Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 3

Ketika Susan masih melongo keheranan melihat pintu yang terbuka dan tertutup sendiri, serta sapu yang tiba-tiba bergerak untuk membersihkan rumah, Anna langsung merapalkan sebaris mantra.

"Esca ientes," ujarnya lirih.

"Mantra apa yang kau rapal?" bisik Susan.

"Ikuti saja, kau akan segera melihat sosoknya," balas Anna. "Orang itu menggunakan ramuan menghilang."

Sesuai petunjuk Anna, Susan segera merapalkan mantra. Seketika itu juga, tampaklah sosok samar seorang wanita yang bertubuh agak pendek. Usianya mungkin sekitar lima puluh tahunan. Ia mengenakan baju terusan lengan panjang berwana hijau sementara rambutnya yang bergelombang sebahu berwarna hitam. 

"Bibi Fiona?" Rupanya Susan mengenali sosok itu. Dia kakak dari ayahnya yang dulu ikut membantu merawat dan membesarkan dirinya. Dengan bergegas, gadis itu pun melangkah menuruni tangga untuk menyapa sang bibi.

Sementara itu, Fiona tampak terkejut ketika melihat sosok keponakan yang telah lama menghilang. Ia mengusap matanya tak percaya. "Susan?" Wanita itu sama terkejutnya seperti Susan yang berhenti mematung di hadapan sang bibi.

"Iya, ini aku, Bi," ujar Susan lalu menghambur dan memeluk bibinya. "Apa kabar, Bi?"

"Ya ampun ... aku baik-baik saja, Sue kecilku." Bibi Fiona mengusap matanya yang mulai basah. "Kau sudah besar dan cantik sekarang."

"Terima kasih, Bi. Senang bisa bertemu lagi."

Sekejap kemudian, Fiona melepas pelukan lalu memegang bahu Susan sambil menatap matanya. "B-bagaimana kau bisa melihatku? Aku sudah meminum ramuan menghilang."

"Aku merapal mantra sesuai petunjuknya." Susan menoleh ke belakang pada Anna yang kini juga telah turun. "Perkenalkan, ini temanku, Anna." 

"Oh ... hai Anna." Bibi Fiona menyunggingkan sedikit senyum sambil menyalami gadis itu. Ia lalu mengajak kedua tamunya duduk di bangku kayu yang tampaknya masih cukup kokoh.

"Berarti kau juga seorang penyihir?" tanya Fiona.

Anna pun mengangguk mengiyakan sementara Susan langsung menimpali, "Ia juga seorang proctrium, sama sepertimu."

Mendengar itu, Fiona tersenyum simpul lalu merapal mantra. "Esca orientes." Seketika itu, sosoknya yang semula tampak samar berangsur menjadi jelas. "Kita semua penyihir. Tak ada gunanya lagi aku tetap menghilang," ujar Fiona. 

Setelah itu, Fiona pun memalingkan tatap pada keponakanannya. "Lalu apa yang membawamu kemari?" 

"Aku datang untuk mencari ayah. Apakah dia ada?"

Fiona mendesah sebelum menjawab. "Dia sudah menghilang sejak kejadian enam belas tahun yang lalu."  

"Kejadian apa?"

"Pemberontakan penyihir yang dipimpin oleh Stevan Alderman. Ayahmu adalah sahabat dari adik Raja Agra itu." Fiona menjeda ceritanya. "Aku, ayahmu, serta kakek dan nenekmu adalah beberapa penyihir yang mendukung Stevan. Sayangnya kami gagal dan hanya aku yang berhasil lolos. Ayahmu dan yang lainnya sudah tertangkap. Aku tak tahu lagi ada di mana mereka saat ini. Apakah masih hidup atau sudah mati," tutur Fiona. Untuk beberapa saat wajahnya terlihat sendu. 

Mendengar itu, Susan pun merasa agak kecewa. Harapannya untuk dapat bertemu ayahnya---atau setidaknya mengetahui kabar keberadaannya---belum dapat terpenuhi. Walaupun begitu, ia sedikit bersyukur karena bisa bertemu dengan bibinya. 

"Semenjak peristiwa itu, para penyihir diusir dari kota. Baik yang mendukung pemberontakan maupun yang masih netral. Stigma negatif terhadap para penyihir meluas dan aku terpaksa meninggalkan rumah ini untuk menyendiri di hutan." Fiona melanjutkan ceritanya sambil mendesah getir.

"Meski tubuh fisikku ada di hutan, hatiku tetap tinggal di sini. Aku tak mau rumah ini menjadi rusak atau ada orang lain yang mengambilnya. Aku membuat ramuan menghilang sehingga bisa masuk kemari tanpa diketahui orang, sekaligus juga menakut-nakuti mereka yang berniat menguasai tempat ini. Setiap beberapa hari sekali, aku selalu datang untuk melihat situasi sambil bersih-bersih."

Susan dan Anna hanya terdiam sambil mengangguk-angguk mengerti.  

Fiona kemudian tersenyum dan menepuk bahu keponakannya. "Akhirnya, setelah enam belas tahun ... aku bisa melihatmu lagi."  

Susan membalas senyuman bibinya lalu bertanya lagi, "Sebenarnya apa yang membuat Stevan melancarkan pemberontakan?"

Seketika itu, raut wajah Fiona berubah serius. Ia mendesah gusar sambil menatap Susan. "Ceritanya akan panjang. Setelah ini, kau ikutlah ke rumahku. Aku akan menceritakan semuanya. Sekarang, ayo kita mulai membersihkan tempat ini."

Fiona pun bangkit diikuti oleh Susan dan Anna. Ketiganya bekerja bersama-sama untuk membersihkan rumah hingga hari menjelan sore. 

"Akhirnya selesai juga," gumam Fiona sambil duduk di sebuah kursi kayu. Anna dan Susan juga ikut mengambil tempat yang masih kosong. Mereka beristirahat sejenak untuk melepas lelah. "Jadi kalian tinggal di mana saat ini?" tanya Fiona.

"Di hutan sebelah selatan. Di kediaman Ronald. Kau mengenalnya? Dia juga seorang penyihir." sahut Susan.

Mendengar itu, raut wajah Fiona mendadak berubah masam. "Ya, aku mengenalnya." Setelah itu ia terdiam sesaat sebelum melanjutkan. "Ayo pulang, hari sudah mulai sore." Seolah tak ingin membahas mengenai Ronald, Fiona segera mengalihkan pembicaraan.

"B-baiklah," sahut Susan yang masih merasa kebingungan dengan reaksi dari sang bibi. "Bagaimana denganmu?" tanyanya kemudian pada Anna.

"Kau pergilah dengan bibimu, aku harus kembali atau Bram akan khawatir," sahut Anna. Selain memikirkan Bram, sebenarnya ia  merasa bahwa Fiona tidak begitu nyaman untuk menceritakan semua karena keberadaannya sebagai orang asing.   

"Apakah kau akan baik-baik saja?"

"Kurasa tidak akan ada masalah. Aku akan pergi sekarang. Sebelum gelap."

"Baiklah kalau begitu," tukas Susan.

Mereka pun sepakat untuk berpisah. Sementara Susan pergi bersama bibinya, Anna akan kembali ke kediaman Ronald.

"Berhati-hatilah, saat ini dunia membenci penyihir." Fiona berpesan pada Anna lalu merapal sebaris mantra "Esca ientes," ujarnya, dan ia pun mulai menghilang. 

Ketiganya lalu keluar dari rumah dan berjalan beriringan menyusuri jalanan kota. Dalam perjalanan, Susan bertanya pada Anna. "Entah aku yang salah dengar atau tidak, sepertinya mantra untuk menghilang sama dengan mantra untuk melihat yang tak kasat mata?"

Anna mengangguk membenarkan. "Jika kau tak meminum ramuan menghilang, mantra itu hanya bisa membuatmu melihat. Efeknya pun tak lama, hanya sekitar sepuluh menit. Namun, jika kau sudah meminum ramuannya, selain membuatmu bisa melihat, tubuhmu juga akan menghilang," jelas Anna.   

Susan pun mengangguk-angguk mengerti. Sihir menghilang sepertinya memiliki banyak manfaat, gumamnya dalam hati.

Setibanya di gerbang kota, Susan dan Anna pun berpisah jalan. "Sampaikan salamku untuk Bram." Susan berpesan sambil melambaikan tangan. "Jika kau ingin menemuiku, pergilah ke rumah tadi. Aku akan sering ke sana untuk membantu bibiku bersih-bersih."

"Baiklah, sampai jumpa lagi," balas Anna. Setelah itu, ia segera memacu langkah ke selatan. Gadis itu harus bergegas atau kegelapan akan menyulitkan perjalanannya.

"Baiklah, ayo kita pergi sekarang." Bisikan Fiona itu terdengar jelas di telinga Susan.

"Esca Ientes," bisik Susan. Dan seketika itu, ia bisa melihat sosok samar bibinya. Keduanya lalu berjalan menuju ke sebuah hutan di sebelah barat kota.

Beberapa saat kemudian, setelah cukup jauh dari pintu gerbang, Fiona merapal mantra yang membuat tubuhnya kembali tampak. Saat itu hari sudah sore. Sinar mentari jingga tampak menyeruak di sela-sela bayang pepohonan hutan. 

"Jadi ... kenapa kau tampak tak suka ketika aku bertanya mengenai Ronald?" tanya Susan.

"Dasar kau! Selalu saja ingin tahu," gerutu Fiona.

"Memangnya ada yang salah dengan pertanyaanku?" sahut Susan sengit.

Fiona menggeleng sejenak lalu menyahut singkat, "Ya, aku mengenalnya. Dia pria brengsek."

"Brengsek? Ma-maksudmu?" Susan berusaha memperjelas maksud bibinya. Ia sendiri tak menangkap kesan brengsek dari sosok Ronald yang ia kenal.

"Ya ... brengsek. Dia menolak aku demi seorang gadis yang sudah meninggal," gerutu Fiona dalam satu tarikan napas. "Sungguh tak masuk akal."

Mendengar itu, Susan hanya bisa terdiam. Rupanya Fiona menyimpan dendam karena cintanya tak berbalas. Dalam hati, Susan merasa sedikit menyesal telah bertanya mengenai Ronald.

Tak mau membahas masalah pribadi lebih jauh, ia pun memilih melemparkan pandangan ke sembarang arah sambil meneruskan langkah menembus ranting dan sesemakan hutan.

"Apakah masih jauh?" Beberapa saat kemudian, Susan bertanya lagi.

"Tidak. Sepuluh menit lagi kita akan sampai." Bibi Fiona menyahut sambil terus melangkah. Tak ada orang lain lagi di situ. Hanya suara binatang-binatang hutan yang bagi orang kebanyakan akan terasa menakutkan.

Setelah berjalan selama sekitar satu jam, mereka berdua akhirnya tiba di tujuan. Rumah itu terbuat dari potongan kayu-kayu gelondongan yang disusun sebagai dinding, sementara atapnya terbuat dari kepingan-kepingan tanah liat. Rumah itu tidak besar tetapi tampak cukup nyaman.

Suara pintu kayu tua yang berkeriet terdengar ketika Bibi Fiona membukanya. Bau asam seketika menyeruak menusuk indra penciuman. Susan spontan menutup hidung, lalu celingukan mencari sumbernya. "Bau apa ini?"

"Bau bekas-bekas rebusan ramuan. Kau akan segera terbiasa," sahut Fiona enteng. Keduanya lalu melangkah ke dalam rumah. Semuanya tampak biasa saja seperti rumah pada umumnya, kecuali sebuah kuali besar di atas perapian yang telah padam.

Susan pun mengedarkan pandangan ke sekeliling. Jika lebih dicermati, rumah itu menyimpan berbagai ramuan yang tak dapat ia pahami dalam sebuah lemari kayu. "Apa ini?" tanyanya sambil menunjuk sebuah botol kaca berisi cairan berwarna jingga.

"Itu ramuan eksperimenku. Kau akan merasa kenyang sepanjang hari setelah minum seteguk. Terkadang aku meminumnya jika sedang malas memasak."

"Kalau ini?" Telunjuk Susan bergerak ke ramuan lain yang berwarna putih.

"Itu ramuan penumbuh rambut. Kau lihat, meski tak muda lagi, milikku masih lebat dan indah," sahut Fiona sambil memamerkan rambutnya yang tidak menampakkan sehelai uban pun.

Susan pun semakin kagum akan berbagai macam ramuan yang bisa dibuat bibinya. Selain kedua ramuan tadi, masih ada larutan untuk mempercepat pertumbuhan pohon, serbuk anti mengantuk, serta kue penambah stamina. 

"Wah, kau benar-benar seorang penyihir hebat," puji Susan.

"Ini semua hasil eksperimenku selama enam belas tahun. Tinggal seorang diri di tengah hutan membuatku sering merasa kesepian." 

Mendengar itu, Susan merasa agak sedih. "Memangnya tak ada orang yang mau menjadi temanmu?" 

"Kau pikir ada yang tertarik melihat penyihir tua sepertiku? Mereka akan langsung kabur begitu melihat kuali besarku."

"Begitukah? Aku tak habis pikir, mengapa citra penyihir begitu buruk di masyarakat?"

Mendengar itu, Fiona menarik kursi untuk dirinya duduk lalu berkata, "Duduklah dulu. Ini akan panjang."

Susan mengikuti bibinya dan duduk di sebuah kursi kayu.

Dengan pandangan menerawang, Fiona mulai bercerita, "Jadi, semuanya bermula sejak seorang penyihir bernama Victor membuat kekacauan di kerajaan." 

Susan memilih diam meski dalam hatinya tahu siapa Victor yang dimaksud.

"Semenjak itu, muncullah kecurigaan terhadap para penyihir. Bermacam peraturan dibuat untuk membatasi pergerakan mereka. Setiap kota wajib mendata penyihir yang tinggal di wilayahnya, dan saat menginjak usia dua belas tahun, mereka diberikan cap dari besi panas. Masing-masing diberi tanda sesuai dengan kemampuan sihirnya," tutur Fiona. 

"Selain itu, para penyihir juga tidak diperbolehkan mengisi jabatan-jabatan strategis." Wanita tua itu mendesah sesaat sebelum berkata lagi, "Itu adalah masa yang suram bagi para penyihir. Aku beruntung tidak terlahir pada saat itu. Kapan pun terjadi masalah, para penyihir selalu menjadi pihak yang pertama kali dicurigai."

Mendengar penuturan Fiona, Susan terdiam sambil menyimak dengan serius. 

"Peraturan terhadap penyihir akhirnya mulai dilonggarkan ketika Bernard, ayah Raja Agra memimpin kerajaan bersama dengan istrinya, seorang penyihir wanita. Ia dikenal sebagai Ratu Angela dari Doria. Meski menyandang predikat sebagai seorang penyihir sekaligus ratu, beliau adalah orang yang sangat baik. Ia tidak merasa risih ketika harus bergaul dengan kalangan miskin dan bahkan bersedia membantu kesulitan mereka. Berkat beliau, pandangan miring terhadap penyihir perlahan-lahan mulai luntur.

"Meskipun begitu, tetap saja ada kelompok-kelompok yang menafsirkan kebaikan sang ratu hanya sebagai upaya untuk mencari muka belaka." Fiona mendesah sesaat sebelum melanjutkan ceritanya.

"Namun malang, meski selama hidup sangat baik, ia harus mati dengan tragis."  

"Ya ampun ... apa yang terjadi padanya?" tanya Susan tak sabar.

"Ia dihukum mati di tiang bakar karena dituduh sebagai dalang terhadap kematian suaminya sendiri."

Susan pun menutup mulut dan matanya membelalak tidak percaya. "Kenapa bisa begitu? Seseorang yang begitu baik tidak seharusnya meninggal dengan cara yang sangat tragis."

"Ketika itu Raja Bernard ditemukan meninggal dengan pendarahan yang tidak wajar. Sebagai seorang penyihir, Ratu Angela langsung dituduh sebagai pelakunya. Kelompok-kelompok anti penyihir itu memanfaatkan momentum untuk memprovokasi masyarakat dan membuat situasi menjadi tidak kondusif. Kerusuhan dan kriminalitas meningkat. Mereka terus menuntut agar sang ratu segera dihukum. Dan akhirnya, demi menenangkan situasi, sang ratu pun dieksekusi."

"Astaga, mereka sangat kejam! Padahal belum tentu ratu adalah pelakunya," sergah Susan gusar. Giginya bergemeretak dan tangannya menggenggam erat.

"Aku pun berpikir begitu. Sepertinya ada pejabat kerajaan yang berkomplot dengan kelompok anti penyihir dan memfitnah Ratu Angela." Fiona menghela napas panjang.   

"Lalu apa yang terjadi sesudahnya?" tanya Susan.

"Setelah kematian sang ratu, kondisi pun berangsur tenang. Namun, itu semua sebenarnya semu. Meski tidak sampai terjadi kerusuhan besar, persekusi terhadap para penyihir masih terus terjadi dalam skala yang lebih kecil. 

"Peristiwa besar terjadi lagi sekitar enam belas tahun yang lalu, ketika Gilbert Fernir, sang penguasa Fortsouth, terbunuh karena sihir. Hans Cornell, penyihir penjaganya, dianggap bertanggung jawab karena ditemukan tewas di lokasi sumber datangnya sihir.

"Peristiwa itu memunculkan lagi gelombang protes anti penyihir yang sebelumnya telah berhasil diredam berkat kematian Angela. Kekacauan kembali terjadi untuk menuntut agar para penyihir diusir dari kota. Hingga pada akhirnya, tanpa alasan yang jelas, Raja Agra memutuskan untuk mengusir Stevan, adiknya sendiri---yang juga seorang penyihir--- keluar dari kota.

"Hal itu menjadi puncak kemarahan bagi para penyihir, termasuk aku sendiri. Dipimpin oleh Stevan, aku, ayahmu, dan beberapa penyihir lain akhirnya memutuskan untuk melakukan pemberontakan. Stevan harus duduk sebagai raja atau para penyihir akan mengalami kembali masa-masa suram seperti dulu. Sebagian besar penyihir mendukung Stevan, tetapi si brengsek Ronald itu memilih mendukung Raja Agra demi sumpah bodohnya." Fiona mengambil jeda sejenak seraya mengembuskan napas panjang. Mengingat momen itu membuatnya merasa sedikit emosional.

"Sayang sekali pemberontakan itu gagal. Hanya aku yang berhasil lolos sementara pemberontak lainnya, termasuk ayahmu, dihukum. Aku tak tahu lagi apakah mereka masih hidup. Semenjak itu tak boleh ada lagi penyihir yang tinggal di kota." Fiona mendesah gusar mengakhiri ceritanya.

"Tapi tidak semua penyihir jahat bukan? Mereka tidak seharusnya memberikan stereotip negatif semacam itu terhadap kaum penyihir," tanggap Susan.

"Ya, aku pun muak dengan mereka yang selalu menghakimi para penyihir. Seolah merekalah yang paling benar." Fiona menggerutu kesal.

"Lalu apakah tak ada yang bisa kita lakukan untuk mengubah paradigma itu?" Susan bertanya. "Maksudku, sebagai penyihir banyak hal yang bisa kita lakukan bukan?"

"Aku pernah menolong seseorang yang tampak tertindas."

"Apa yang kau lakukan?"

"Aku memberinya ramuan beracun untuk membunuh atau sekedar menyakiti mereka yang menjahatinya."

"Kurasa itu justru akan membuat stigma terhadap penyihir semakin buruk," gerutu Susan.

"Lalu apa yang harus aku lakukan?"

"Kau bisa membuat ramuan untuk menyembuhkan berbagai penyakit misalnya?"

"Itu pun pernah kucoba. Namun, banyak orang yang iri dan mengatakan bahwa ramuanku akan mengakibatkan kecanduan. Hidupku juga menjadi tidak tenang karena banyak pencuri yang mencariku untuk mengambil ramuan itu. Sepertinya selalu ada yang membenci apa pun yang kulakukan. Maka dari itu, aku memutuskan untuk hidup menyendiri di sini saja. Sehebat apapun aku, tak akan bisa berbuat banyak tanpa dukungan dari penyihir-penyihir lain," ungkap Fiona sambil menghela napas panjang.

Susan terdiam mendengarnya. Pernyataan Fiona ada benarnya. Sebaik apa pun dia, tetap saja akan ada orang yang menganggapnya buruk. "Kalau begitu apa yang bisa kita lakukan?" tanya Susan lesu.

"Kurasa kita harus mulai mencari keberadaan ayahmu. Aku berharap dia masih hidup. Bersama, kita akan lebih kuat," sahut Fiona. "Sayang sekali aku tak punya petunjuk keberadaannya, kecuali kau bisa membaca pikiran sang Raja."

Seketika itu, Susan menyahut mantap, "Baiklah, kalau begitu aku akan menyusup ke istana untuk mencari informasi." 

Fiona langsung terperanjat mendengar jawaban spontan dari keponakannya. "Kau sendirian? Memangnya apa yang bisa kau lakukan untuk melawan para prajurit penjaga?" Ia tak menyangka bahwa Susan akan menanggapi serius ucapannya barusan.

"Aku tak perlu melawan mereka. Aku hanya memerlukan ramuan menghilangmu. Aku akan menyusup ke sana dan mendapatkan informasi yang kubutuhkan." Susan mengingatkan Fiona yang tampaknya lupa bahwa saat kecil dulu, ia sudah belajar salah satu sihir dasar seorang Antorum.

Fiona terdiam sejenak lalu menatap mata Susan dalam-dalam. "Kalau begitu aku akan membutuhkan beberapa hari untuk membuatkanmu ramuan menghilang. Setelah itu, kau juga harus merendam pakaianmu ke dalam ramuannya."

"Baiklah," sahut Susan mantap. 

Fiona pun tersenyum melihat keponakan telah tumbuh menjadi seorang gadis pemberani. Malam itu, keduanya meminum ramuan pengenyang dan segera tertidur lelap. Tantangan baru kini telah menanti, mengintip layaknya fajar sebelum pagi.  

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro