu.

"Mas mau ikut ke dalam juga?" tanya Rose ke suaminya.

Millo mengangguk. "Biar kamu nggak kecapean, Sayang."

"Nggak kok-"

"Udah, nggak baik nolak bantuan suami." Millo mendorong bahu Rose, kemudian keduanya masuk ke dalam supermarket. Segera menuju rak sayur-sayuran dan membeli satu per satu barang yang ada di catatan Mama Eli.

Keduanya berjalan ke keluar area kasir, di tangan mereka sudah ada tiga kantong plastik besar dengan berbagai isian di dalamnya.

"Mama marah nggak ya? Aku keluarnya lumayan lama, terus juga belanjanya banyak gini," Ucap Rose saat berjalan ke arah mobil.

Millo menatapnya dari samping. "Nggak kok, Sayang, Mama pasti maklum. Tapi jangan bilang-bilang ke Mama ya kalo aku bantuin kamu ke supermarket."

"Kenapa memangnya, Mas?" Rose menghentikan langkahnya.

Millo tersenyum tipis. "Karena pasti dia ngira kalo aku nyari-nyari alasan buat bolos, padahal emang iya."

Rose menghela napas kecewa setelah mendengarnya. Ia melanjutkan langkahnya dengan geleng-geleng kepala.

Millo segera mengejarnya.

"Jangan diceritain ya, Sayang." Bujuk Millo dengan nada memelas.

"Sayang." Lanjutnya.

Rose membuka pintu belakang mobil. Memasukkan kantong plastik besar itu ke mobil. Millo masih merengek di sampingnya.

"Ayolah, Sayang."

Rose berbalik menghadap suaminya. "Lain kali jangan kek gini lagi ya. Aku nggak enakan kalo bohong sama Mama."

"Iya, janji nggak lagi. Makasih sayang!" Millo segera memasukkan kantong plastiknya ke mobil dan menutup back door mobil.

"Yuk balik."

"Iya."

Mereka sudah ada di dalam mobil. Millo memutar arah mobil, ke arah berlawanan, menuju pulang.

"Mas anter sampai rumah ya. Kasihan kalo bapak ojeknya bawa barang sebanyak ini." Millo membuka obrolan.

"Iya, iya, biar jam bolosnya nambah ya kan, Mas?"

"Eh, mana ada. Mas tuh Pure kasihan tau."

"Iya-iya, percaya kok aku. Percaya kalo Mas banyak boongnya."

"Ya ampun, Sayang," Millo menatap Rose yang cekikikan dari tadi. "Aku tuh serius loh, Yank."

"Em, gimana ya, Mas. Kayaknya sulit deh buat aku percaya sama alasan Mas yang itu."

Seketika Millo memutar setirnya ke kiri, keluar dari jalan raya. Menghentikan laju mobilnya.

"Aku cium baru tau kamu."

"Cium aja, kalo berani."

"Serius?"

"Ya."

"Abis ini ngambeknya hilang, kan?"

"Ngambek?" Beo Rose. "Siapa yang ngambek." Ia memainkan jari-jemarinya.

"Itu buktinya, main-mainin jari."

Millo tiba-tiba memajukan tubuhnya bersamaan dengan perkataan Rose.

"Lipstik!" Kejut Rose, menghentikan gerakan Millo, mematung.

Ayo, Rose, ngomongin soal Lipstik itu. Kamu nggak bisa diam-diam kek gini. Ayo dengar reaksi suami kamu.

Millo menatapnya dalam.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro