Bab 34
Senyum Anna seketika memudar kala rasa nyeri yang tak tertahankan menyebar ke seluruh tubuh. Kesadarannya menurun dan ia pun ambruk ke tanah.
Susan segera berlari menghampiri dan memeluk tubuh Anna dengan mata berkaca-kaca.
"Ya Tuhan ... kenapa jadi begini?" rutuk Susan sambil berurai air mata. Tangannya basah oleh darah yang mengalir deras dari luka Anna.
"S-susan ... lama tak berjumpa," desis Anna sambil memaksakan seulas senyum.
"Bertahanlah. Kau pasti bisa bertahan. Kau bisa memulihkan diri bukan?" Tangan Susan gemetar berusaha menutup luka akibat anak panah yang menembus tubuh Anna.
"P-percuma saja. Semua sudah terlambat," lirih Anna sambil menggenggam tangan Susan. "Aku sudah menghabiskan energi sihirku untuk menolong mereka yang terluka. Kini aku tak bisa menyembuhkan diri lagi."
"L-lalu apa yang harus kulakukan? Kita adalah penyihir. Pasti ada cara," racau Susan kebingungan.
"Hentikan peperangan ini. Kau seorang antorum. Masuklah ke dalam pikiran setiap orang. Pengaruhi mereka untuk berhenti saling membunuh."
"T-tapi mereka terlalu banyak. Aku tak bisa merasuki pikiran mereka semua sekaligus."
"Berusahalah ... kau ... pasti ... bisa." Setelah itu tangan Anna jatuh terkulai dan ia mengembuskan napas terakhirnya.
Detik itu juga, tangis Susan pun pecah. Tubuhnya berguncang hebat sambil memeluk Anna erat. Ia tak menyangka bahwa upayanya memperjuangkan nasib para penyihir justru berujung perpecahan di kalangan mereka sendiri. Seketika itu jiwanya terasa kosong. Kegelapan terasa seperti menelannya bulat-bulat.
Peter dan Andrew yang melihat kematian Anna dari atas tembok langsung menjerit jeri. Dorongan emosi itu seketika membuat intensitas serangan mereka meningkat. Sihir Peter semakin kuat sementara Andrew menghantam dengan membabi-buta.
Tak siap dengan kejutan lawan, Stevan tak mampu bertahan. Perisai sihirnya hancur oleh hantaman pedang Andrew sementara sihir Peter pun langsung menyambarnya telak. Seketika itu, Stevan terpental dan terjungkal hingga jatuh dari atas tembok.
"ANNA!" teriak Peter dan Andrew bersamaan. Meski ingin segera turun menghampiri, gelombang demi gelombang serangan musuh yang datang memaksa mereka untuk kembali bertempur. Dengan hati yang remuk, Peter kembali melontarkan petir sementara Andrew menyabet setiap lawan di hadapannya.
Sementara itu, Susan yang terduduk di samping Anna masih larut dalam duka mendalam. Dengan mata yang basah, ia menatap sekelilingnya. Korban terus berjatuhan dan jerit kesakitan memenuhi gendang telinganya.
Merasa tak sanggup melihat lebih banyak lagi, Susan akhirnya menjerit frustrasi, "HENTIKAAAN!!"
Detik itu juga, kedua belah pihak tiba-tiba berhenti berperang. Jeritan Susan itu seperti merasuk dalam benak setiap orang dan memerintahkan otot-otot mereka untuk berhenti bergerak.
Susan tercenung sejenak akan keajaiban itu. Namun, ia segera menguasai diri dan berkonsentrasi lagi. Entah bagaimana, ia merasa kekuatan pikirannya kini melampai batas normal.
Semua mata kini tertuju padanya.
"Lihat sekelilingmu! Apakah ini yang kalian semua inginkan? Kehancuran dan kematian?" ujar Susan sarat emosi. Sementara itu semua orang terdiam seolah terhipnotis.
"Kalian lihat! Sudah terlalu banyak korban yang jatuh. Demi apa? Kekuasaan? Dendam? Apakah itu sepadan dengan harga yang harus dibayar? Apakah ribuan nyawa ini sepadan?" ujar Susan dengan suara tercekat.
"Aku akui, bahwa aku juga memiliki andil dalam kekacauan ini. Dan aku sangat menyesal. Sahabatku sendiri, orang yang justru paling tidak berdosa, kini harus jadi korban," isak Susan. "Tolong ... sekali lagi aku mohon ... hentikan kengerian ini."
Setelah itu, medan perang yang tadinya kacau mendadak hening. Perkataan Susan barusan seolah mempengaruhi benak semua orang, tak terkecuali para dwarf, orc dan kobold. Satu per satu dari mereka mulai menjatuhkan senjata.
Kala itu mentari telah bergeser ke ufuk barat, menyisakan semburat jingga yang mewarnai langit.
Namun, ketika peperangan tampaknya sudah akan berakhir, keanehan lain justru terjadi. Jasad-jasad yang terkapar tak bernyawa tiba-tiba bergerak dan perlahan bangkit. Wujud mereka tampak mengerikan dengan tubuh penuh luka dan mata putih seluruhnya.
"A-apa itu?" Semua orang mendadak bergidik ketakutan.
Melihat gelagat yang tak lazim itu, para prajurit pun kembali bersiaga dengan senjata terhunus. Mereka mencoba menebas mayat-mayat hidup yang mulai bergerak mendekat.
Namun, apa pun yang coba mereka lakukan seolah tak memberikan dampak. Mayat-mayat hidup itu dapat bergerak meski tanpa kepala. Bahkan, tangan terpotong sekali pun tetap berusaha bergerak merayap. Sementara itu, sebagian besar dari mereka yang masih memiliki bagian tubuh lengkap, dapat menyerang dengan ganas seperti saat masih hidup.
Para pasukan kini harus kembali berperang melawan mayat-mayat hidup yang seolah tak ada habisnya. Jasad-jasad terus bangkit sementara tak ada cara yang mudah membunuh mereka. Menghadapi musuh bersama, kini mereka yang masih hidup akhirnya bersatu. Manusia, dwarf, orc, kobold, bahkan kaum elzif ikut bertarung melawan mayat-mayat hidup yang jumlahnya terus bertambah.
Sementara itu, Peter ikut bergidik melihat kengerian di sekitarnya. Ia lalu membakar beberapa mayat hidup yang berusaha mendekat. Ketika hangus dan menjadi abu, mereka tentu tak bisa melawan lagi.
Pada suatu kesempatan, matanya terarah pada jasad Stevan. Sosok itu kini bangkit kembali dengan fisik yang berbeda. Matanya menyala merah sementara tubuhnya memancarkan aura kegelapan.
"Terima kasih sudah membangkitkanku," ujar Sang Kematian sambil menyeringai menatap Peter.
"Ternyata kau Igor Amorte, dalang dari semua ini," desis Peter. Ia menatap langsung Sang Kematian.
"Kau tidak bisa mengalahkan kematian. Ketika waktumu tiba, tak ada yang bisa mengelak," ujar Igor Amorte dengan suara beratnya.
"Aku yakin waktuku belum tiba!" tegas Peter.
"Tidak baik merasa terlalu percaya diri," cibir Sang Kematian. Ia lalu mengangkat kedua tangannya untuk membangkitkan lebih banyak mayat hidup. Tak hanya dari medan perang, bahkan kerangka yang telah wafat selama puluhan tahun ikut bangkit dari kuburnya. Mereka lalu bergabung ke medan perang.
"Hentikan!" Tanpa menunggu lagi, Peter mengayunkan tongkatnya dan petir pun menyambar ke arah lawan.
Sang kematian mengangkat tangannya, dan di luar dugaan, sihir Peter seolah terserap.
"Kau tak akan bisa mengalahkanku," ejek Sang Kematian.
"Jangan terlalu sombong! Aku tahu kelemahanmu," balas Peter.
"Baguslah. Ignam Vintris mengajarimu dengan baik." Sang Kematian menyeringai lagi. "Tapi mengetahui kelemahanku bukan berarti kau bisa mengalahkanku." Setelah itu, Sang Kematian ganti menyerang. Kilatan petir hitam menyambar dari ujung tongkatnya.
Peter langsung menghindar dengan sigap. Namun, di luar dugaan, sambaran petir itu berbelok mengikuti gerakan tubuh targetnya.
Beruntung bagi Peter, ia masih sempat mengeluarkan sihir perlindungan. Meski begitu, dahsyatnya sihir Sang Kematian membuat tubuhnya terpental beberapa meter.
Sang Kematian langsung menyerang lagi. Sambaran petir hitam kembali melesat menyasar Peter yang bahkan belum sempat bangkit.
Dalam kondisi kritis, Borin hadir tepat waktu dan berhasil menahan sihir lawan menggunakan perisai.
"Terima kasih," ujar Peter.
"Nanti saja terima kasihnya, sekarang kita punya hal yang lebih penting untuk diatasi."
Peter lalu segera bangkit untuk balas menyerang. Ia melemparkan sihir petir pada sang lawan. Seperti sebelumnya, Sang Kematian mengangkat tangan dan kembali menyerap sihir Peter.
Merasa bahwa serangan sihir tak mempan pada musuh, Borin lalu menciptakan tiga ekor serigala dan memerintahkannya menyerang. Namun, belum sempat mereka mencapai target, Sang Kematian menciptakan api di sekitarnya dan membakar ketiga serigala itu dalam sekejap. Ia lalu memperbesar jangkauan api itu, membuat Peter dan Borin terpaksa mundur mengambil jarak.
"Apa yang harus kita lakukan? Dia sangat tangguh," tanya Borin.
"Kelemahannya ada di jantung. Aku harus menyerang ke sana. Jantungnya hanya bisa dihancurkan dengan sihir," sahut Peter.
"Tapi bagaimana? Ia selalu menyerap sihirmu."
"Mungkin aku bisa membantu," ujar Jack. Ia tiba-tiba saja muncul di sebelah Borin.
"Kau?"
"Ya, maafkan kami karena telah menimbulkan kekacauan ini. Aku tak menyangka, membangkitkan Stevan ternyata justru membangkitkan monster ini. Tapi, kurasa sekarang kita harus bekerja sama untuk mengatasinya," sahut sang loctrum. "Aku akan menyerangnya dari belakang untuk mengalihkan perhatiannya. Sementara kau carilah kesempatan untuk menyerang kelemahannya."
Setelah itu, Jack menciptakan sebuah portal yang terhubung ke belakang tubuh Igor Amorte dan menusukkan pedangnya tepat di jantung.
Sang kematian terkejut. Namun, sesaat kemudian sebuah ia menyeringai tipis. "Pedang biasa tak akan membunuhku," ujarnya. Ia lalu berbalik lalu mengayunkan tongkatnya untuk menyerang Jack.
Jack menarik pedangnya lepas dari tubuh Igor Amorte lalu melompat mundur mengambil jarak.
"Hanya sedangkal itukah kesetiaanmu?" geram Sang Kematian.
"Kau bukan lagi Stevan! Aku bahkan tak mengenalmu!" balas Jack.
"Kalau begitu, matilah! Jadilah pasukanku yang hebat."
"Tidak akan!" tegas Jack. Ia lalu menghilang dan menyerang dari samping. Namun, Sang Kematian dapat merasakan energi Jack sebelum kemunculannya. Dengan tongkat sihirnya, ia menangkis serangan Jack. Tak hanya itu, ia juga mengalirkan energi dingin di sepanjang tongkatnya, membuat pedang Jack membeku, lalu menghancurkannya dengan mudah.
Kehilangan senjata, Jack berteleportasi menjauh, Namun, sang kematian kembali dapat menebak lokasi kemunculan lawan dan bersiap menyerang.
Tepat sesaat sebelum sihir Sang Kematian meluncur, Peter ganti menyerang. Sang Kematian pun terpaksa mengalihkan perhatiannya pada pemuda itu. Ia mengangkat tangannya lagi untuk menyerap serangan Peter.
Pada saat yang bersamaan, tiga serigala Borin menyerang lagi dan berhasil menggigit lengan Sang Kematian. Untuk melepaskan diri, ia lalu mengaliri lengannya dengan petir, membuat serigala Borin mati tersetrum.
Melihat rekan-rekannya bertarung sengit, Jack tak tingal diam. Ia mengambil pedang yang ada di dekatnya lalu berteleportasi ke belakang lawan untuk melukainya.
Di luar dugaan, sebuah portal muncul di dekat Sang Kematian. Ia lalu bergegas melompat masuk ke sana, menghindari serangan bertubi-tubi dari Peter, Borin, dan Jack.
Ia muncul lagi beberapa meter dari tempatnya semula bersama Dave, ajudan Karl yang telah dihukum mati.
"Untung saja kalian membunuhnya. Aku jadi punya seorang penyihir loctrum di pihakku," desis Igor Amorte sambil tersenyum miring. "Oh ya, aku juga masih punya seorang penyihir lagi di pihakku."
Tak lama kemudian, Anna datang menghampiri Igor Amorte lalu menyembuhkan luka akibat gigitan serigala di lengannya.
Hati Peter bak terkoyak ketika melihat Anna yang telah wafat bangkit lagi dan menolong musuh. Detik itu juga tangannya gemetar dan air matanya menetes. Pemandangan itu benar-benar menghancurkan perasaannya. Ia jatuh berlutut seolah kehilangan semangat tempurnya.
"Terima kasih," bisik Sang Kematian sambil mengelus puncak kepala Anna. Ia lalu melirik pada Peter yang tampak begitu lemas. "Hahaha ... lihat, betapa lemahnya dirimu!" ejek Igor Amorte.
"Tenang saja, gadis ini boleh kembali padamu," ujarnya lagi sambil tesenyum licik. Ia lalu melambaikan tangan memberi isyarat agar Anna pergi pada Peter.
Anna pun menurut saja. Jiwanya tak lagi bersemayam dalam raga yang sudah berada di bawah kendali Igor Amorte itu.
Selangkah demi selangkah Anna berjalan kaku dengan tatapan kosong.
Lalu, setelah beberapa meter, Sang Kematian mengangkat tongkatnya dan menyemburkan api pada tubuh Anna.
"TIDAAAK!!" teriak Peter.
Sepersekian detik sebelum tubuh Anna hangus, seseorang tiba-tiba melesat dan menghadang semburan api Igor Amorte.
"Lily!" pekik Jack.
Rupanya kekasih Stevan itu berusaha menahan semburan api lawan dengan perisai sihirnya. Ia menatap tajam pada Stevan yang kini tak sama lagi.
"Aku berjuang bukan untuk membangkitkan monster. Sadarlah!" ujarnya sendu.
Igor Amorte menatap Lily dalam-dalam, dan di luar dugaan, ia berangsur menghentikan sihirnya.
Lily jatuh terduduk dengan napas terengah sambil menatap sosok di hadapannya penuh harap. "Kau kembali?"
Namun, dugaan Lily sama sekali keliru. Sang Kematian terkekeh sejenak lalu mengangkat tongkat dan menyemburkan api lagi. Tanpa sempat betkata-kata lagi, tubuh Lily pun hangus terbakar.
"Stevan sudah lama mati. Akulah yang kalian bangkitkan," ujar Igor Amorte diiringi tawa menggelegar.
Bersamaan dengan itu, Jack membawa Anna berteleportasi ke dekat Peter. "Cepat bekukan tubuhnya agar monster itu tidak memperalatnya lagi."
Peter seolah baru tersadar dari mimpi buruk dan segera melakukan permintaan Jack. Dengan mata sembap, ia menggunakan sihir es dan memerangkap tubuh Anna di dalamnya.
"Kalian semua akan mati dan menjadi budakku," ujar Sang Kematian sambil tersenyum licik. Sementara itu, Peter, Borin, dan Jack masih terdiam di tempat. Musuh yang mereka hadapi kali ini terlalu kuat.
Mayat hidup terus bertambah dan membuat para pasukan kian terdesak. Semakin banyak yang tewas berarti semakin kuat pasukan lawan. Hanya kaum elzif yang tidak berubah menjadi mayat hidup karena tubuh mereka lenyap menjadi butir-butir cahaya ketika tubuh fisiknya rusak.
Di saat keputusasaan terasa semakin membuncah, Andrew melangkah maju menantang Sang Kematian. Ia berharap bahwa kalung ivoltaros akan memberikan cukup perlindungan baginya.
Igor Amorte tak tinggal diam. Ia melontarkan sihir petir untuk menyambar Andrew.
Meski sempat berlindung di balik perisai, kekuatan sambaran petir itu membuat Andrew terpental cukup jauh. Namun, ia menolak menyerah. Dalam benaknya hanya ada satu pilihan, mengalahkan Igor Amorte dan menghentikan perang.
Berkali-kali dihantam sihir berkekuatan dahsyat, Andrew terus bangkit lagi. Kegigihan Andrew itu perlahan-lahan membangkitkan kembali semangat juang Peter, Borin dan Jack.
Hingga akhirnya, Igor Amorte memutuskan untuk berhenti bermain-main dan mengutus Dave berteleportasi ke belakang Andrew untuk merebut kalung ivoltaros dari lehernya.
Andrew yang sudah tak memiliki kekebalan menjadi sasaran embuk bagi Igor Amorte. Ia pun mengangkat tongkatnya bersiap menghabisi nyawa sang raja.
Bersamaan dengan itu, Borin—dalam wujud serigalanya—berteleportasi ke belakang lawan dengan bantuan Jack. Peter segera memanfaatkan kesempatan ketika perhatian musuh teralih dan melontarkan sihir petir. Sementara itu, Andrew berhasil lepas dari cengkeraman Dave dan merebut kembali kalungnya. Ia lalu maju lagi untuk membantu Borin.
Serangan bertubi-tubi dari Peter, Borin, Jack dan Andrew pada akhirnya bisa melukai beberapa bagian tubuh Sang Kematian. Namun, seperti mayat hidup, ia tampak tidak terpengaruh dengan semua itu. Selama jantungnya masih bersemayam di dalam tubuh, ia akan tetap hidup.
Untuk menghalau musuh-musuhnya, Sang Kematian akhirnya menciptakan gelombang energi di sekitarnya. Peter, Borin, Jack, dan Andrew pun terpental cukup jauh.
"Aku salah menilai kalian, ternyata kalian cukup gigih," ujarnya sambil terengah. "Tapi, kalian tetap tak akan menang melawanku."
Bersamaan dengan itu, Dave muncul lagi sambil membawa Susan sebagai sandera. Ia menempelkan sisi tajam pedangnya di leher Susan.
"TIDAK!! Jangan anakku!" pekik Jack spontan.
"Hahaha ... Sudah kubilang kalian tak bisa memenangkan peperangan ini."
"Jangan hiraukan aku, Ayah," lirih Susan. "Bagaimanapun aku juga memiliki andil dalam kekacauan ini."
"Lepaskan dia! Bunuh saja aku!" pinta Jack lagi.
"Baiklah kalau begitu." Tanpa basa-basi lagi, Igor Amorte mengangkat tongkat sihirnya, bersiap membunuh Jack. Namun, saat itu juga, sebuah anak panah melesat dan menembus dada Sang Kematian.
Meski sempat terkejut, Sang Kematian lalu tersenyum sinis. "Huh, kau pikir benda kecil ini bisa melukaiku?" ujarnya sambil mematahkan anak panah itu.
"Itu bukan anak panah biasa. Aku sudah melumurinya dengan darah unicorn. Anak panah itu memiliki daya magis." sahut Gladys dari atas Ainsel.
"A-apa kau bilang?" Bersamaan dengan itu, tubuh Sang Kematian mulai gemetar, semakin lama semakin hebat.
"K-kau! Beraninya kau!" Bersamaan dengan itu, tubuh Sang Kematian ambruk lalu terhisap dalam sebuah kegelapan.
Seiring musnahnya Igor Amorte, mayat-mayat hidup pun satu per satu berjatuhan. Suasana hening seketika memenuhi medan perang. Melihat musuh utama sudah tumbang, Jack langsung berlari menghampiri Susan dan memeluknya erat sambil berlinang air mata.
"Kita berhasil?" tanya Borin pada Peter.
Namun, tak ada sahutan dari bibir sang sahabat. Pemuda itu terdiam seribu bahasa. Lalu, dengan langkah gontai ia mendekati Anna yang terpenjara dalam es. Peter lalu mengulurkan tangan dan mengeluarkan sihir api untuk mencairkan es di sekeliling tubuh Anna.
Seiring es mencair, Anna pun jatuh terkulai sementara Peter menangkapnya dalam pangkuan.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro