QLC #15: Krisis Puncak Bagian Dua
"Aya?"
Jantung Aya masih berdentum waktu pintu toilet kamar putri digedor dari luar. Siapa pun yang berdiri di sana pasti sudah kehilangan kesabaran. Pikirannya yang kosong seketika dipaksa bekerja. Gadis itu membuka pintu sejengkal.
Ines berkacak pinggang di ambang pintu. Bibirnya berdecak melihat Aya basah kuyup. "Jadi kamu yang bikin satu lorong becek? Pel sendiri ya, aku kena omel Mas Bondan barusan! Nih, dari si Juna."
Omelan Ines memantul tak berbekas di telinga Aya. Hanya sweater putih di tangan Ines yang berusaha dicerna otaknya.
Dari si Juna. Dari Juna. Juna.
"Malah bengong! Buruan mandi terus pel! Ngeri kalo kepeleset, bisa-bisa patah leher!" Ines menyorongkan sweater itu ke tangan Aya dengan gemas dan menarik pintu toilet sampai kembali tertutup.
Yang ditinggal sendirian tertegun di dalam, meremat pakaian di tangannya. Aya melangkah lamat-lamat menuju wastafel, menatap bayangannya di cermin. Mata gadis itu hanya menyorot satu titik. Bibir.
Basah karena air. Biru karena dingin.
Kalau sekarang, Gatra nggak lihat kita, kan?
Aya menggigil. Wajahnya memucat. Tangannya refleks memegangi perut.
Aya merunduk ke wastafel.
Muntah.
***
"Kamu nggak apa-apa?"
Sudah tiga kali Gatra bertanya pertanyaan yang sama. Laki-laki itu mengemudi turun dari Puncak dengan khawatir, berulang kali melirik Aya yang diam saja. Sejak dijemput tadi, Aya belum mengeluarkan sepatah kata apa pun. Membalas lambaian tangan teman-temannya saja pun tidak.
"Ay?"
Aya mengerjap, seolah baru kembali entah dari mana. Gadis itu menoleh kalut. "Kenapa?"
"Kamu nggak apa-apa?" ulang Gatra. Tangan kirinya diulurkan menjangkau kening Aya, memeriksa suhu tubuhnya. "Nggak enak badan abis dari Puncak?"
Kata Puncak sepertinya berarti sesuatu, karena Aya mendadak mengalihkan pandangan. Ludahnya ditelan beberapa kali dalam diam.
Gatra mengerutkan kening. Aya tidak pernah seaneh ini sebelumnya.
"Ada sesuatu di Puncak, Ay?"
Aya kembali tidak menjawab. Gatra setengah frustasi. Laki-laki itu memutuskan untuk membuka topik baru.
"Baju kamu yang ini baru? Kok aku nggak pernah lihat?"
Masih tidak ada jawaban, kecuali kalau Aya bergerak gelisah adalah jawaban. Gatra melirik lagi.
"Kayaknya size-nya kebesaran, ya?"
Jemari Aya mengepal.
"Punya temenmu?"
"Gat!" Aya tiba-tiba menyentak. "Fokus nyetir aja bisa nggak, sih?"
Gatra mengangkat alis. Laki-laki itu otomatis menepikan mobil di pinggir jalan tol, membuat Aya makin marah.
"Ngapain sih, pake berhenti segala? Kamu mau berantem?"
"Kenapa?" Gatra memiringkan tubuh menghadap Aya sepenuhnya. Sekarang dia yakin ada yang salah. "Itu baju punya siapa?"
Aya menggeleng. Tatapannya di kejauhan. "Nggak jelas kamu."
"Aku yang nggak jelas?"
"Iya, kamu yang nggak jelas!"
"Lihat aku."
"Nggak."
"Aya."
"Nggak—"
Gatra menyentuh dagu Aya dan memaksa wajah gadis itu menatapnya. "Kamu pakai baju Juna?"
Gelembung rasa takut Aya pecah. Gadis itu menangkup wajah dan mulai menangis.
bersambung
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro