21. Guru tanpa Upah
Tadi saat jam istirahat pertama, niat Varo ingin memberitahu Putri bahwa hari ini Putri sudah mulai mengajarinya, namun ia urungkan karena ada Arwan di antara mereka. Oleh sebab itu, pada jam istirahat kedua, ia akan menemui gadis itu. Kemarin ia kena marah oleh ayahnya karena melihat nilai-nilai di buku tulis dan LKS-nya tidak ada di atas 60, sungguh miris.
Saat ini Varo sudah tiba di depan kelas XI IPS 2. Ia memantapkan langkahnya memasuki kelas itu, namun di dalam sana orang yang dicari tidak ada. Saat hendak berbalik keluar dari kelas tersebut, kebetulan gadis yang ia kenal memasuki kelas, lalu Varo menghampirinya.
“Eh, Varo. Tumben nih ke kelas gue. Ada apa?” tanya gadis itu.
Mereka berdiri sambil berbincang di sebelah meja guru di dekat pintu.
“Lu liat Putri nggak?” tanya Varo.
“Sejak kapan lu kenal Putri? Kok gue nggak tau.”
“Lu liat apa kagak?” tanya Varo sekali lagi. Ia tidak mau menjawab pertanyaan Tasya kerena menurutnya itu tidak penting.
“Putri di UKS, tadi dia kena timpuk bola,” jawab Tasya.
Arwan yang sedang membaca buku di mejanya mendengar percakapan mereka. Ia menutup bukunya dan beranjak dari kursinya mendekati mereka.
“Putri di UKS?” tanya Arwan yang ikut menyambung perbincangan mereka sembari membulatkan matanya.
“Eh! Nggak ada angin, nggak ada ujan, ikut-ikut nyambung aja kek kereta. Pergi sana!” ucap Varo menatap Arwan datar karena tidak suka dengan kehadiran Arwan yang menyambung percakapan mereka.
Arwan membalas tatap dingin juga, kemudian pergi meninggalkan keduanya, dan melangkahkan kaki keluar kelas pergi menuju UKS.
“Makasih infonya, Sya” ucap Varo menepuk halus bahu Tasya, kemudian pergi menyusul Arwan. Ia tau betul pasti cowok tampan itu pergi ke UKS.
Varo berlarian agar ia sampai duluan di UKS. Ketika Varo sudah mendahului cowok tampan itu, Arwan tidak tinggal diam dan juga ikut berlari. Mereka adu lari mendadak. Siapa yang sampai di UKS duluan adalah dialah pemenangnya. Sayangnya, ketika hampir ke garis finis, tiba-tiba saja mereka berhenti mendadak karena melihat Putri berjalan santai di koridor sambil memegang kepala. Keduanya mendekati gadis itu.
“Putri lu nggak pa-pa?” tanya Arwan sembari memegang bahu Putri dan menatap lekat bola mata yang terhalang kacamata gadis itu.
Varo yang berdiri di samping Arwan hanya tersenyum miring melihat cowok tampan itu.
Modus amat nih anak.
Suka kali ya ama si cupu.
Varo membatin karena melihat Arwan memandang Putri dengan penuh perhatian.
“Aku nggak pa-pa, cuma sedikit puyeng aja,” jawab Putri.
Arwan mengelus puncak kepala Putri. “Lain kali hati-hati. Yuk ke kelas!” ajaknya lalu memegang lengan Putri.
Putri mengibaskan tangan Arwan dari lengannya. “Aku masih ada urusan sebentar sama Varo. Kamu duluan aja,” pintanya.
Varo yang mendengar itu tersenyum miring lalu berdiri di samping Putri.
“Pergi sana! Putri ada urusan sama gue.” Varo mengusir Arwan dengan tatapan mengejek.
Arwan kesal melihat Varo yang menggangggunya sedari tadi, sehingga ia tidak bisa dekat-dekat dengan Putri. Ia menatap Varo dengan penuh kebencian lalu raut wajahnya berubah setelah melihat Putri.
“Ya sudah kalo gitu. Gue duluan Put!” ucap Arwan berpamitan lalu menatap Varo tajam, namun Varo malah tertawa kecil sembari melambaikan tangan seakan dialah pemenangnya dan Arwan pulang karena kalah.
Setelah Arwan berlalu, barulah Putri membuka suara kepada cowok bermata sipit itu.
“Ada apa kamu nyamperin aku?” tanya Putri.
Varo melipat tangan di dadanya. “Gue kangen lu.”
Mendengar jawaban dari cowok bermata sipit itu sontak membuatnya kaget dan tidak percaya.
“Hah,” Putri ternganga.
“Iya kale gue kangen lu. Pede banget. Gue kesini mau kasih tau bahwa mulai hari ini lu dah mulai kerja.” Jelas Varo.
“Kerja? Kerja apa?” tanya Putri yang tidak mengerti dengan ucapan cowok itu.
“Lu lupa ya sama janji kita. Lu kan bakal jadi guru privat gue sampai kita lulus,” jelas Varo.
“Oh itu, hehe....” ucap Putri nyengir sembari menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
“Jam kerjanya di mulai nanti pulang sekolah. Gue tunggu di kafe depan. Awas lu nggak datang!”
“Aku pasti datang kok, tenang aja.”
Varo pergi meninggalkan gadis berkepang dua itu. Setelah Varo menjauh barulan Putri melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti, pergi menuju kelasnya.
***
Bel berbunyi ketika Putri sudah sampai di depan kelas. Putri berdiri di ambang pintu kelasnya, dan melihat Tasya duduk di depannya sambil melambaikan tangan kanannya tinggi-tinggi kepada Putri. Sebelumnya Diana yang duduk di sana. Putri bingung karena tiba-tiba saja mereka bertukaran posisi. Putri melangkahkan kaki menuju mejanya.
“Putri gue change tempat duduk ama Diana. Gue nggak nyaman duduk di samping Mela, orangnya berisik,” ucap Tasya menghadap ke belakang sambil memegang sandaran kursinya.”Putri lu mau nggak jadi teman gue? Menurut gue lu anaknya baik, pasti asyik temenan sama lu.” Tasya meminta Putri menjadi temannya.
Mendengar perkataan Tasya membuat Putri senang. Setelah Meli tiada, ia belum memiliki teman, dan mencoba membiasakan diri untuk sendiri Namun, sekarang ia sangat bahagia karena Tasya ingin menjadi temannya.
Putri tersenyum lepas dan menjawab, “Aku mau kok jadi teman kamu. Mulai sekarang kita berteman ya.” Putri mengajukan kelingkingnya dan Tasya mengaitkan kelingkinya juga ke kelingking Putri sehingga kedua kelingking mereka menyatu.
Saat mereka saling senyum satu sama lain, seketika Pak Firman masuk ke kelas. Pautan kelingking mereka terlepas dan Tasya membalikkan tubuhnya menghadap ke depan.
***
Putri keluar gerbang sekolah, kemudian menyeberang melangkahkan kaki menuju Kafe Didi. Di sana sudah tampak cowok bermata sipit yang duduk sendirian di meja nomor tiga. Putri menghampiri cowok itu dan duduk dihadapannya.
“Lama amat sih lu, udah sebulan gue nunggu di mari!” ketus Varo.
“Perasaan tadi pas bel pulang bunyi, aku langsung ke sini,” jawab Putri.
Varo mengeluarkan LKS Geografi dari tasnya, kemudian di lemparkannya ke atas meja di hadapan Putri.
“Lu isiin LKS gue. Cari aja di dalamnya yang ada tulisan PR yang belum di isi jawabannya,” pinta Varo.
“Katanya minta aku ajarkan. Kalau gini bukan ngajarin dong, tapi aku buatin tugas kamu,” protes Putri yang tidak terima karena ini bukan kesepakatan mereka.
“Itu sama aja. Udah isiin aja. Hari ini gue lagi nggak mood belajar. Pesenin minum dong! Gue haus,” pinta Varo.
Putri kesal dengan cowok di hadapannya. Namun, ia tidak bisa mengelak mengingat rahasianya harus aman di tangan cowok itu.
Putri berteriak memanggil waitress dan memesankan minuman dan makanan untuknya dan juga Varo. Putri mengerjakan tugas Varo, sedangkan cowok itu malah asyik bermain game di ponselnya.
Setelah selesai, Putri memberikan LKS tersebut kepada Varo dan membayar makanan dan minuman mereka. Mereka pulang masing-masing. Varo dengan motor merahnya dan Putri berjalan kaki.
Tbc...
👓
Jangan lupa vote dan komennya
Terima kasih udah mampir
😄
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro