10. Luka itu begitu dalam
Silakan play mulmednya
Astrid - Mendua
***
"Seberapa banyak luka yang kau rasakan ketika dikhianati oleh dua orang yang kau cintai?"
***
Sinar matahari mulai muncul dari ufuk timur, menggantikan cahaya rembulan yang menghiasi gelapnya malam. Burung-burung mulai berkicau, terbang kesana kemari mengumpulkan jerami untuk membuat sarang. Binatang ternak mulai keluar dari kandang, mengais sisa-sisa makanan di atas tanah.
Jalanan mulai ramai oleh aktivitas manusia. Ada yang hendak pergi ke pasar, sekolah atau tempat kerja. Mereka semua punya kesibukan masing-masing. Begitu juga rumah Suhadi. Rumah yang semalam terlihat sepi kini mulai ramai kembali oleh orang-orang yang tengah sibuk mempersiapkan pernikahan Sekar. Walaupun mereka belum sepenuhnya melupakan kejadian kemarin siang, saat Kasih mencoba untuk bunuh diri. Berjuta pertanyaan memenuhi pikiran mereka. Ada yang penasaran, ada juga yang terkesan biasa saja.
Namun, ada pemandangan yang tidak lazim terlihat di ruangan tengah rumah Suhadi. Ada seorang laki-laki dan seorang perempuan sedang bersimpuh di atas lantai yang beralaskan karpet. Ada Suhadi dan Maryam yang duduk di hadapan mereka. Di samping kanan Rahman beserta Ratih duduk di sana. Ada beberapa sanak saudara yang mengintip dari balik tembok ruangan lain. Mereka penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi dalam keluarga Suhadi.
Laki-laki dan perempuan tersebut adalah Dimas dan Kasih. Kedua orang tua mereka ingin mendengar langsung kalimat pengakuan dari mulut Dimas dan Kasih. Mereka ingin tahu sejauh mana api yang mereka nyalakan hingga menghanguskan segala yang ada.
"Nikahi dia!" Suhadi menatap Dimas tajam. Tangannya menunjuk Kasih yang diam menunduk. Wajah cantiknya telah basah oleh air mata yang tidak berhenti keluar sejak tadi.
"Tapi Sekar —,"ucapan Dimas terpotong dia tahu bibirnya tidak pantas menyebut lagi nama wanita yang begitu anggun dan lembut itu.
"Tutup mulutmu!" hardik Suhadi.
"Pernahkah terlintas di pikiranmu tentang Sekar, ketika kamu tidur dengan kakak kandungnya sendiri!" Suara Suhadi naik dua oktaf.
"Laki-laki macam apa kau ini, lebih rendah dari seekor binatang!" Suhadi benar-benar marah. Maryam hanya bisa mengusap dadanya yang terasa sesak. Sedangkan kedua orang tua Dimas hanya bisa diam, melihat anak semata wayangnya diperlakukan seperti itu. Mereka sudah tidak punya muka untuk membela anak kandungnya sendiri.
"Maafkan Kasih, Yah," ucap Kasih lirih seraya terisak.
"Maaf? Apakah kata maaf mampu mengubah semua yang telah kalian lakukan?" tanya Suhadi dengan amarah yang sudah mencapai puncak.
"Kasih yang salah, Yah." Kasih memejamkan matanya. Kedua tangannya saling bertautan. Tubuhnya bergetar antara takut juga malu.
"Anak tak tahu diri! Apakah ini yang kamu lakukan selama tidak tinggal di rumah ini, hah?" Suhadi sudah tidak bisa bersabar lagi.
"Tidur dengan laki-laki yang bukan suami kamu?" bentak Suhadi.
Kasih hanya bisa menunduk sambil terus menangis. Sedangkan Maryam, dia hanya bisa terisak pilu. Bukannya dia tega melihat Kasih diperlakukan seperti itu oleh suaminya. Namun, semua ini adalah ganjaran yang harus diterima oleh putri pertamanya. Ganjaran atas dosa yang telah ia perbuat. Maryam hanya bisa menatap Kasih dengan pandangan terluka dan kecewa.
"Saya yang salah, Pak." Kali ini Dimas membuka mulut.
"Oh, jadi kalian kompak saling menyalahkan diri sendiri sekarang?" Suhadi menatap Dimas geram.
"Bagus... Bagus...," ujar Suhadi terdengar menyedihkan.
"Jadi, ini alasanmu mau bunuh diri karena hamil anak laki-laki bajingan yang tidak mau bertanggung jawab, hah?"
Kasih tidak menjawab. Begitu juga Dimas.
Ketegangan di ruang tengah rumah Suhadi terlihat begitu kental. Sanak saudara yang sedari tadi mengintip sudah tidak terlihat lagi. Mereka lebih memilih bersembunyi di sudut ruangan lain. Ada kalanya rasa penasaran berubah menjadi sesuatu yang menakutkan.
***
Di dunia ini banyak kejadian yang tidak terduga. Ada banyak kemungkinan yang bisa saja terjadi. Angin sejuk yang membawa badai. Awan tenang yang membawa hujan. Percaya atau tidak, sesuatu yang tenang kadang menghanyutkan.
Ketika di luar sana terjadi keributan dan ketegangan yang menyebabkan suasana mencekam, ada satu kamar yang begitu sunyi. Yaitu kamar Sekar. Gadis itu mengurung diri dalam kamar sejak kemarin malam. Setelah pulang dari rumah sakit. Bahkan dia tidak bisa memejamkan matanya barang sekejap.
Dia masih memikirkan perkataan Kasih. Pengakuan kakak kandungnya yang sulit untuk dipercaya.
Bagaimana bisa mereka berdua bermain api di belakangnya?
Bagaimana bisa dua orang yang ia cintai tega menikam jantungnya hingga berdarah?
Sekar terus menerus memikirkan perkataan Kasih. Apakah semua ini hanya mimpi? Apakah semua ini hanya ilusi?
Tidak. Tidak mungkin mereka tega mengkhianati dirinya?
Sekar terus bermonolog dengan pikirannya sendiri. Dia terhenyak ketika mendengar suara keras seperti orang yang sedang marah dari luar kamarnya.
Dia mengambil jilbabnya yang tergeletak di atas ranjang kemudian memakainya. Samar-samar Sekar masih mendengar orang yang sedang berteriak marah. Dia kenal suara itu. Suara lembut ayahnya. Seumur hidupnya, Suhadi tidak pernah berkata kasar atau keras pada kedua anak gadisnya. Tetapi hari ini Sekar dapat mendengar suara yang biasa lembut itu menjadi sangat menakutkan.
Perlahan kakinya berjalan menuju pintu kamarnya. Tangannya meraih knop sehingga pintu tersebut terbuka. Langsung saja matanya disungguhkan pemandangan yang begitu menyedihkan. Letak kamarnya yang langsung berhadapan dengan ruang tengah membuatnya langsung bisa melihat apa yang terjadi di sana.
Sekar berjalan perlahan menghampiri kedua orang yang tengah bersimpuh di lantai. Ratih yang melihat calon menantunya keluar dari kamar lebih memilih menyembunyikan wajahnya di dada Rahman. Dia tidak sanggup memandang gadis ayu itu yang terlihat sangat rapuh dan terluka.
Maryam yang melihat Sekar langsung saja menghampiri seraya memeluk tubuh rapuh anak bungsunya. Dia menangis di pelukan Sekar. Sedangkan gadis ayu itu hanya diam.
Sekar berjalan menuju tempat Suhadi setelah melepaskan pelukan ibunya. Lalu duduk di sebelah ayahnya. Matanya memandang Dimas dan Kasih bergantian. Dia menatap lekat-lekat wajah Kasih yang begitu sangat menyedihkan. Matanya sembab, rambutnya terurai tidak beraturan. Wajahnya pucat dengan perban yang masih melingkar pada pergelangan tangan kirinya. Sekar baru sadar kalau kakaknya terlihat semakin kurus. Dan Sekar masih bisa melihat lelehan air mata yang membasahi pipi putih gadis yang mengaku sedang mengandung anak dari calon suaminya.
Kemudian matanya beralih menatap Dimas. Laki-laki yang dicintainya
Calon suami sekaligus imamnya. Namun semua itu hanya tinggal sebuah mimpi yang tidak akan pernah menjadi nyata. Karena Dimas telah melukai perasaannya. Menghancurkan kepercayaan serta kesetiaan yang ia berikan. Walaupun sampai saat ini Sekar belum bisa percaya bahwa Dimas tega mengkhiati cintanya. Laki-laki itu hanya menunduk ketika manik hitam Sekar menelanjangi wajahnya.
Wajah Dimas terlihat begitu sangat menyedihkan. Banyak luka lembam ditambah bibirnya yang robek. Entah siapa yang memukulnya hingga seperti itu, Sekar tidak ingin bertanya. Dia tidak peduli dengan luka yang diderita Dimas karena lukanya sendiri masih menganga dan berdarah.
"Sekar...," panggil Dimas dengan suara lirih dan bergetar. Tangannya terulur ingin menyentuh tangan Sekar tapi ditepis segera oleh gadis berjilbab itu.
"Jangan sentuh aku!" Suara Sekar begitu dingin dan terdengar rapuh.
Dimas memejamkan matanya dan menunduk kembali. Hening. Hanya ada suara isak tangis dari beberapa wanita yang berada dalam ruangan tersebut kecuali Sekar. Gadis ayu itu tidak meneteskan air mata sedikit pun. Namun, sangat jelas ketara kalau dia terluka dari tatapan yang diberikan.
"Apakah benar itu anakmu, Mas?" tanya Sekar dengan tatapan terluka pada Dimas.
Laki-laki itu tidak menjawab atau mengangguk. Dia hanya diam saja. Namun, diamnya Dimas sudah menjawab pertanyaan Sekar. Gadis itu mengerti dan tidak perlu bertanya lagi. Semua sudah jelas.
"Mas Dimas mencintai Mbak Kasih?" tanya Sekar lagi.
Dimas menengadah, wajah pucatnya terlihat begitu jelas di mata Sekar.
Lagi-lagi laki-laki itu mengabaikan pertanyaan Sekar dan memilih diam.
"Maafkan aku, Kar." Suara Dimas tercekak. Dia tahu kata maaf takkan bisa mengubah segala yang ia lakukan.
"Apakah kata maaf berguna untuk saat ini? Apakah maaf saja cukup untuk menebus semua yang Mas Dimas lakukan?" Sekar tersenyum sinis menanggapi permintaan maaf Dimas.
"Pernahkah Mas Dimas pikirkan perasaan Sekar ketika tidur dengan kakak kandung Sekar sendiri?" Suara Sekar terdengar begitu pilu. Semua orang di ruangan tersebut hanya bisa diam, menyaksikan gadis berjilbab itu berbicara.
"Ternyata Mas Dimas lebih bejat dari yang Sekar kira selama ini." Kata-kata Sekar langsung menikam jantung Dimas. Laki-laki itu menunduk sambil menangis.
"Tidak perlu menangis Mas, karena semua tidak akan kembali seperti semula hanya dengan air mata."
Ruangan tersebut menjadi semakin sesak dengan suara tangisan penyesalan.
"Mbak yang salah, Dek," Kasih berucap seraya menangis. Menggenggam erat kedua tangannya sendiri.
"Mbak memang bersalah, kalian berdua bersalah." Sekar menatap tajam wajah Kasih.
"Bagaimana bisa kalian melukai hati banyak orang di sini? Lihatlah mereka...." Sekar menunjuk sepasang suami istri yang duduk di sebelahnya.
"Apa kalian pernah berpikir bagaimana dengan perasaan mereka?" Suara Sekar terdengar memilukan.
Dimas dan Kasih hanya bisa tertunduk diam.
"Mbak... Sekar sayang sama Mbak Kasih tapi kenapa Mbak tega merebut Mas Dimas?" tanya Sekar membuat Kasih semakin terisak.
"Mbak Kasih ingat, dulu ketika Sekar dibelikan hadiah boneka barbie dari Ayah dan Ibu karena mendapat ranking satu... Mbak Kasih merebutnya dan mengembalikannya setelah kepalanya putus, Mbak masih ingat 'kan?"
Sekar bercerita tentang masa kecil mereka. Kasih yang selalu menang sendiri. Egois dan keras kepala. Dan Sekar dia selalu mengalah. Sifatnya yang cenderung penurut membuat Sekar lebih banyak diam.
"Tapi, Mas Dimas bukan boneka barbie, Mbak. Mas Dimas calon suami Sekar. Kenapa Mbak tega merebutnya?"
Semua orang di ruangan tersebut hanya bisa diam, terisak dan semakin pilu. Kata-kata Sekar mampu menyayat luka yang masih menganga, membuatnya semakin dalam dan berdarah.
"Mas Dimas manusia Mbak. Dia bukan boneka yang jika Mbak bosan bisa seenaknya Mbak kembalikan pada Sekar!" Suara Sekar terdengar lebih keras dari sebelumnya. Ada amarah dari setiap kata yang terlontar dari bibirnya. Kasih hanya diam saja. Tangisnya belum berhenti sejak tadi.
"Astagfirullah haladzim...." Sekar meremas dadanya sendiri. Rasanya semakin sesak dan sakit.
"Nikahi dia, Mas!" Suara Sekar tegas.
"Tapi...," ucap Dimas ragu.
"Dasar laki-laki pengecut!" hardik Suhadi.
Plak
Sebuah tamparan mendarat lagi di wajah Dimas. Suhadi benar-benar naik pitam.
"Dasar bajingan! Kamu mau enaknya saja dan tidak mau bertanggung jawab, hah!" bentak Suhadi lebih keras dari sebelumnya.
"Sabar, Yah, sabar." Maryam mencoba menenangkan suaminya. Kedua orang tua Dimas hanya bisa menahan malu atas perbuatan anaknya.
"Nikahi Mbak Kasih, Mas."
Sekar menatap wajah Dimas dengan pandangan memilukan.
"Anak yang dikandung Mbak Kasih membutuhkan seorang ayah. Sekar tidak apa-apa kok, Mas." Suara Sekar bergetar tapi dia tidak ingin menangis sekarang. Dia tidak ingin terlihat lemah di mata orang-orang yang menyayanginya.
"Dua hari lagi acara Ijab Qabul. Mas Dimas harus menikahi Mbak Kasih saat itu juga. Bertanggungjawablah atas apa yang telah Mas lakukan."
Sekar menatap keduanya bergantian. Tatapan kecewa, marah dan juga benci.
"Aku merestui kalian berdua."
Kalimat terakhir Sekar mampu membuat semua orang semakin menangis pilu.
"Dan yang terakhir, Sekar ingin menanyakan sesuatu. Apakah Mas Dimas dan Mbak Kasih pernah pergi ke pantai Klayar berdua?"
Hening. Tetapi, Sekar dapat melihat kakaknya mengangguk pelan.
"Benarkah itu, Mas?" tanya Sekar pada Dimas yang masih diam.
Tak lama laki-laki itu pun mengangguk.
Rasanya seperti ombak pantai Klayar menyeret Sekar ke dalam laut dan menenggelamkannya ke dasar Samudera. Luka yang ia rasakan semakin perih layaknya ditaburi berkarung-karung garam. Ternyata apa yang dilihatnya beberapa minggu yang lalu bukanlah mimpi atau ilusi semata. Semuanya nyata. Dan Allah telah memberi petunjuk hari itu dengan mempertemukan mereka dengan tidak sengaja. Namun, Sekar terlalu polos atau memang bodoh tidak mau mempercayai semua itu.
Sekar sudah tidak kuat lagi berada di dalam ruangan tersebut. Tangan kirinya memegang dada yang semakin terasa sesak dan sakit. Sedangkan tangan kanannya mengepal seolah mengumpulkan kekuatan agar dia tetap bisa tegar menghadapi semua ini. Tatapan matanya kosong tapi enggan meneteskan air mata.
Dia berdiri tapi hampir saja terjatuh jika saja Maryam dan Suhadi yang berada di dekatnya tidak segera menopang tubuh Sekar yang terlihat sangat rapuh. Mereka dapat merasakan tubuh Sekar bergetar. Maryam memeluk tubuh Sekar erat sambil terus terisak. Sepasang suami istri pun memapah anak bungsunya untuk masuk ke dalam kamar.
Ratih beranjak dari duduknya kemudian menghampiri Sekar sebelum masuk ke dalam kamar.
"Maafkan kami, Nak Sekar." Ratih menangis sambil memeluk Sekar. Tetapi gadis berjilbab itu tidak menjawab sepatah kata pun. Pandangannya kosong. Jiwanya seolah terpisah dari tubuhnya.
Ibu kandung Dimas pun melepaskan pelukannya dan membiarkan Sekar masuk ke dalam kamar bersama dengan Maryam. Dia tahu betapa terlukanya gadis ayu itu. Kesalahan Dimas sungguh tidak termaafkan.
Jika kata maaf mampu membuat segalanya kembali seperti semula. Maka Ratih akan meminta maaf jutaan kali untuk menebus kesalahan putra tunggalnya. Tetapi kenyataannya, kata maaf saja tidak cukup untuk mengobati luka yang telah Dimas dan Kasih berikan pada kedua orang tua mereka dan juga pada Sekar. Gadis itu begitu sangat rapuh dan terguncang. Seperti sebuah gelas yang telah jatuh dan retak. Dan apabila kamu menggenggamnya, maka akan terluka dan sakit.
***
"Layaknya sebuah gelas yang telah retak takkan bisa kembali utuh untuk menampung tetesan air."
~***~
***
Bahasaku kacau 😭 aku nyesek pas nulis ini. Apalagi sambil muter lagunya Astrid 😭😭
Maaf jika masih ada typo, kalimat tidak efektif, kesalahan EYD dll akan diedit setelah cerita ini tamat.
Part ini saya dedikasikan untuk mbak brynamahestri terima kasih sudah membantu dan membaca kisah ini.
Dan untuk keluarga gen 3. Tetap semangat dan sukses terus untuk odocnya.
MethaSaja SerAyue xxgyuu sicuteaabis JuliaRosyad9 Tyaswuri holladollam EnggarMawarni NyayuSilviaArnaz YuiKoyuri Bae-nih CantikaYukavers
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro