sudut pandang.
Hai, Juni.
Bulan sudah berganti, namun keadaan tidak menunjukkan perkembangan yang signifikan. Yang dianggap tidak mungkin sekarang sudah kujalani.
Di rumah selama tiga bulan, dan masih berlanjut lagi, sudah. Ujian dari rumah, sudah. Menerima hasil belajar dari rumah, sudah. Segala sesuatu sekarang berpusat di rumah kita masing-masing. Harapan, rasa sayang, peduli, semuanya seakan bergantung pada satu objek, rumah.
Manusia akhirnya semakin memanusiakan manusia. Kita mulai memikirkan orang lain dan mengambil sudut pandang yang mereka. Memiliki toleransi yang tinggi. Namun, terkadang, jika terus-terus seperti itu, mau dari sudut pandang mana lagi kita menghadapi pandemi ini?
Mereka yang ingin di rumah saja namun tidak punya rumah?
Mereka yang ingin di rumah saja namun pasien menjadi prioritas?
Mereka yang ingin di rumah saja namun menanggung beban untuk mencari nafkah demi penghasilan harian?
Mereka yang ingin bekerja di rumah saja namun menjadi 'korban' tidak memiliki pekerjaan di tengah pandemi ini?
Menurutku, memikirkan itu semua dalam waktu yang singkat akan menyesakkan diri sendiri. Menyesakkan, menyadari banyaknya hal yang seharusnya ditangani namun tidak tergapai, bahkan tidak terlihat.
Bersyukur adalah kunci.
Entah berapa kali, disaat terlelah melihat tugas yang ada, melihat ulangan yang akan datang, ditengah rumus fisika yang berteriak minta di hafalkan,
aku bersyukur,
karena setidaknya aku memiliki rumah yang hangat
aku memiliki pekerjaan untuk dikerjakan
aku memiliki semua yang kubutuhkan tanpa harus menghawatirkan hari esok
aku memiliki teman-teman yang ada di sebelahku..
Jika semua itu juga kalian miliki,
menaati protokol kesehatan dan peraturan yang ada adalah jalan ter tepat di saat pandemi ini
jalan terbaik untuk membantu semuanya secara tidak langsung
tanpa berusaha mengambil sudut pandang manapun,
asal kebaikan menjadi 'pandangan' kita
sem
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro