27. Membujuk Putri
Sudah seminggu Putri tidak masuk sekolah. Badannya tak keurus, wajahnya kusam dan kantung mata semakin menghitam. Bi Ayu sudah membujuknya untuk berobat, tetapi gadis itu tidak mau. Wanita paruh baya itu sangat cemas, begitu juga Andi. Walaupun bukan adik kandungnya, Andi sangat mencemaskan keadaan Putri. Andi juga membawakan martabak kesukaan Putri, tetapi gadis itu tidak mau memakannya.
Bi Ayu duduk di tepi ranjang Putri, sedangkan Putri terbaring lesu di sana.
“Putri. Sebenarnya kamu kenapa? Sudah seminggu kamu gak sekolah, dipanggilkan dokter juga tidak mau. Cerita dong! Biar ibu tau permasalahan kamu. Kamu harus bercerita biar bebanmu sedikit berkurang, Nak!” pinta Bi Ayu sembari mengelus-elus rambut Putri.
“Putri nggak pa-pa kok, Bi. Putri Cuma kurang enak badan aja. Besok juga sembuh.”
Jawaban Putri selalu sama jika di tanya, sehingga Bi Ayu menduga bahwa Putri ini sepertinya ada masalah, tetapi tidak mau bercerita.
“Kalau Putri nggak mau cerita tak pa-pa. Kalau gitu ibu mau ke pasar dulu,” pamit Bi Ayu dan ia meninggalkan kamar Putri.
Putri masih takut untuk kembali ke sekolah. Ejekan teman-temannya menghantui pikirannya hingga membuatnya ia frustrasi.
***
Tidak ada Putri yang mengajari Varo belajar, sehingga ia harus berusaha sendiri. Walaupun tidak terlalu paham, ia terus berjuang.
Siang ini ia sedang menyelesaikan PR Bahasa Inggris yang sebenarnya tidak paham di ruang tamu. Ia menggunakan google translate untuk mengartikan soal-soal tersebut. Berkat bantuan itu, ia bisa menyelesaikan tugasnya. Walaupun tidak yakin dengan jawaban yang diisinya. Yang terpenting sudah buat.
Setelah selesai. Ia berniat ingin menemui Putri. Sudah seminggu, ia tidak menemui gadis itu. Ia cemas, takut Putri kenapa-napa.
Varo membereskan buku-buku yang berserakan di atas meja kaca, lalu membawanya ke dalam kamarnya. Setelah itu, ia mengambil jaket bomber berwarna hijau army yang tergantuk di balik pintu kamarnya dan juga kunci motor yang berada di dalam laci lemari bajunya. Ia keluar rumah, menaiki motor merah dan melaju ke rumah Putri.
***
Varo sudah tiba di depan rumah Bi Ayu. Ia mengetuk pintu rumah tersebut. Tak lama, pintu itu di bukakan oleh Andi.
“Eh, Varo. Mau ketemu Putri ya?” tanya Andi berdiri di ambang pintu.
“Iya, Kak. Putrinya ada di dalam?” tanya Varo sembari matanya mengarah ke dalam rumah.
“Ada. Ayuk masuk!” ajak Andi dan mereka melangkahkan kaki memasuki rumah tersebut.
Varo langsung duduk di sofa yang terdapat di ruang tamu.
“Tunggu sebentar ya,Var! Kakak panggilin dulu Putrinya.”
Varo tersenyum lalu mengangguk sebagai jawaban.
Andi pergi ke kamar Putri. Ia mengetuk pintu kamar gadis itu.
Tok! Tok! Tok!
“Dek! Ada Varo datang. Dia mau ketemu kamu!” ucap Andi di depan pintu.
Putri bangkit dari ranjangnya dan membuka pintu kamarnya. Ia berdiri di ambang pintu berhadapan dengan Andi.
“Bilangin aja Putri nggak ada di rumah,” pinta Putri. Ia malas bertemu siapa pun saat ini.
“Tapi, Varo tau kamu ada di rumah.”
Tiba-tiba Varo mendekati mereka, sontak keduanya kaget terutama Putri.
“Maaf gue lancang masuk ke mari. Tapi gue mau ngomong suatu hal penting, Put. Ini tentang pelakunya,” pinta Varo menatap Putri dengan raut wajah serius.
“Pelaku apa?” tanya Andi yang penasaran dengan ucapan Varo.
“Bukan apa-apa, Kak,” jawab Putri menatap Andi, lalu ia beralih pandang ke Varo. “Kamu tunggu aja di ruang tamu. Aku mau tukar baju dulu,” pinta Putri. Ia ingin mencuci wajahnya dan juga mengganti pakaiannya. Saat ini ia masih mengenakan baju tidur.
Varo mengangguk. “Baiklah,” ucapnya setuju dan ia kembali ke ruang tamu bersama Andi.
Selagi menunggu Putri, Varo dan Andi berbincang-bincang di ruang tamu.
Butuh waktu 15 menit Putri mandi dan juga mengganti pakaiannya. Tadinya, mau cuci muka saja, tetapi memilih mandi karena badannya bau. Tadi pagi ia tidak mandi. Ia tidak mau membuat Varo mencium aroma bau tubuhnya. Bisa-bisa ia diejek karena hal itu.
Putri sudah duduk di sebelah Varo, sedangkan Andi pergi ke kamarnya. Ia tidak mau mengganggu kenyamanan mereka.
“Kamu udah nemuin siapa pelaku yang nyebarin postingan itu?” tanya Putri to the point.
“Iya,” Varo mengangguk, “lu besok sekolah ya! Gue kasih tau siapa orangnya besok di sekolah,” ucap Varo tidak ingin memberi taunya sekarang. Itu juga caranya agar Putri kembali bersekolah.
“Jangan-jangan kamu bohong ya?” tanya Putri yang kurang mempercayai ucapan Varo.
“Gue nggak boong. Gue beneran tau siapa orangnya. Kalau lu penasaran, makanya besok ke sekolah. Gue bakal kasih tau lu besok.”
“Kenapa nggak sekarang aja sih kamu kasih taunya. Kan tinggal sebutin aja namanya. Nggak susah kok,” pinta Putri ingin mengetahuinya sekarang juga. Ia penasaran dengan orang itu. sebenarnya, nyalinya belum terisi penuh untuk kembali ke sekolah.
“Gue maunya besok. Kalau lu gak mau, gak apa-apa juga. Lagian nggak penting buat gue.” Varo bangkit dari sofa, hendak pergi meninggalkan Putri. Namun, gadis itu mencegahnya.
“Jangan pergi dulu! Aku masih butuh penjelasan kamu,” pinta Putri agar Varo kembali duduk.
Varo berdeham kecil .Tadi itu hanya bercanda. Ia tidak benar-benar ingin pergi. Itu hanya gertakan saja, agar Putri bercerita kepadanya. Varo kembali duduk di sofa yang ia duduki tadi.
“Lu mau gue jelasin apa?”
“Var, aku nggak bisa balik ke sekolah. Aku mau pindah dari SMAS Tulip. Aku gak sanggup terus di sana, di caci-maki mereka. Aku nggak sanggup, Var.” Seketika air mata Putri jatuh.
“Jangan pindah dong! Gue tau lu nggak sejahat yang mereka kira. Lu harus kuat dan bisa melalui semua ini. Mungkin ini ujian dari Tuhan agar Lu jadi seseorang yang lebih tegar lagi. Jadi, lu harus menyelesaikan ujian ini. Jangan lari dari masalah dong!” Varo menasehati Putri.
Varo tau dia bukan orang yang pantas berkata seperti itu, tetapi demi Putri kembali ke sekolah ia ucapkan saja.
“Aku tak mau lari dari masalah. Tapi aku takut, Var.”
“Jangan takut. Lu nggak sendirian kok. Masih ada gue yang selalu mendukung lu. Besok kita sekolah. Besok gue jemput ya?”
“Aku tak mau, Var!” kekeh Putri meninggikan suaranya.
“Lu harus mau. Tujuan lu lakuin ini semua semata ingin punya teman yang menerima lu apa adanya kan? Gue mau jadi teman lu. Sebagai teman, gue mau teman gue kembali sekolah. Caci-maki anak-anak nggak usah lu dengerin. Yang terpenting lu jujur pada temen sekelas lu. Bilang ke mereka kalau lu nggak seperti apa yang mereka pikirkan. Urusan mereka terima ucapan lu atau tidak, itu urusan belakangan. Gue yakin setelah lu jelasin ke mereka, kegelisahan lu akan berkurang,” ucap Varo panjang lebar agar gadis di hadapannya itu sadar.
“Kamu mau jadi teman aku? Apa aku tak salah dengar?” tanya Putri untuk meyakinkan yang di ucap cowok di hadapannya itu benar.
“Iya. Gue mau jadi teman lu. Besok gue jemput. Nggak ada penolakan!”
Spontan Putri bangkit dari sofa dan memeluk Varo. Mendapat perlakuan begini, membuat Varo bingung. Putri yang sadar langsung melepaskan pelukan sepihak itu.
“Maaf. Bukan maksudku lancang. Tadi hanya terbawa suasana.”
Varo tiba-tiba jadi salah tingkah.
“Iya, gak pa-pa. Kalau gitu gue pulang dulu ya. Besok pagi gue kemari lagi.” Varo bangkit dari sofa dan berpamitan kepada Putri.
Putri juga berdiri di hadapan Varo.“Makasih Var, kamu sudah mau jadi temanku. Besok aku akan sekolah. Sekali lagi terima kasih.”
“Iya sama-sama.”
Putri mengantarkan Varo ke luar. Varo menaiki motor merahnya, sedangkan Putri berdiri di teras menatap cowok itu. Sebelum Varo pergi, ia senyum kepada Putri dan melajukan motornya meninggalkan rumah bercat putih tersebut.
Tbc...
👓
Tinggal 3 chapter lagi
Jangan lupa votmentnya
Thank's udah mampir
😄
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro