Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

QLC #6: Krisis Lima Belas Tahun

"Nggak usah ikut campur urusan gue."

"Ikut campur— CALON SUAMI LO SELINGKUH, KAK! Lo pikir gue bohong? Buat apa juga gue bohongin lo soal hal kayak gini?"

Aya sempurna naik pitam. Dia tidak habis pikir reaksi Lala akan demikian waktu dia membocorkan apa yang dilihatnya di hotel tadi siang. Mas Laksa, jelas-jelas merangkul perempuan selain calon istrinya, masuk ke dalam kamar. Aya pikir dia tidak butuh bukti apa pun untuk melaporkan hal semacam itu pada kakaknya. Dia pikir Lala akan lebih percaya adiknya ketimbang—

"Gue sama Laksa udah delapan tahun. Nggak mungkin dia selingkuh. Lo mungkin salah liat, atau—"

"Gue tau apa yang gue liat," potong Aya dingin. "Lo sama Mas Laksa delapan tahun, tapi lo tinggal serumah sama gue seumur hidup. Dan lo tetep nggak bisa percaya gue?"

Aya memandang wanita di depannya tidak percaya. Lala tampak kelelahan, sikunya bertumpu pada pegangan kursi putar. Nirmala Gauri, tag nama yang terpajang mentereng di atas meja kaca. Di seberang ruangan, ada satu meja lagi yang kosong, atas nama Barata Adi Laksana.

"Lo tahunya dia ke mana?"

"Ya—"

"Lo tahunya dia ke mana, Kak?"

"Laksa ada meeting sama klien. Dia—"

"Call. Video call, sekarang."

"Lo pulang, deh." Lala kelihatan terganggu. "Gue masih banyak kerjaan. Bikin pusing doang lo di sini."

"Bakal nyesel lo, Kak." Aya mengepalkan jemari kuat-kuat. "Gue nggak bakal biarin lo nikah sama orang kayak dia."

"Terus? Apa? Lo mau batalin pernikahan gue? Lo mau narik undangan yang udah disebar?" Lala memijit pelipis. Jemarinya meraih kertas-kertas di atas meja yang tadi terabaikan karena kedatangan Aya. "Cukup, deh, Ya. Pernikahan gue, calon suami gue, urusan gue. Lo nggak usah ikut—"

"Lo kakak gue!" bentak Aya. Gadis itu maju dan melempar kasar berkas yang Lala pegang ke lantai.

"AYA! LO APA-APAAN, SIH?"

"Dengerin gue, Kak! Lo boleh nggak percaya sama gue, lo boleh nggak kasih gue tanggung jawab apa pun, tapi dengerin gue sekali ini aja! Mas Laksa selingkuh, dan lo nggak boleh nikah sama dia. Please—"

Lala berdiri tegas dan berjalan melewati Aya, membuka pintu lebar-lebar. "Keluar dari ruangan gue."

Kecewa seketika bersemayam di dada Aya. Beban yang tadinya memberati sekujur tubuh sejak dari lantai dua hotel mendadak menguap hilang. Dia sudah melakukan apa yang seharusnya dia lakukan. Dia sudah berusaha melindungi orang yang dia sayang. Tapi Lala menolak diselamatkan. Karena di matanya, Aya bukan pahlawan. Di mata kakak perempuannya yang serbasempurna, Aya yang keras kepala tidak akan pernah jadi pahlawan.

"Itu kan, yang selalu lo mau, Kak?" Gadis itu mendengus pelan. "Gue keluar? Dari ruangan lo. Dari hidup lo."

Aya menahan seluruh sakit di hatinya dan berderap pergi. Kali ini dia akan benar-benar pergi.

***

"Kak...? Kak, kamu mau ke mana— Kak Aya!"

Wajah Tata berubah gusar waktu mendapati tas jinjing raksasa penuh dengan pakaian tergeletak di depan pintu kamar Aya. Si pemilik sibuk membongkar laci-laci meja belajarnya, mengeluarkan barang-barang acak.

"Kamu... kamu mau nginep, Kak? Makrab? Naik gunung?"

Tata berusaha memikirkan kegiatan apa yang memungkinkan kakaknya perlu membawa baju sebanyak itu, tapi otaknya lebih dulu berlari pada satu kemungkinan yang tidak ingin dia akui.

"Kamu mau makan malem apa, Kak? Aku mau masak—"

Aya memasukkan seluruh barang yang dia keluarkan ke dalam totebag dan melangkah keluar kamar. Jemarinya bergerak mencabut kunci pintu dan melemparnya ke Tata.

"Lo suka kamar gue, kan? Ambil."

Tata menatap penuh kengerian sementara Aya mengangkut tas raksasanya dari lantai dan turun ke bawah. Gadis bungsu itu menggedor pintu kamar Abim, yang kemudian muncul dengan headphone menyangkut di satu telinga.

"Hah? Paan?"

"KAKAK LO MINGGAT!"

Persis saat kedua mata Abim melebar, suara gerungan knalpot motor terdengar di tengah malam. Ojek Aya meluncur meninggalkan rumah, menyisakan kedua adiknya dalam teror yang rasanya tak berubah sejak lima belas tahun silam.

***

"Kamu pikir aku nggak punya alasan? Kamu pikir aku—"

"Ya apa alasanmu? Apa alasanmu, hah? Apa yang bikin kamu ngelakuin ini?"

"Aku capek, Mas! Aku selalu berusaha ngertiin kamu! Kamu nggak pernah sekalipun—"

"Aku turutin semua permintaan kamu, ya! Aku korbanin semuanya demi kamu! Tapi apa yang aku dapet? Istri durhaka!"

"Biarin aku ngomong! Kamu nggak pernah mau dengerin aku! Kamu sibuk sama kerjaanmu, sama duniamu! Setiap kamu pulang ke rumah ini, kamu nggak pernah ngobrol sama aku! Aku muak, Mas, tinggal satu atap tapi nggak pernah dapet perhatianmu!"

"Kalau gitu keluar! Pergi kamu dari rumah ini!"

Suara berisik pakaian yang dilempar masuk koper, pintu yang dibanting, dan taksi yang menjauh terdengar sampai dalam kamar, tapi Lala berdiri di balik pintu dan mengomando ketiga adiknya.

"Sstt. Diem. Jangan nangis."

Meski tubuhnya sendiri gemetar, anak perempuan dua belas tahun itu menyuruh mereka semua bergandengan.

"Ibu pasti pulang. Ibu pasti pulang."

Abim empat tahun dan Tata tiga tahun bertukar tatap bingung. Aya lima tahun menangis histeris.

BRAK!

"Sini, kalian berempat!"

"Ayah!"

"Nirmala, bawa adik-adik kamu masuk mobil. Kita ke rumah sakit. Kita tes DNA sekarang juga. CEPAT!"

bersambung

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro