Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 29

Kildan berjalan pelan mendekati Jane yang masih terisak. Ia lalu berlutut sambil mengamati tubuh Peter yang tampak memucat. Di bagian dadanya—tempat petir Lily menghantam—terlihat bekas luka bakar seperti ranting yang menyebar dari satu titik..

Tanda itu? gumam Kildan dalam hati. Keningnya berkerut seperti memikirkan sesuatu. Ia lalu meletakkan jari telunjuk pada pergelangan tangan Peter, berharap masih bisa merasakan denyutnya.

"Ia masih hidup," gumam Kildan.

"B-benarkah?" sahut Jane sambil menyeka air matanya. "Apa yang bisa kita lakukan sekarang?"

"Aku tahu siapa yang bisa menolongnya," sahut Kildan. "Ayo!" Ia lalu mengangkat tubuh Peter di punggung dan membawanya ke utara menembus hutan cemara. Jane ikut mengiringi dengan langkah cepat.

"Itu dia," gumam Kildan sambil terus melangkah mendekati dua buah pohon yang bersisian. Ranting dan akar keduanya saling bertaut membentuk lubang di tengah-tengahnya.

"Apa maksudmu? Tak ada siapa pun di sini." tanya Jane kebingungan.

Tanpa menyahut, Kildan merapal sebaris mantra, "piveto scersum."

Sesaat kemudian, cahaya kebiruan muncul mengisi lubang yang terbentuk dari jalinan ranting kedua pohon.

"Ikuti aku," ujar Kildan. Ia lalu melangkah ke lubang bercahaya tadi. Secara ajaib, tubuhnya menghilang seperti masuk ke sebuah portal.

Jane sempat tertegun sejenak tak percaya sebelum akhirnya memutuskan untuk mengikuti langkah Kildan melompat ke tengah-tengah lubang di antara ranting.

Setibanya di sisi lain dari lubang itu, semuanya tampak berbeda. Cemara yang semula mendominasi pemandangan kini terganti oleh rimbunnya pohon berdaun lebat. Udara yang semula dingin menusuk tulang kini terasa hangat.

"Di mana ini?" tanya Jane.

"Selamat datang di ocelum, dunia para Elzif," sahut Kildan tanpa mengurangi kecepatan langkahnya. Ia harus bergegas atau nyawa Peter bisa jadi tak tertolong lagi.

"Elzif? M-maksudmu pasukan Tuhan?"

"Ya. Manusia mengenalnya sebagai Tuhan, tapi mereka, kaum elzif, menyebutnya sebagai Ignam Vintris, sang sumber kehidupan."

Jane terdiam sambil terus mengiringi langkah cepat Kildan. Dalam sekejap, benaknya dipenuhi berbagai pertanyaan mengenai sejarah kepercayaan Herod yang ia anut.

"Bagaimana kau bisa tahu mengenai ini semua? Bahkan mantra untuk membuka portal menuju dunia ini."

"Aku manusia separuh elzif," sahut Kildan.

"Oh ... wow," sahut Jane terkejut.

Sambil terus berjalan, Jane mengamati sekitarnya yang terasa sangat ajaib. Peri-peri kecil berterbangan dari di antara bunga-bunga, air sungai mengalir jernih dan burung-burung kecil berkicau riang. Di seberang sungai itu tampak beberapa rumah-rumah kayu bertingkat.

"Rumah siapakah itu?" tanya Jane penasaran.

"Itu Desa Drewfost, tempat tinggal para manusia setengah elzif sepertiku."

"Jadi itu kampung halamanmu?"

"Ya, bisa dibilang begitu."

Tak lama kemudian, mereka akhirnya tiba di sebuah pohon raksasa yang puncaknya menjulang hingga tertutup awan. Sementara itu, akar-akar merambat di sekelilingnya hingga beberapa puluh meter.

"Wow, inikah Ignam Vintris?" tanya Jane.

Kildan mengangguk sebagai jawaban. Ia lalu melangkah menuju sebuah lubang di batang pohon yang dijaga oleh empat orang elzif. Perawakan mereka sama persis seperti patung-patung elzif yang ada di kuil-kuil agama Herod. Tubuhnya tinggi, kulitnya putih pucat, sementara telinganya runcing.

Kildan lalu berbicara dengan mereka dalam bahasa yang sama sekali tidak dimengerti Jane. Ia hanya dapat menebak dari gestur mereka yang pada mulanya menolak kedatangan Kildan. Namun, ketika ia menunjukkan bekas luka di dada Peter, para elzif itu tampak terkejut. Kildan lalu menyerahkan Peter pada mereka yang segera membawanya pergi.

"K-kenapa kau membiarkan mereka membawanya?" tanya Jane gusar.

"Tenang saja, mereka akan menolongnya. Sekarang tak ada yang bisa kita lakukan selain menunggu."

"Lalu kenapa mereka menolakmu dan berubah pikiran saat melihat bekas luka Peter?" tanya Jane. Mereka kini duduk beristirahat di sebuah akar yang menjulur.

"Ignam Vintris adalah tempat suci. Manusia atau setengah elzif sepertiku dilarang masuk ke sana," sahut Kildan. "Mengenai bekas luka Peter, itu sama seperti yang ada pada ramalan. Kawanmu ini akan berperan penting dalam mempertahankan kehidupan di dunia."

"Ha?" Jane ternganga tanpa ada sepatah kata yang terucap. 

"Ayo, akan kuceritakan semua di desa tempat asalku," ujar Kildan sambil berdiri. Ia lalu beranjak meninggalkan Ignam Vintris.

Jane yang masih memiliki banyak pertanyaan dalam benak pun bergegas mengekor.

Keduanya berjalan menyeberangi sebuah jembatan kayu dan tiba di Desa Drewfost. Suasana di situ sangat asri. Rumah-rumah kayu berdiri di tepi sawah dan ladang, sementara sungai kecil mengalir di tepi desa.

Sepanjang jalan, Kildan saling bertegur sapa dengan kawan-kawan lamanya. Mereka tampak cukup antusias dengan kehadiran Kildan. Mereka juga tak segan untuk menyapa Jane dengan melempar senyum. Meski belum paham apa yang terjadi karena mereka berbicara dalam bahasa elzif, Jane tetap membalas senyuman mereka.

Setelah melewati beberapa rumah dan ladang, mereka berdua tiba di sebuah pondok kayu bertingkat nomor 31. Semua rumah di situ tampak hampir-hampir mirip sehingga penomoran menjadi sesuatu yang penting.

"Selamat datang di rumahku," ujar Kildan sambil mengetuk pintunya.

Tak lama kemudian, pintu pun terbuka, menampilkan sosok wanita cantik dengan rambut pirang lurus yang tergerai sepunggung. Ia mengenakan baju terusan panjang tanpa lengan berwarna putih. Sinar matahari yang terpantul membuatnya tampak berkilauan.

"Kakak ..." Wanita itu tersenyum riang begitu melihat siapa yang berdiri di ambang pintu.

"Nuelleth," sahut Kildan. Keduanya lalu saling berpelukan hangat.

Sementara itu, Jane hanya diam terpaku melihat apa yang terjadi di hadapannya.

"Oh ya, perkenalkan, ini Jane, kawanku dari ras manusia, dan ini Nuelleth, adikku." Kildan lalu saling memperkenalkan keduanya. Setelah saling menyapa, Nuelleth mempersilakan keduanya masuk.

"Selamat datang di Desa Drewfost," ujar Nuelleth pada Jane. Suaranya terdengar sangat lembut bak air yang mengalir tenang.

"Terima kasih," sahut Jane. Ketiganya lalu duduk di ruang tengah rumah itu.

"Kalian tunggu sebentar, aku akan membuatkan minuman." Bersamaan dengan itu, Nuelleth bangkit berdiri meninggalkan Jane dan Kildan dalam keheningan.

"Adikmu sangat cantik," ujar Jane lirih.

"Ya, kami mendapatkan anugerah umur panjang karena darah elzif," sahut Kildan.

"Ooh ..." gumam Jane takjub. "Lalu, di mana ayah ibumu?"

"Ayahku hanya manusia biasa, dia sudah lama sekali wafat. Dan ibuku adalah seorang elzif. Dia tinggal bersama kaumnya di Ignam Vintris."

"Lalu bagaimana ayahmu bisa sampai ke sini? Bukankah pintu masuknya hanya bisa dilewati oleh kaum elzif?"

"Ceritanya panjang," sahut Kildan.

"Wah, sepertinya kalian sedang asyik mengobrol." sela Nuelleth sambil tersenyum dan meletakkan tiga gelas teh hangat di meja. "Minumlah, selagi masih hangat."

"Terima kasih," sahut Kildan yang diikuti juga oleh Jane. Ketiganya lalu menyesap minuman itu perlahan.

"Nikmat sekali," ujar Jane. "Aku belum pernah minum teh selezat ini."

"Syukurlah jika kau suka,"sahut Nuelleth sambil tersenyum lagi. Untuk beberapa saat, suasana hening. Meski banyak pertanyaan masih berseliweran dalam benak, ia memilih untuk menikmati kelezatan teh yang terasa begitu menenangkan baginya.

"Jadi kau sudah menemukan yang terpilih?" tanya Nuelleth beberapa saat kemudian.

"Ya, dia seorang pemuda penyihir. Aku sudah menyerahkannya pada elzif di Ignam Vintris.

"Setelah sekian lama, ramalan itu akan terpenuhi juga." Nuelleth menghela napas panjang.

"Maaf, bolehkah aku tahu mengenai ramalan itu?" tanya Jane penasaran.

"Tentu saja," sahut Nuelleth masih dengan senyum lembutnya. "Dulu sekali, sebelum dunia tercipta, ada dua kekuatan yang saling bertentangan. Kehidupan dan kematian, kebaikan dan kejahatan, terang dan gelap. Kami mengenal terang itu sebagai Ignam VintrisKalian mengenalnya sebagai Tuhan, yang adalah sumber kehidupan. Sementara kegelapan itu bernama Igor Amorte atau sang kematian. Aku yakin kau sudah pernah mendengar tentang ini bukan?"

"Ya, kepercayaanku mengajarkan hal itu," sahut Jane.

"Pertentangan keduanya terus terjadi hingga sang terang menciptakan bumi beserta seluruh isinya. Orc adalah makhluk pertama di bumi yang diciptakan oleh Ignam Vintris. Namun, Igor Amorte terus berusaha mengambil apa yang sudah diciptakan oleh sang terang. Ia merasuki pikiran para orc dengan keegoisan dan keinginan untuk saling membunuh. Dengan begitu, ia akan mendapatkan jiwa-jiwa yang masuk dalam neraka.

"Ignam Vintris sangat sedih karena makhluk ciptaannya menjadi semakin rusak akibat pengaruh Igor Amorte. Pada akhirnya, ia pun menciptakan manusia dan membekalinya dengan akal budi dan hati nurani agar bisa membedakan yang baik dan yang buruk. Namun, Igor Amorte tak tinggal diam dan terus bekerja mempengaruhi manusia juga hingga dunia pun jadi semakin rusak.

"Pada suatu ketika, demi menjaga manusia agar tidak semakin jatuh dalam kuasa kegelapan, Ignam Vintris mengutus beberapa elzif untuk mengundang manusia ke Ocelum dan menguji mereka dengan berbagai cobaan. Salah satunya adalah dengan cinta. Tak ada manusia yang sanggup menahan diri dari kemolekan elzif. Namun, Herod berbeda. Ia bisa menahan nafsu demi keinginannya untuk bertemu dengan sang pencipta. Maka dari itulah, Ignam Vintris memilihnya untuk menjadi utusan demi menyebarkan ajaran kebaikan di dunia. Sementara itu, manusia lain yang gagal dalam ujian harus menetap di sini. Hasil hubungan manusia dengan elzif itulah yang akhirnya melahirkan kami."

Mendengar semua itu, Jane terdiam. Meski sudah lama menganut ajaran Herod, ia baru mengetahui asal-usul kepercayaannya.

"Lalu apa hubungannya itu semua dengan Peter?" tanya Jane lagi.

"Meski Herod adalah manusia terpilih, ia tetap hanya manusia biasa yang pada akhirnya akan menua dan mati, sementara itu, Igor Amorte akan terus berupaya agar manusia jatuh ke dalam jurang maut. Menurut ramalan, tak lama setelah ditemukan seseorang dengan luka sambaran petir di dada, Sang Maut akan menjelma menjadi manusia dan mengambil klaim atas sebanyak mungkin jiwa-jiwa manusia. Kawanmu itu ditakdirkan untuk menjadi salah satu pejuang yang akan berperang melawan Igor Amorte," tutup Kildan.

"Salah satu? Maksudnya akan ada yang lain juga?"

"Ya. Ia akan berjuang bersama manusia-manusia lain untuk mengalahkan sang kematian." 

Jane terdiam. Tak ada reaksi yang bisa ia berikan ketika mendapatkan begitu banyak informasi dalam waktu singkat. Butuh waktu beberapa saat baginya untuk mencerna kenyataan lebih dalam.

"Perang besar akan pecah di dunia manusia. Tak lama lagi," ujar Kildan.

"Tapi kau tak perlu khawatir. Sambil menunggu Peter pulih kembali, kau bisa tinggal di sini," ujar Nuelleth sambil menyesap lagi minumannya.

Tak ada hal lain yang bisa dipikirkan Jane selain mengiyakan saran Nuelleth. Lagipula pengalaman berada di surga bukan sesuatu yang bisa didapat semua orang bukan?  

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro