Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

QLC #19: Krisis Masa Depan

//trigger warning: 18+

"Dicariin."

Gatra memberitahu Aya setelah menutup panggilan di ponselnya. Aya tidak perlu bertanya siapa yang mencarinya, sudah pasti itu Lala. Kakak dan adik-adiknya sudah pasti khawatir karena Aya pergi tanpa mengabari begitu saja. Tapi kalau dipikir-pikir, kabur demikian memang khas Aya sekali. Mungkin kebiasaan yang satu itu memang menurun.

"Maaf aku kasih tahu Kak Lala soal kita." Gatra duduk menjajari Aya di sofa, matanya menatap apa saja. Dinding, meja, tumpukan kardus berisi barang-barang yang belum dibongkar. "Aku ngerasa harus cerita."

Aya mengangguk pelan. Matanya masih sembab. AC ruang tengah sudah Gatra matikan, tapi tubuh gadis itu masih menggigil karena demam.

"Kamu kedinginan?"

Aya mau dipeluk. Aya mau Gatra mendekapnya erat sampai seluruh tubuhnya berubah hangat. Tapi gadis itu tahu dia tidak berhak. Tidak setelah malam itu. Tidak setelah dia merasakan air dingin kolam membuatnya tersedak dan seluruh sel di tubuhnya mendadak tak mampu bergerak.

"Ay?"

Aya tidak tahu harus menghadapi Gatra seperti apa. Dia tidak tahu bagaimana cara menyembunyikan perasaan berdosanya di hadapan laki-laki yang mencintainya sepenuh hati. Aya tidak pantas duduk di sebelah Gatra sekarang.

Tapi gadis itu lebih baik mati daripada harus kehilangan. Lagi.

"Aya, lihat aku."

Aya membiarkan Gatra menarik wajahnya mendekat. Membiarkan laki-laki itu menatap matanya sungguh-sungguh.

"Aku sayang kamu. Apa pun yang terjadi."

Termasuk kalau aku selingkuh, Gat?

"Kamu sayang aku, kan?"

Aya tidak menjawab. Gadis itu hanya menangkup wajah Gatra dan maju untuk mencium bibirnya.

Panas tubuh Aya menjalar seperti api, tapi sekalipun Gatra tertular demam, dia tidak peduli. Jemarinya mendorong Gatra berbaring di sofa, sebelum bergerak melepas satu-persatu kancing kemeja laki-laki itu.

Ciumannya tidak dilepas. Gatra kehabisan napas.

"Aya-"

"Aku cinta kamu." Dia berbisik putus asa. "Aku cuma cinta kamu, Gat."

Entah siapa yang ingin Aya yakinkan.

Gatra merespons dengan meremat pinggang Aya, menyelusupkan jemari ke celah pakaian. Sentuhan laki-laki itu terasa dingin di kulit Aya yang panas, tapi sengaja gadis itu biarkan.

Aya melepas bajunya lewat atas kepala.

Seolah ingin memberitahu bahwa seluruh bagian dari dirinya masih milik Gatra Januar Ragaswara.

***

"Aya di apart Gatra."

Helaan napas lega mendominasi ruang keluarga setelah Lala menutup teleponnya. Abim merasa dia baru saja selamat dari vonis pidana. Matanya beralih menatap Tata yang memasang wajah memelas dengan penuh dendam. Adiknya itu masih harus membayar pengkhianatan barusan.

Sementara Lala akhirnya bisa duduk tenang, kalau tenang berarti menggigiti bibir dan menggerak-gerakkan lutut naik-turun.

"Kenapa, Kak?"

Lala tertegun. Sepertinya dia lupa Abim orang paling peka sedunia. "Nggak apa-apa."

"Kak Aya udah baikan sama Mas Gat?" tanya Tata polos.

Hanya desah lelah yang keluar sebagai jawaban dari mulut Lala, membuat kedua adiknya bertukar pandang tidak mengerti. Jemari si sulung bergerak memijit pelipis. Lala tidak mungkin memberitahu adik-adiknya soal cerita Gatra tadi sore. Kalau apa yang dikatakan laki-laki itu benar, maka apa yang Aya lakukan benar-benar kacau- kelewat kacau-terutama bagi keluarga mereka.

Lala benar-benar tidak mengerti apa yang ada di pikiran Aya. Sejak kecil, Aya memang jadi adik yang paling keras kepala, temperamen, pembangkang, dan segala hal menyebalkan lainnya di mata Lala. Tapi anak perempuan pertama itu tidak percaya Aya akan melakukan ini. Aya yang paling hancur setelah perceraian Ayah dan Ibu, dia juga yang paling tantrum saat tahu Laksa menyalahi kepercayaan Lala.

Jadi pertanyaannya, kenapa sekarang gadis itu justru melakukan hal yang paling dia benci di seluruh dunia?

"Kak?"

Lala tersadar. Wanita itu menggelengkan kepala. "Udah, lo berdua tidur sana. Aya baik-baik aja."

Abim dan Tata bertukar pandang sekali lagi saat Lala memacu langkah menaiki tangga, hampir seolah ingin menghindari percakapan lebih lanjut. Mereka berdua memang tidak tahu apa yang terjadi, tapi yang jelas Aya tidak baik-baik saja dan Lala berusaha menutupinya. Entah untuk alasan apa.

"Kak Lala," panggil Tata pelan, membuat Lala berhenti menaiki tangga dan Abim ikut menoleh. "Besok... ada pertemuan gitu buat walimurid. Jam sembilan. Aku bilang Kakak ngantor-"

"Gue bisa dateng, kok."

"Tapi-"

"Buat bahas rencana masuk univ, kan?"

Abim tidak perlu jadi pakar psikologi untuk menyadari ekspresi enggan Tata.

"Iya... tapi-"

"It's okay, Ta. Masa depan lo lebih penting dari urusan kantor."

Tata membeku sementara Lala meneruskan langkahnya ke kamar. Abim yakin seratus persen kalimat Lala barusan bukan menenangkan Tata, justru membuat bungsu satu itu makin gelisah.

Masa depan, Lala bilang. Hal terakhir yang saat ini ingin Tata renungkan.

bersambung

a/n:

Hm... sampai sejauh ini, wdyt soal Aya-Gatra? Sebenernya apa sih masalah utama mereka? 🤨🤔

Anyway, bab selanjutnya sudah bisa dibaca lebih dulu di KaryaKarsa @chocotwister! ^^

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro