Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

6 - Nostalgia

Setelah insiden kecil kemarin, Jiang Cheng kembali ke rutinitasnya yang semula. Mengurusi pekerjaan sebagai pemimpin sekte dan pemerintahan di daerah.

Sementara itu, Jin Ling masih meminta untuk berada di Cloud Recesses dikarenakan ingin berlibur di sana bersama kedua kawannya dan berburu malam. Awalnya ia tak setuju, karena takut akan bolos latihan dan segala macam. Namun setelah ada keputusan ijin dari Lan Xichen, yang berjanji akan mengawasi murid yang bertamu ke daerah Gusu seperti keponakannya.

Mau tak mau, ia ijinkan dan pulang kembali sendirian.

Beberapa hari kemudian, datanglah sebuah surat yang beralamatkan dirinya.

Ternyata dari Lan Xichen.

Penasaran, maka ia membuka surat yang tergulung rapi dengan cap Gusu.

'Untuk Pemimpin Sekte Jiang yang terhormat,

Semoga kabar Anda sehat dan sejahtera bersamaan dengan datangnya surat ini.

Dikarenakan saya diberitahu oleh Tuan Wei kalau Tuan Muda Jin akan berulang tahun, maka saya ingin memberitahukan kalau yang bersangkutan akan kembali ke Yunmeng.

Beberapa dari kami yang akan ikut diantara lain adalah Lan Sizhui, Lan Jingyi, Tuan Muda Wei, adik saya, dan saya sendiri.

Jika Anda mendapatkan surat ini, berarti kami sudah dalam perjalanan menuju daerah Yunmeng. Maafkan ketergesaan ini, mohon dimaklumi. Semoga Anda menerima kami dengan senang hati.

Tertanda hormat,
Pemimpin Sekte Lan
Lan Xichen'

Ia baru ingat.

"Ah, ulang tahun A-Ling..."

Dia sampai lupa akan ulang tahun sang keponakan dikarenakan sibuk mengurus pekerjaan.

Jika tak diberitahu, pasti ia akan melupakannya.

Hari itu, Jiang Cheng dengan cepat menyelesaikan semua pekerjaan dan segera menuju ke dapur utama Lotus Pier.

Para pelayan pun sudah ia koordinasikan dan mengurusi segala urusan. Kebersihan kamar, konsumsi, dan keperluan dalam menyambut kepulangan sang keponakan—yang diikuti oleh beberapa tamu tak diundang pun, ia siapkan dengan banyaknya tangan yang membantu.

Khusus untuk dapur, Jiang Cheng turun tangan sendiri kali ini. Bahan dan segala macam perkakas dapur sudah dipersiapkan untuk memasak. Banyak pelayan dapur yang mondar-mandir mulai membuat makanan yang akan disiapkan nanti.

"Pemimpin Jiang, Anda tak perlu mengerjakan pekerjaan ini. Biar kami yang mengerjakannya."

Ia menolehkan kepala sembari meminta celemek sang kepala koki yang mencegahnya.

"Tak apa. Lagipula saya ingin memasak sendiri untuk yang ini. Anda cukup membantu dengan memasak masakan pendamping lain. Tolong jangan halangi saya."

Tangannya memerintah dengan menengadah ke hadapan pria besar berbadan bongsor tersebut.

Akhirnya si kepala koki menyerah dan memberikan celemeknya pada sang kepala sekte Jiang tersebut.

Puas, akhirnya ia memakai benda yang terbuat dari kain tersebut di tubuhnya yang tegap. Tangannya sudah bersih ia cuci.

Saatnya memasak.

Bahan dicuci bersih dan mulai dipotong dengan sesuai resep, dan mulai ia proses sedemikian rupa. Ia memasukkan akar teratai yang sudah ia potong ke dalam kuali masak dan beberapa rempah lain. Lalu ia masukkan daging setelah beberapa belas menit mengaduk bahan dengan rata. Setelah itu ia tutup dan tunggu sampai matang. Jiang Cheng membuka celemek.

Nah, saatnya mengecek semuanya.

Ia berjalan mengelilingi Lotus Pier dengan menyurusi lorong rumah besar yang ia tinggali dari sejak kecil.

Pemandangan kala menurun senja pun terlihat asri. Sinar mentari yang hangat menyinari teratai dan air yang diisi oleh ikan yang berkecipak ria di dalam kolam rumah. Bahkan dari jauh, paviliun tempat dirinya sering menerima tamu pun juga cukup indah.

Matanya sedikit sendu, mengingat kalau ia sering bermain bersama dengan mendiang kakaknya dan Wei Wuxian saat masih kecil.

Jiang Yanli, wanita yang sangat berjasa di hidupnya selain ibu mereka berdua. Menitipkan Jin Ling pada dirinya agar dijaga agar menjadi orang besar seperti Jiang Cheng.

Ia menunduk dan berbalik. Tak lama kemudian menyusuri lorong sepi dan kemudian sampai di sebuah ruangan pemujaan.

Disana ada altar tempat dimana abu orang tuanya serta para leluhur berada. Lukisan yang menggantung juga sudah lengkap. Apalagi kakaknya beserta sang suami terpampang di sana.

Sontak hawa nostalgia dan sendu menyerangnya ketika masuk.

Lukisan tersebut bagaikan seperti menggambar sosok asli. Wajah lembut seorang Jiang Fengmian sungguh mirip dengan sang anak, Jiang Yanli. Sedangkan sang ibu, Yu Ziyuan lebih mirip ke Jiang Cheng.

Aura keras dan tegas sangat kental terasa walau hanya dalam garis-garis warna di atas kain.

Jiang Cheng berjalan perlahan sambil menatap kumpulan dupa yang belum dihidupkan sama sekali.

Perlahan ia duduk dan menyalakan dupa yang ada di sana. Ia bersihkan sebisanya dan duduk bersimpuh.

Ia memanjatkan do'a agar seluruh keluarganya yang ada di alam sana tenang dan tak terbebani akan duniawi lagi.

Selesai berdo'a, Jiang Cheng menatap lukisan kakak kandungnya tersebut.

"Shijie, A-Ling hari ini berulang tahun. Jika kau ada disini, pasti kau akan bangga karena dia sudah besar. Meski begitu, ia masih kekanakkan. Tapi aku dan Wei Wuxian akan selalu menjaganya, seusai janjimu pada kami. Terutama padaku."

Rasa sesak mengerubungi dadanya. Lalu ia menunduk, sebelum menyimpuhkan tangan ke depan terakhir kalinya dan berdiri sebelum bergegas meninggalkan ruang altar pemujaan tersebut.

Langkahnya kembali berderap tegas dengan tubuh gagah.

Bisa gawat kalau dirinya kembali mengingkari untuk tak menangis lagi.

Setelah kembali mengecek segala keperluan yang tadi disuruh kepada pelayan, Jiang Cheng kembali ke dapur dan memeriksa seluruh makanan pendamping yang ada.

Lalu ia kembali memakai celemek serta mencuci tangannya, kemudian membuka perlahan penutup kuali masakan yang ia masak.

Bau mulai menguar harum, dan itu membuat senyum tipis Jiang Cheng tersungging.

Terlihat daging dan iga yang terebus matang bersamaan dengan akar teratai bercampur rempah dan air kaldu, membuat sup tersebut patut disebut sebagai makanan andalan khas Yunmeng.

"Wah, baunya harum sekali!~"

"Gahh!!"

Jiang Cheng berteriak sambil berbalik, sebelum menatap kesal pada yang tiba-tiba muncul di belakangnya.

"Wei Wuxian, mana sopan santunmu? Kau mengagetkanku. Kau mau aku jantungan, ya?!"

Yang bersangkutan, Wei Wuxian, malah menyengir kuda dan terkekeh.

"Maaf, maaf. Habisnya aku ingin tahu kau masak apa. Ternyata masak masakan Shijie, ya? Aih~ Shimei pintar sekali memasak~" godanya dengan pujian, yang disambut ujaran kesal.

"Kau—Hei, aku ini lelaki! Hentikan panggilan itu, dasar sinting!"

Wei Wuxian meminta maaf meski masih menggodai. "Haha... Baiklah, maafkan aku, A-Cheng. Jangan marah, nanti pembantu disini kabur semua."

Sang pria Yunmeng hanya memutar bola matanya. "Kapan kalian datang? Main muncul seperti hantu saja."

"Oh, baru saja! Lan Zhan dan yang lainnya sudah ada di kamar tamu untuk istirahat, diantar Jin Ling. Oh iya, boleh kucicipi??"

Jiang Cheng menyerahkan sendok kayu dan kuahnya mulai dicicipi oleh sang saudara angkat.

Wei Wuxian berpikir sejenak, "Hmm... Sudah enak. Hanya saja kurang pedas!"

Ia mendecih dan menyingkirkannya, merebut sendok tadi. "Kau mau buat mereka mati?! Jangan pakai bubuk pedas kesukaanmu! Lidah kalian tak sama."

"Ehh~~ Tapi aku sudah bawa bumbunya~"

Sang pemuda menunjukkan bubuknya dan masih disingkirkan oleh saudaranya. Kuali tersebut ia tutup sementara lagi.

"Tidak boleh! Sana pergi ke Lan Wangji dan tunggu saja makanan disediakan. Masih banyak pekerjaan di sini."

"Baiklah, baiklah~ Aku ambil bijinya, ya!"

"Terserah kau saja."

Setelah Wei Wuxian berlalu dengan beberapa tangkai teratai berisikan biji, Jiang Cheng pun kembali ke perkerjaanya.

Tak disangka, datanglah Jin Ling yang beranjak masuk ke dapur.

Dirinya penasaran bagaimana sisi pamannya yang berada di dapur. Bisa dibilang kalau ia ingin melihat sisi lain Jiang Cheng.

Salahkan Wei Wuxian yang menyeplos habis dari dapur dan membuatnya penasaran.

Tahu kalau disana banyak orang, sang remaja menaruh jari telunjuk di depan bibir, menyuruh para pelayan yang melihatnya untuk diam.

Sambil mengawasi, pewaris klan Jin tersebut menatap sang paman yang tengah memasak sup dari kejauhan. Bisa dilihat kalau Jiang Cheng berusaha memasak dengan baik.

Seumur-umurnya Jin Ling hidup, tak pernah ia melihat pamannya memasak. Dan ketika berulang tahun, ternyata pamannya sendirilah yang memasak untuknya.

Dada Jin Ling menghangat dan tersenyum diam-diam.

Ia ingin juga membantunya.

"Paman!"

Jiang Cheng menoleh, mendapati kalau Jin Ling menghampiri dengan semangat.

"Bagaimana liburanmu di Gusu? Kau tidak nakal 'kan?" tanyanya sambil mengaduk sup.

Kok ditanya dia nakal, sih? Pamannya ini benar-benar deh.

"Tidak! Tenang saja. Paman, aku ingin membantu juga!"

"Tidak usah. Kau capek, nanti dipanggil kalau sudah waktunya makan malam."

"Tapi sekarang senja sudah lewat."

Jiang Cheng menoleh lagi. Diam.

"Sudah jamnya, ya? Ya sudah, kalau begitu..."

Ia mengambil kumpulan sumpit dan menyerahkannya pada Jin Ling.

"Taruh sumpitnya di meja makan untuk tamu kita. Kau bisa melakukan pekerjaan gampang ini, bukan?"

Diberi tugas, Jin Ling jadi semangat dan mengangguk cepat.

"Baik, Paman! Aku pergi dulu!"

Sekejap mata, sang remaja Jin berlari keluar dapur dengan semangat membara.

Jiang Cheng tersenyum tipis menatapnya dan geleng kepala sejenak. Ia melepaskan celemek dan mengembalikannya pada kepala koki lalu menyuruhnya untuk mengantarkan semua makanan nanti.

Lalu dia keluar dari dapur, menuju kamar pribadinya untuk merapikan diri. Dirinya berkaca pada dirinya sendiri, membenarkan pakaiannya.

Tapi tanpa sadar, Jiang Cheng melamun sesaat dan menghela napas sebelum keluar dari kamarnya.

Saat berjalan menyusuri lorong Lotus Pier, dia bertemu dengan Lan Giok bersaudara.

Mereka saling memberi hormat.

"Jiang-Zhongzhu. Saya dan Wangji baru saja ingin menuju ruang makan."

Jiang Cheng mengangguk. "Kalau begitu, mari silakan ikut saya. Yang lainnya mungkin sudah menunggu."

Lalu ketiganya pergi bersama ke ruang makan. Tapi ketika sampai disana, sudah ada keponakannya dan kedua remaja Lan yang melihat Wei Wuxian meminum arak Yunmeng.

"Hei, hentikan dulu minumnya!"

"Mng-...Fuah! Sudah lama aku tak meminum arak Yunmeng~"

"Senior Wei terlalu bersemangat..."

"Senior Wei, tolong jangan minum—Zewu-jun, Han Guang-jun, Jiang Zhongzhu!"

Ketiga murid tersebut memberi hormat pada yang mereka yang datang. Mendengar itu, Wei Wuxian membalikkan tubuh dan melambai pada mereka.

"Ah, Lan Zhan!~ Ayo ikut minum~"

Jiang Cheng melirik pada Lan Wangji yang telinganya memerah. Entah misteri apa yang membuat seorang Lan sepertinya memilih saudara angkatnya yang sinting itu.

"Hentikan mabukmu, sekarang makan dulu." Jiang Cheng menghampiri dan mereka mulai duduk di meja makan bersama.

"Bagaimana perjalanan kesini? Semoga tidak terhalang apa pun." tanya Jiang Cheng, yang dibalas oleh Lan Xichen dengan ramah.

"Semuanya berjalan lancar menuju ke sini. Terima kasih sudah menyambut kami dengan ramah tamah."

"Tak masalah, lagipula anda sekalian mau mampir ke sini untuk merayakan ulang tahun Jin Ling,"

Dia melirik pada Jin Ling yang masih diam menurut, dan melihat pada semuanya.

"Saya percaya kalau dia aman jikalau berada di Cloud Recesses. Dan kepada anda berdua, Lan Sizhui dan Lan Jingyi,"

Kedua kepala remaja Lan tersebut terangkat diucapkan namanya dan menegak sesaat.

"Terima kasih sudah membantu sebagai teman A-Ling selama di sana. Saya tahu dia merepotkan, tapi mohon bantuan untuk kedepannya." Jiang Cheng membungkukkan badan singkat pada mereka berdua.

Lan Jingyi hanya mengangguk saja sambil menunduk meski ogahan—karena mau menyeplos tapi nanti disenggol Sizhui—sembari membalas, "Terima kasih atas kepercayaan Jiang-Zhongzhu. Jin Ling adalah murid yang berbakat dan baik budinya. Kami senang bisa membantunya kapan saja."

Wei Wuxian menyela, "Aiyah~ A-Ling berada di tempat yang tepat. Tak usah khawatir untuk kedepannya, lagipula kadang Lan Zhan mengajar mereka. Ya, 'kan?"

"Mn." jawabnya singkat saja.

Lan Xichen tersenyum ramah. "Betul yang dikatakan Tuan Muda Wei. Tuan Muda Jin akan kami selalu pandu dengan pelajaran budi pekerti yang mumpuni."

Mendengar itu saja membuat Jiang Cheng mengangguk puas. Makanan mulai berdatangan dan berdo'a dulu sebelum memakan makanan.

Di tengah sesi makan, Jin Ling menyahut.

"Paman,"

Yang bersangkutan melirik padanya sambil memakan acar timun.

Jin Ling menatap sendoknya. "Sup ini... Rasanya sedikit familiar."

Jiang Cheng yang mendengarnya terdiam sesaat.

Wei Wuxian yang mendengar dan melihat sikap sang saudara langsung menyela untuk menyelamatkannya.

"Tentu saja familiar. Itu sup kebanggaan Yunmeng! Kau hanya bisa merasakan aslinya kalau dibuat di hari spesial. Ah, Zewu-jun. Kau baru melihat supnya 'kan? Lan Zhan sudah pernah mencobanya, bagaimana kalau Anda juga?"

Lan Wangji yang daritadi makan pun cuma mengangguk dan menyuruh kakaknya ikut mencicipi.

"Xiong Zhang."

Lan Xichen mengangguk setelah disodorkan semangkuk kecil, lalu ia mencobanya. Mungkin mereka orang Lan, tapi kalau jika berada di daerah lain maka mungkin bisa sesekali melanggar aturan demi menikmati kebersamaan.

Mulutnya mencicipi daging serta kaldu sup rempahnya. Hmm. Rasa yang hangat dan menggugah selera, manis dengan rempah yang sepadan.

Ia mengangguk singkat dengan senyum santai. "Sangat enak. Tak heran jadi kebanggaan untuk Anda sekalian."

"Ah, kalian juga coba!"

Wei Wuxian menyodorkannya pada kedua sekawan sang ponakan.

Mereka mencobanya, dan ekspresi positif terpantri di wajah keduanya.

"Benar. Enak sekali."

"Harus saya akui, ini lebih enak daripada ayam goreng."

Wei Wuxian tertawa akan perkataan jujur keduanya, melirik pada Jin Ling yang melihat semuanya mencicipi sup buatan pamannya tersebut.

"Begitukah..." gumamnya.

"Memang begitu. Sudah, makan sampai habis. Ini harimu, besok lusa kau kembali berlatih. Isi energi untuk ototmu."

"Aku tak mau berotot, Paman! Lagipula, terlalu banyak punya otot nanti susah jalannya." alibinya pada Jiang Cheng, yang dibalas dengan tegas.

"Ini bukan soal jalannya atau tidak, kau harus disiplin dan berlatih. Besarkan badanmu biar kau tidak dirundung lagi."

Jin Ling menunduk dan memakan lagi makanannya, mendelik pada Jingyi yang menutup mulut ingin mengejek dan Sizhui yang menengahi.

Kedua Lan Giok bersaudara kembali memakan makanannya sendiri.

Wei Wuxian agak mendekat padanya hanya menepuk pada Jiang Cheng, mengedipkan matanya.

'Kau sudah berusaha keras'

Jiang Cheng hanya terdiam pada isyaratnya dan menunduk memakan lagi masakan yang ada.

Malam itu sudah cukup bagi Jiang Cheng untuk membuktikan pada mendiang kakaknya, agar tak khawatir lagi pada Jin Ling.

Karena dia sudah menitipkannya ke orang yang tepat.

.
.
.

====================

Hi, guys, I am back. Sorry for late update.

First! Happy birthday for our young Jin, Jin Ling aka Jin Rulan~ 💛💛💛
Yeah. Again. On character's birthday. Gdmi.

And second! I am so sorry to slow update since I was busy for RP, and I gotta preparing the things for moving out.

For this chapter, I wanted Jiang Cheng to be more kinda emotional and let the nephew see his other side when he is in the kitchen cooking especially for him. On the next chapter, I will bring up the previous conflict so hope you guys can wait for another birthdays when I update or randomly skipped the weeks. Sorry not sorry. My debits on ff is alot.

As usual, thank you for the views, votes, and leave the comments so I can know whats on your thoughts about my fanfiction and I can improve to be a better writer.

See you guys next time!~ Adios~

regards,

Author

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro