Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

30. Penerimaan Rapor (END)


Putri sudah kembali ceria karena telah memiliki seorang sahabat yang selalu bersamanya dalam keadaan suka maupun duka. Dia adalah Alvaro Argi Naruna. Tidak disangka cowok yang dulunya sering marah setiap bertemu Putri, sekarang lebih ramah dan menjadi sahabatnya. Mereka sudah lama mengenal, walaupun Putri tidak mengingat sosok Varo yang dulu kala itu.

Dulu Putri pernah membantu Varo sehingga cowok bermata sipit itu tidak melupakannya. Dulu Putri membantunya saat uang Varo hilang. Saat itu Varo sudah memesan makanan di kantin, tetapi ia tidak bisa membayarnya karena saku celananya bolong dan tidak memiliki uang. Putri yang sedang membayar makanannya, melihat kepanikan yang terpatri di wajah Varo. Pada akhirnya, Putri membayar makanan Varo. Saat itu mereka murid baru di SMP Nusantara dan mereka tidak satu kelas. Mereka satu kelas saat kelas VIII, namun hanya Se-semester Varo pindah sekolah ke Bandung.

***

Setelah Kepala sekolah mengumumkan pemenang lomba melukis, Putri jadi sedih. Ia berharap mendapat juara satu. Namun, harapannya sirna karena ia mendapat juara 3. Padahal, ia sudah membayangkan akan mengikuti lomba antar sekolah. Kini Putri sedang termenung di bawah pohon rindang yang menjadi tempat favoritnya sejak berteman dengan Varo.

Varo yang melihat Putri melamun, timbul ide jahil untuk mengagetkan gadis itu. Ia meringkuk dan berjalan pelan-pelan agar tidak terdengar suara langkahnya, lalu berdiri di belakang gadis itu, kemudian memegang kedua bahu Putri.

“DORR!!!”

Putri tersentak, ia kaget dan spontan berdiri, lalu menoleh ke belakang, melihat orang yang mengerjainya.

“Varo! Kamu jahat banget. Untung aku nggak jantungan,” ucap gadis itu membelalak menatap Varo dengan wajah kesal.

“Sorry, gue cuma bercanda doang. Abis lu melamun bae. Ntar kesambet baru tau rasa.”

Putri mendengus sebal. Mereka duduk di bawah pohon, duduk di rerumputan hijau.

“Selamat ya. Lu udah berhasil dapat juara.” Varo mengulurkan tangannya. Namun, Putri hanya melihatnya saja tanpa membalas.

“Makasih Varo. Tapi, aku nggak juara satu,” ucap Puri dan ia mulai mengembungkan pipinya.

“Kok manyun gitu sih. Harusnya senang dong, kan kamu juara. Walaupun nggak bisa jadi perwakilan sekolah, setidaknya lu udah memberikan yang terbaik,” ucap Varo menyemangati Putri.

“Iya, aku harus bersyukur. Aku senang kok dapat juara tiga. Mana tau besok ada lomba lagi, aku bisa juara satu.” Putri tersenyum lebar menyemangati dirinya.

Mereka berbincang-bincang sampai bel berbunyi.

***

Sudah dua bulan waktu berlalu, saatnya hari yang di tunggu-tunggu telah tiba. Saatnya penerimaan rapor kenaikan kelas. Varo sangat gugup melihat hasil rapor yang ia terima. Ia berharap naik kelas agar ia tidak di usir ayahnya.

Varo bersyukur karena ia naik kelas, bahkan peringkatnya naik. Yono sebagai orang tuanya yang mengambil rapor anak tunggalnya itu merasa senang, walaupun nilai Varo masih banyak yang kurang. Setelah menerima lapor, ia tidak sabar untuk bertemu dengan Putri, memperlihatkan nilai-nilai yang ia dapatkan.

Varo keluar dari kelasnya. Ia sandarkan punggungnya ke dinding kelasnya sambil berdiri, lalu merogoh saku celananya, mengeluarkan ponselnya. Ia melihat layar bening itu, lalu mengetik sebuah pesan untuk seseorang.

Varo:
Putri, gue baru aja selesai terima rapor.
Gue tunggu lu di taman.

Tidak ada balasan dari Putri. Mungkin gadis itu sedang sibuk di kelasnya. Varo melangkahkan kaki ke kelas Putri yang tidak jauh dari kelasnya. Ia mengintip di balik kaca jendela, tampak murid-murid kelas tersebut dan juga wali masing-masing sedang memperhatikan ucapan Buk Retno di depan sana. Varo lanjutkan langkahnya menuju taman.

Putri sudah selesai menerima rapor. Ia mengambil ponsel di dalam tas sandangnya. Ia membaca pesan dari Varo, lalu di balasnya.

Putri:
Maaf Var, aku baru baca.
Ok. Aku otw.

“Ibu pulang aja dulu. Putri mau ketemu Varo dulu,” pintanya pada Bi Ayu yang berdiri di koridor bersamanya.

“Baiklah. Ibu pulang dulu,” pamit Bi Ayu, lalu Putri menyalim punggung tangannya.

Bi Ayu berlalu meninggalkan Putri. Dengan langkah panjang-panjang, gadis itu bergegas menemui sahabatnya.

Putri sudah ada di depan Varo yang sedang asyik bermain game di ponsel. Melihat kehadiran Putri ia berhenti bermain dan bangkit dari duduknya.

“Udah lama nunggunya Var?” tanya Putri.

“Nggak kok. Nggak berasa nungguin lu sambil main game, hehe....” jawab Varo nyengir.

Mereka duduk di bawah pohon.

“Gimana hasilnya?” tanya Putri yang penasaran dengan nilai rapor Varo. Jika hasilnya bagus, itu akan menjadi kebahagiannya, karena hampir setiap hari ia mengajari cowok bermata sipit itu.

Varo melepaskan tas ranselnya, lalu di taruh di pangkuannya. Ia membuka resleting tas tersebut dan mengeluarkan sebuah buku yang di lapisi sampul berwarna biru tua. Ia sodorkan ke hadapan Putri.

Putri mengambil buku tersebut dan dibukanya lembaran demi lembaran hingga sampai di lembaran yang ia inginkan. Ia melihat semua nilai yang dituliskan di sana.

“Kamu dapat rangking dua puluh lima dari tiga puluh siswa. Rendah amat,” ucap Putri sangat kecewa.

“Ini tu udah bagus tau. Lu nggak liat peringkat sebelumnya.” Varo merebut buku tersebut dari tangan Putri dan dibaliknya halaman tersebut. Ia letakkan kembali buku itu ke pangkuan Putri. “Liat nih. sebelumnya peringkat gue tiga puluh, peringkat terakhir. Karena ini gue terancam nggak naik kelas. Tapi, gue seneng. Sekarang peringkat gue naik dan itu berkat lu. Makasih Bu Guru Putri.”

“Sama-sama muridku. Semester besok harus di naikin lagi. Ini aku malu jadi guru yang muridnya nilainya rendah.”

“Sip, Boss.” Varo hormat kepada Putri. “Gue janji nilai gue bakal bagus dari ini. Tapi lu tetap jadi guru gue ya?” pinta Varo yang kini tangannya tertangkup di depan dada.

“Baiklah, tapi bayar ya?”

“Baiklah, gue bayar pake satu tangkai lolipop setiap minggunya.”

“Pelit amat kamu. Tadi tu aku bercanda, nggak usah ditanggepin.”

“Gue jawabnya juga becanda. BTW lu rengking berapa?” tanya Varo penasaran.

“Lima. Padahal gue kepengennya dapat juara. Si Arwan hebat ya. Dapat juara satu di kelas, juara umum di jurusan IPS.” Wajah Putri tampak sedih.

“Kok lu ngomongin si Arwan sih? Peringkat lima itu dah bagus. Syukurin aja, Put. Karena gue lagi seneng nih. Gimana kalo gue traktir lu eskrim? Mau?” tanya Varo.

“Mau! Dua boleh?” tawar Putri meminta lebih.

“Tiga juga nggak pa-pa. Kuy kita ke kios depan!”

Varo dan Putri bangkit dari duduk dan melangkah menuju Kios Pak Budi yang terletak di depan sekolah.

Sepanjang perjalanan menuju Kios Pak Budi, Putri memperhatikan wajah Varo sambil berbicara pada hatinya.

Terimakasih Varo sudah mau berteman denganku.
Kamulah teman yang tulus menerimaku apa adanya.
Walaupun, kamu seorang lelaki, aku tidak peduli.
Aku harap kamu akan selalu menjadi sahabat terbaikku, hingga ajal memisahkan kita.

~TAMAT~

👓

Wah tidak terasa sudah tamat aja work aku ini 😅

Terima kasih untuk theWWG karena telah menerimaku mengikuti Challenge One Day One Chapter (ODOC) dan akhirnya selesai tepat di hari ke-30

Semangat untuk semua Suju VIII yang tak bisa ku sebut satu-satu 💪

Makasih khusus buat:
nimatulbaiti , azizahKai , HairunnisaYs , Tantichann

Terima kasih pantengin sampe akhir
Jangan lupa vote dan komennya

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro