Bab 20
Beberapa hari berlalu semenjak pertemuan Borin dengan kedua orang tuanya. Ia kini sudah kembali bergabung bersama para pasukan dengan ditemani Alpha--seekor serigala berbulu keperakan ciptaan Wanda. Seluruh pasukan tampak terkejut saat pertama kali melihatnya, hingga akhirnya Borin menjelaskan semua.
Meski termasuk yang sempat tak percaya, Eric pada akhirnya menerima fakta bahwa Borin adalah manusia separuh dwarf. Sebuah kejutan yang tak pernah disangka-sangka karena kaum dwarf memang sudah lama tidak terlihat.
Kini, setelah menempuh perjalanan lagi dan bermalam di sebuah padang rumput, para pasukan Fortsouth akhirnya tiba di sisi luar tembok Kilead. Mereka tengah berbaris dalam formasi dan bersiap menyerang.
Seiring peluh menetes dari balik helmet pelindung, ketegangan mulai menguar dan menjalari setiap sanubari yang sebentar lagi menjemput kejamnya sebuah momentum bernama pertempuran.
Eric menunggang kuda di tengah guyuran sinar mentari pagi. Ia berkeliling untuk memeriksa barisan serta membangkitkan moral para pasukan melalui pidatonya.
"Setelah puluhan tahun dalam persembunyian, kini kelompok Harduin muncul kembali. Kelompok yang dulu memerintah dengan semena-mena sekarang berusaha merebut kembali kekuasaan. Mulai dari Kilead dan kota-kota di sekitarnya, mereka akan bergerak ke Fortsouth," ujar Eric lantang sambil mengangkat pedang.
"Demi kesatuan seluruh Pulau Yaendill, kita tak boleh membiarkan mereka membangun kekuatan yang lebih besar. Atas nama Gideon Fernir, angkat senjata kalian dan bersiaplah!"
Detik itu juga teriakan membahana dari para pasukan pun bergema bersahut-sahutan.
Eric kemudian berbalik menghadap tembok Kota Kilead. Ia mengayunkan pedangnya ke depan sambil berteriak lantang, "Hari ini ... kita kembalikan kedaulatan Ethardos! SERAANG!"
Bersamaan dengan aba-aba itu, seluruh formasi melangkah dalam hentakan yang menggetarkan bumi. Genderang ditabuh dengan nyaring dan terompet ditiup lantang. Detik itu juga, atmosfer peperangan terasa menguar memenuhi arena.
Sementara itu, pasukan Kilead bersiaga di dalam benteng dengan busur dan panah. Mereka tentu sudah mengantisipasi serangan dari pasukan Fortsouth. Ketika melihat musuh sudah masuk dalam jarak tembak, kepala pasukan pun memberi aba-aba untuk mulai menembak.
Langit seketika berubah gelap kala ratusan anak panah melayang mengangkasa. Para pasukan Fortsouth segera mengangkat perisai untuk melindungi diri dari mala petaka.
"Panah api!" Eric memberikan perintah dan para pasukan pemanah pun segera bersiap dengan panah membara. "TEMBAK!"
Seketika itu juga, langit dipenuhi nyala api yang berterbangan menyasar benteng Kilead, membakar dan membunuh mereka yang bertahan di sana.
"TANGGA!" Seiring aba-aba, pasukan bergerak maju mendorong tangga mendekati tembok kota. Di tengah hujan panah, tak sedikit pasukan yang akhirnya harus terkapar meregang nyawa. Darah mengalir membasahi tanah berumput di sekitar benteng.
Perang memang tak pernah indah.
Bersamaan dengan itu, lima buah ketapel raksasa diisi menggunakan batu-batu besar dan dilesatkan menghantam mereka yang bertahan di balik tembok. Korban yang jumlahnya tak sedikit pun berjatuhan dari kedua belah pihak.
Ketika musuh mulai sibuk menghadapi pasukan yang memanjati tangga, pelantak tubruk bertugas menghancurkan pintu gerbang. Dalam serbuan hujan panah, para prajurit berlindung di bawah perisai sambil terus mengayunkan balok kayu menggedor pintu gerbang. Suara dentuman kala balok kayu menghantam pintu pun terdengar membahana di tengah-tengah desingan anak panah dan jerit kesakitan para prajurit yang terluka.
Menghancurkan pintu gerbang berlapis sama sekali bukan pekerjaan mudah. Melihat kokohnya pertahanan Benteng Kilead, peperangan sepertinya akan berlangsung lama. Sudah tak terhitung lagi berapa yang tewas akibat terkena panah, terjatuh dari tangga ataupun terbakar api.
Selain terus menembakkan panah, para pasukan Kilead juga melemparkan batu-batu besar untuk menjatuhkan mereka yang memanjat tangga. Minyak panas pun ditumpahkan untuk mencegah pelantak tubruk menghancurkan gerbang kota.
Di tengah kekacauan itu, Borin--yang bertugas membantu tenaga medis--mulai sibuk membawa mereka yang terluka dari medan perang ke tenda yang aman di dekat sungai. Tenda medis sengaja didirikan di situ karena air akan sangat dibutuhkan untuk membersihkan luka.
"S-sakit ..." rintih salah seorang prajurit dengan panah menancap di bahunya. Setelah seorang petugas medis yang lebih senior menolong dengan mencabut anak panah itu, Borin segera membersihkan lukanya dan membebatnya dengan kain. Bagi seseorang yang baru pertama kali terlibat dalam perang, pemandangan seperti ini sungguh sangat mengerikan.
Erangan kesakitan terdengar lirih menusuk rungu dan menyayat sanubari. Air mata meluruh seiring darah yang tertumpah dan nyawa yang melayang.
Dengan tatapan kosong, Borin melihat pemandangan memilukan di sekitarnya. Tak semua bisa tertolong, banyak juga yang akhirnya yang harus meregang nyawa.
"Cepat ambilkan air!" perintah itu seketika membuyarkan lamunan Borin.
"B-baik," sahut Borin. Ia lalu bergegas pergi ke sungai dengan dua buah ember di tangan.
Ketika sedang mengambil air, pandangan Borin tertumbuk pada sebuah saluran pembuangan yang sepertinya mengarah masuk ke dalam kota. Ia pun berpikir untuk masuk ke sana. Peperangan mungkin berakhir lebih cepat seandainya aku bisa membuka gerbangnya dari dalam, begitu pikirnya.
Sekembalinya dari sungai, ia pun memberitahukan rencananya pada salah seorang rekan.
"Kau gila! Di dalam sana akan sangat berbahaya!" sahut sang rekan ketika mendengar rencana Borin.
Meski yang lain tidak setuju, Borin tetap bersikeras. Ia bertekad untuk segera mengakhiri peperangan atau akan semakin banyak korban yang jatuh. Setelah mengambil sebuah palu godam dan menyelipkan sebilah pedang di pinggang, Borin bergegas pergi meninggalkan teman-temannya.
Tiba di lubang saluran, Borin segera mengayunkan palu untuk menghancurkan teralis yang sudah tampak berkarat. Tanpa kesulitan berarti, ia pun berhasil masuk bersama Alpha, sang serigala ciptaan Wanda.
Udara lembap dan bau tak sedap segera menyeruak menyambut kedatangan Borin di saluran pembuangan. Memilih mengabaikan hal itu, ia berjalan cepat menyusuri lorong-lorong gelap yang berair. Tikus-tikus berseliweran di sana mencicit seolah menyambut kehadiran tamu tak diundang.
"Astaga, bau sekali." Borin menutup hidungnya ketika sudah masuk semakin jauh. Ia memegang erat lentera yang sejak tadi dibawanya. Hanya itu satu-satunya sumber cahaya yang bisa ia manfaatkan.
Beruntung, tak lama kemudian mereka tiba di ruangan bawah tanah kastel yang berfungsi sebagai penjara. Suasana di situ sangat sepi. Hanya ada beberapa orang tawanan yang sedang meringkuk di sudut penjara. Borin pun mendekat dan menempelkan telunjuk di bibir untuk memberikan isyarat agar mereka tak membuat keributan.
Dengan jantung berdebar dan peluh menetes, ia kemudian berjingkat mendekati seorang penjaga yang tampak tak menyadari kehadirannya. "Terkam dia," bisiknya sambil menepuk punggung Alpha. Binatang itu pun melompat dan dalam sekali terkam membunuh sang penjaga.
Borin langsung mengambil kunci penjara dari saku sang penjaga lalu segera membebaskan tawanan.
"Terima kasih ...," ujar salah seorang tawanan itu. "Namaku Frans Goldberg. Aku penguasa kastel ini sebelum direbut oleh kelompok Harduin.
"Wah, untunglah saya menemukan Anda, Tuan Frans," sahut Borin. Setelah itu, ia segera membebaskan para tawanan lain yang adalah keluarga dari Tuan Frans bersama beberapa pengawalnya.
"Ayo rebut kembali rumah kita!" Dengan bantuan Borin dan serigalanya, mereka pun merangsek keluar, menghajar sedikit penjaga yang tersisa, lalu mengambil senjatanya. Para pasukan Harduin yang tidak menyangka akan serangan mendadak itu pun tak bisa berbuat banyak.
"Ayo, kita harus membuka gerbangnya!" seru Tuan Frans. Dengan gagah berani, mereka mengangkat senjata dan menyerang para pasukan yang bertahan di dalam kota. Suara logam berdentang pun terdengar nyaring kala pedang dan tombak saling beradu di udara.
Sementara itu, Alpha melompat ke sana kemari dan menerkam dengan garang. Taring dan cakarnya yang tajam mengoyak tubuh mereka yang tak sempat menghindar. Darah pun tercecer, membasahi jalanan Kota Kilead.
Memanfaatkan kekacauan yang dibuat Alpha beserta Tuan Frans dan beberapa pengawalnya, Borin menyelinap mendekati tuas pembuka gerbang lalu memutarnya. Gerbang pun terbuka sedikit demi sedikit, menghasilkan ruang yang cukup bagi para pasukan Fortsouth untuk menyerbu masuk.
Seketika itu, teriakan perang terdengar membahana dari para pasukan Fortsouth. Mereka yang menunggang kuda bergerak cepat merangsek masuk ke dalam kota, menerjang semua yang menghalangi. Eric mengayunkan tombaknya menusuk dan menyabet tanpa kenal ampun. Dalam waktu yang relatif singkat, Kota Kilead akhirnya berhasil direbut kembali.
Sorak sorai riuh pun seketika terdengar memenuhi setiap sudut kota. Tuan Frans menyampaikan lagi rasa terima kasihnya pada Eric sebagai pemimpin pasukan. "Strategi yang brilian! Kau mengutus seseorang menyelinap melalui lubang saluran. Benar-benar jenius!" puji Tuan Frans.
"Maaf, tapi aku tidak mengutus siapa pun menyelinap lewat sana," sahut Eric keheranan.
"Oh ya? Lalu anak muda itu? Ia bertindak atas perintah siapa?" Tuan Frans menatap pada Borin.
Borin pun berjalan mendekat sambil menunduk. "Ma-maaf, aku bertindak sendiri," sahutnya sambil meringis. Ia tahu, dalam militer, bertindak tanpa koordinasi bisa dikategorikan sebagai pelanggaran.
Tuan Frans dan Eric menatap Borin bersamaan lalu keduanya tersenyum. "Kau benar-benar pemberani, anak muda!" Tuan Frans menepuk bahu Borin. "Ayo semuanya, kita berkumpul untuk merayakan kemenangan ini!" serunya penuh semangat. "Tinggallah di sini selama beberapa hari. Aku akan menjamu kalian semua!"
"Terima kasih, Tuan," sahut Eric semringah. Kini kemenangan telah berhasil diraih. Berkat Borin, Kilead dapat direbut kembali dalam waktu yang relatif singkat.
Malam itu, para pasukan Fortsouth pun beristirahat di kota. Misi telah berhasil dituntaskan. Bendera serta panji-panji yang sempat diturunkan oleh Kelompok Harduin pun dikibarkan kembali sebagai pertanda bahwa Kota Kilead telah kembali dalam wilayah kekuasaan Ethardos.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro