9. Kembali Terluka
Happy reading!
Author POV
Bel pulang berbunyi dengan nyaringnya, mengartikan jika pembelajaran telah usai. Di menit itu juga para pengajar terpaksa menghentikan materi yang disampaikan. Tak menunggu lama para siswa berhamburan keluar dari kelas.
Begitu pula dengan Queen dan Visha, kedua cewek itu keluar dari kelas secara bersamaan. Rencananya mereka akan pulang bersama, bahkan tadi pagi mereka juga berangkat ke sekolah bersama.
Hal sederhana itu membuat Visha terlihat sumringah. Ia sangat bahagia karena bisa berangkat bersama Queen. Pasalnya sudah berkali-kali ia mengajak Queen untuk berangkat bersamanya, namun gadis itu terus saja menolak.
Dengan sedikit tertatih, Queen berusaha menyeimbangkan langkahnya dengan Visha. Queen heran sendiri, mengapa luka di kakinya lama untuk kering? Padahal ia ingin cepat-cepat berhenti berhubungan dengan Marcel.
Bugh
"Awh."
"Queen!" pekik Visha.
Queen meringis tatkala tubuhnya jatuh ke lantai lumayan kencang. Dengan dibantu oleh Visha, Queen berusaha bangkit dari lantai, ia bisa merasakan lututnya kembali perih.
"Ututu sakit ya? Kasihan banget."
Queen mengangkat kepalanya, ia bisa melihat sosok Clara bersama teman-temannya yang tengah tertawa bahagia.
"Kenapa lihat kami kayak gitu? Nggak suka?" ucap Clara sinis.
"Sha, pulang sekarang yuk," ajak Queen. Ia tak ingin memperpanjang masalah dengan Clara. Ia tahu jika yang dilakukan Clara adalah sebuah kesengajaan. Tapi Queen memilih diam dan mengalah, ia hanya tak ingin memperkeruh suasana.
"Yuk," balas Visha.
"Awh sakiit!" Lagi-lagi Queen merintih kesakitan. Baru saja ia melangkah, rambutnya yang terikat sempurna ditarik paksa oleh Clara.
"Clara! Lo apa-apaan sih! Lepasin Queen!" ucap Visha seraya berusaha melepaskan tangan Clara dari rambut Queen.
Beberapa orang yang kebetulan lewat memilih untuk melihat adegan Clara. Tak ada niatan dari mereka untuk menolong Queen, mereka tak ingin ikut campur dengan sosok Clara. Pasalnya Clara bukan orang sembarangan.
Tanpa diperintah kedua teman Clara memegangi tangan Visha dengan erat, agar Clara bisa melakukan aksinya dengan lancar. Berurusan dengan BK bukan hal yang besar, mereka sudah berulang kali mendapat skorsing karena pembullyan yang mereka lakukan. Tapi itu bukanlah hal yang besar, mereka tidak akan pernah dikeluarkan dari sekolah, dengan uang semua masalah dapat teratasi.
Pembullyan yang dilakukan Clara dan antek-anteknya sudah menjadi hal lumrah bagi siswa-siswi Mentari. Mereka memilih diam, tak ada satupun yang berani melawan Clara. Kecuali Marcel tentunya.
"Gue pernah bilang sama lo, jangan deketin Marcel! Lo tuli?" ucap Clara. Gadis itu memperkuat tarikan di rambut Queen.
"A-aku nggak deketin Marcel, Ra," ucap Queen disertai ringisan. Ia merasa kulit kepalanya seperti mau terlepas dari tempatnya.
"Terus berangkat dan pulang bareng itu nggak deketin?" sinis Clara diakhiri tawa sumbang khasnya.
"Seharusnya lo sadar diri, Gadis Miskin. Lo itu nggak pantes buat Marcel. Marcel orang kaya dan lo cuma orang miskin yang beruntung bisa sekolah di sini!" ucap Vika, salah satu teman Clara.
Sedetik setelah Vika mengucap hal demikian, tubuh Queen limbung ke lantai. Bersamaan dengan itu pekikan kesakitan terdengar dari bibir Clara.
Reflek Vika dan Salsa melepaskan tubuh Visha saat mendengar pekikan Clara.
"Ayo berdiri, Q," ucap Visha seraya membantu Queen bangkit dari lantai.
Dengan dibantu Visha, Queen berdiri dengan perlahan. Lututnya kembali mengeluarkan darah karena terbentur langsung oleh lantai.
Mata Queen membola saat melihat Marcel menarik rambut Clara dengan kuat. Dengan langkah sedikit tertatih ia menghampiri Marcel.
"Marcel, lepasin Clara. Dia kesakitan," ucap Queen seraya berusaha menjauhkan tangan Marcel dari rambut Clara.
Cowok itu menghentikan tarikannya pada rambut Clara. Detik berikutnya ia menarik paksa tangan Queen, membawa gadis itu menjauh dari kerumunan orang-orang yang menyaksikan Clara.
"Marcel, lepasin! Tangan aku sakit," ucap Queen dengan nada memelas.
Tapi Marcel seakan tuli, ia tak mengindahkan ucapan Queen. Ia masih saja berjalan dengan langkah cepat tanpa memperdulikan rintihan Queen.
Gadis itu hanya bisa pasrah, matanya telah mengeluarkan kristal bening. Tangan dan lututnya terasa begitu sakit, bahkan ia bisa merasakan lututnya kembali mengeluarkan darah. Queen juga bisa mendengar teriakan Visha yang mengikuti di belakangnya.
"Masuk!" ucap Marcel seraya membuka pintu mobil untuk Queen.
Queen terperanjat saat Marcel menutup pintu mobil dengan kasar. Tampaknya Marcel sedang dikuasai oleh amarah. Queen kembali merintih, menatap kasa yang membalut lututnya terlihat memerah, mengartikan jika lututnya kembali mengeluarkan darah begitu banyak.
Queen menunduk dalam saat Marcel telah masuk ke dalam mobil. Tanpa mengucap apapun cowok itu melajukan mobilnya.
"Lo berangkat sama siapa?" tanya Marcel. Wajahnya terlihat sangat dingin, sepertinya cowok itu benar-benar marah.
"S-sama Visha, temen aku," balas Queen lirih.
"Bukannya kita udah sepakat buat berangkat dan pulang bareng."
"T-tapi aku udah mendingan kok," alibi Queen.
"Oh udah mendingan," balas Marcel.
Dengan senyum devilnya cowok itu menepuk luka di lutut Queen dengan sengaja. Bukan hanya sekali, tetapi berkali-kali.
"Awh s-sakit Marcel," rintih Queen. Tak berselang lama isakan Queen mulai terdengar. Marcel benar-benar gila, bagaimana bisa cowok itu memukul luka di kakinya, rasanya sangat perih.
"Katanya udah mendingan, kenapa lo nangis?" ucap Marcel seakan tanpa dosa.
"Sakit tau, hiks .... "
"Sakit kan? Gue cuma minta lo nurut sama ucapan gue. Kalau gue bilang lo harus pulang dan pergi sama gue, lo harus nurut apapun alasannya. Gue nggak suka penolakan," ucap Marcel dengan tegas.
"T-tapi gara-gara aku berangkat sama kamu Clara marah," ucap Queen dengan nada bergetar.
"Itu salah lo sendiri. Kenapa lo nggak lawan aja Clara? Gadis kayak dia nggak bisa terus didiemin. Lo diam, dia semakin kesenengan."
"Aku cuma nggak mau semuanya jadi rumit, Cel."
"Semuanya nggak bakal rumit kalau lo nurut sama gue. Cukup turutin semua ucapan gue dan semua bakal baik-baik aja," ucap Marcel. Ia melirik sekilas ke arah Queen dengan tatapan tajam menusuk.
"Tap—"
"Gue nggak mau denger alasan apapun dari lo. Gue cuma mau lo berangkat dan pulang bareng sama gue," potong Marcel.
"I-iya, Cel," putus Queen. Mau membantah seperti apapun Marcel tidak akan pernah peduli. Dan sepertinya menuruti semua perkataan Marcel adalah keputusan yang tepat.
Hai aku balik lagi! Maaf karena update di hari Selasa, beberapa hari ini aku sibuk banget. Oh iya jangan lupa vote, biar aku tambah semangat buat ngetik.
Purwodadi, 9 Maret 2021
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro