49 - Little Nightmare, Little Paradise
Ini pasti cuma mimpi.
Hanya sekedar halusinasi saja.
Berdiri di tengah-tengah koridor, Jiang Cheng memperhatikan sekitar.
Bangunan tradisional didominasi putih dan hitam membelai pandangannya, seolah meminta untuk terus dikagumi meski beraksitektur sederhana.
Namun, pikiran Jiang Wanyin terus mempertanyakan keadaan.
Bagaimana ia bisa ada di sini?
Seingat Jiang Cheng kalau dirinya hanya tertidur. Mungkin karena setelah minum alkohol setelah pertemuan—atau kasarnya adu bacot—dengan Wei Wuxian dan Lan Wangji.
Jiang Cheng mengutuk dirinya sendiri.
Kalau tahu begini jadinya, seharusnya ia tidak minum.
Tapi sekarang sudah terlambat, karena berada di dalam kediaman yang asing namun megah membuat pikirannya kacau.
Ini tidak masuk akal. Aku harus keluar dari sini!
Jiang Cheng berusaha menelusuri koridor dan memperhatikan sekeliling. Lorong samping luar yang gelap ditemani rembulan setidaknya menerangi jalan. Meski demikian, ia masih tidak merasa tenang.
Suasana hening meningkatkan tingkat kewaspadaan Jiang Cheng selagi bergerak.
“Di mana gerbang depannya? Luas sekali …!”
Seketika langkah kaki terdengar.
Jiang Cheng langsung berbalik dan waspada ke sumber suara. Asalnya dari belakang perbelokkan koridor.
Di ujung koridor, ada sosok tinggi diam berdiri diselimuti kegelapan.
“Siapa kau? Tunjukkan dirimu.”
Muncul dari bayang-bayang, orang tersebut menunjukkan dirinya, seperti kegelapan melepas dan digantikan dengan terang bulan maka nampak jelas penampilan yang dilihat.
Jiang Cheng tertegun, tak kuasa heran dengan penampakan orang tersebut.
“Lan Xichen ...?”
Kenapa pria yang tidak ingin ditemui malah ada di hadapannya?!
Jauh dari sana, Lan Xichen berjalan seperti biasa. Postur sempurna, kedua tangan dilipat santai di belakang sembari melangkah santai.
Tapi entah mengapa, Jiang Cheng melihat lelaki tersebut mengenakan hanfu hitam pekat, bukan hanfu putih yang biasanya dikenal.
Pitanya ...
Bukan putih dan biru, melainkan merah dan hitam.
Auranya juga sangar, tapi terasa tidak nyaman sama sekali.
Apakah ia bermimpi? Terlalu nyata jika dipikir-pikir lagi. Mengapa bisa ada dia di sini?
Meski dalam kegelapan, Jiang Cheng masih bisa berpikir dan membedakan cahaya aneh di sepasang matanya saat mendekat.
Tak butuh berapa lama, Lan Xichen perlahan berhenti di hadapannya.
Tidak ada emosi dalam tatapan. Hanya penantian, layaknya ingin tahu apa yang Jiang Cheng lakukan sebagai langkah pertama.
Keheningan berlalu, dan suara pria Gusu terlontar jelas.
“Wanyin.”
Nada ketenangan setara dinginnya malam membuat Jiang Cheng merinding sesaat.
Mencoba untuk tidak panik, ia masih dalam posisi bingung sekaligus menaruh curiga.
“Kau … apa yang kau lakukan …”
Pria itu tidak menjawab pertanyaan. Hanya tetap diam dan menatap Jiang Cheng dengan penuh perhitungan.
Angin bertiup dan mengangkat jubahnya, memperlihatkan seluruh penampilan. Ia mau tidak mau memperhatikan tatapan tajam dan seutas senyuman tipis penuh kekejaman dalam pancaran.
Orang tersebut mengenakan pita merah dan hitam, bukan pita putih yang biasa digunakan. Kesannya tampaknya lebih kuat dari yang pernah Jiang Cheng sebelumnya.
“Tidakkah kau mengenaliku, Wanyin?”
Suara terucap kejam disertai kelembutan. Bagai ratusan duri kecil terbang memasukki indera pendengaran.
Jiang Cheng sontak membelalakkan matanya, perlahan menggelengkan kepalanya sendiri sambil mundur beberapa langkah.
Ini bukan Lan Xichen yang dikenalnya!
"Beraninya! Kau bukan Lan Xichen!”
Pria itu tetap menatap tegas sebelum mengalihkan pandangannya dari ekspresi wajah ke seluruh badan Jiang Cheng—seakan ingin melihat tanpa melewatkan detail apa pun.
Setelah puas beberapa detik, pria tersebut mendekat tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Setelah cukup jeda, dia akhirnya berbicara, “Mengapa kau berpikir begitu?”
Nada suaranya aneh. Begitu meremehkan, tetapi masih ada nada manis terutar.
Sepertinya lelaki itu ingin Jiang Cheng memercayainya—bahwa dia adalah Lan Xichen. Walau pun begitu, disaat yang bersamaan lelaki Yunmeng itu merasa ada sesuatu yang tidak beres.
Mata Jiang Cheng terlihat waspada. Rasa takut terlihat di gestur mata. Badan membeku di tempat.
Lalu ia melihat langsung kedua bola mata.
Tidak ada dua iris kelabu yang hangat, hanya sepasang mata merah menyala terang membara.
“Kau... Pergi dari hadapanku. Atau kau mau ditendang karena menghalangi jalanku?”
Ini benar-benar tidak wajar. Kalau memang benar, ia harus secepatnya bangun dari mimpi!
Dibegitukan, malah Lan Xichen tersenyum lembut. Bibir melengkung memperlihatkan gigi putih, yang anehnya sekilas terlihat tajam.
Sang pria serba hitam mendekat dan berhenti di depan dengan jarak tinggal setengah meter.
Jiang Cheng merasakan aura kuat gelap yang datang darinya dan merasa semakin tidak nyaman saat didekati.
Lan Xichen tetap berekspresi begitu dan memiringkan kepala, seolah-olah mencoba memahami mengapa Jiang Cheng begitu tegang.
Tangan kanan pucat dan berukuran besar mengulur dan menyentuh pipi. Entah mengapa, sentuhan lembut dan manis terasa memuakkan.
“Apakah ini caramu memperlakukan tunanganmu sendiri?”
Nada suara masih tegas dan dingin, tetapi kini kelembutan dalam nadanya terdengar.
Jiang Cheng bungkam akan pertanyaan tersebut.
Sulit dipercaya kata-kata itu diucapkan selayaknya kebenaran. Bahkan badannya hampir gemetar tetapi berusaha untuk tetap kuat.
“... Apa katamu ..?”
Lan Xichen tersenyum semakin manis ketika ia tidak bisa berkata-kata. Sembari melepaskan tanpa berkata apa-apa, tangan kiri selanjutnya membelai lembut rambut hitam ikal Jiang Cheng.
Sentuhannya pelan seolah menenangkan rasa takut yang terlihat di mata almond tersebut. Dia menundukkan kepalanya dan mengambil beberapa langkah lebih dekat.
“Ya. Aku ini tunanganmu, Wanyin. Akulah Lan Xichen, Lan Huan-mu.” Suara merdu mengatakan penuh rasa obsesi.
Ia menatap tegap dan meluruskan kepalanya, seolah mencoba membuat Jiang Cheng melihat segala sesuatu dari sudut pandangnya.
Bahwa mereka bertunangan dan menjalin hubungan.
Senyuman simpul penuh arti dan mata berbinar penuh obsesi terlihat jelas.
“Apakah aku salah?”
Orang ini sudah tidak waras!
Dewa, mimpi omong kosong apa ini?
Jiang Cheng tahu orang ini sama sekali bukan Lan Xichen. Jadi kenapa mimpi ini tidak berakhir?!
Pria berpenampilan kejam dan sadis di depannya ini mengatakan bahwa dia adalah tunangannya? Jiang Cheng tidak mempercayai hal ini dengan mudah!
Tunangannya adalah Liu Mingyan, bukan dia … lelaki yang mengaku sebagai Lan Xichen.
Lan Xichen tidak akan bertingkah seperti ini. Bukan sifatnya sama sekali!
Muak dengan hipnotisnya, Jiang Cheng dengan cepat melepaskan tangan sang pria dan mendorongnya menjauh sebelum sedikit berteriak.
“Kau tidak waras … Tidak, kau gila!”
Saat berdiri lagi, tatapannya tiba-tiba berubah tanpa emosi. Tak ada senyuman mau pun ekspresi penuh sayang. Tidak, sejak awal memang tidak ada rasa cinta. Hanya obsesi terpancar.
Tanpa tedeng aling-aling, Lan Xichen menarik pedang dari pinggangnya dan mengarahkannya ke depan leher Jiang Cheng.
Mata dingin menatap tanpa ampun. Hanya ada sedikit senyuman matanya tidak beralih dari sang Jiang terakhir.
“Mungkin aku tidak waras. Bisa jadi aku memang benar-benar gila.”
Nada merdu memandang lawan bicara yang dilihatnya lemah tak berdaya.
“Kalau begitu buktikan kau memang dia.”
“Bagaimana aku bisa membuktikan kalau aku nyata?”
Tanpa rasa takut, Jiang Cheng memelototinya dengan tajam. Ia mengulurkan tangan ke pinggang, dan mengutuk dirinya sendiri dalam hati. Tangan terkepal.
Sandu tidak ada di sisinya, dan Shoyue hitam pria yang mengaku sebagai Lan Xichen itu menunjuk ke arahnya sekarang.
Ini akan sulit.
Jiang Cheng cepat melirik ke sisi lain koridor sebelum perlahan melepas jubah luarnya.
Lan Xichen memperhatikan, matanya mengikuti setiap gerakan. Seperti menikmati semua yang dilakukan, dirinya hanya tersenyum tipis selagi masih mengarahkan Shoyue.
Lan Xichen mendekat dengan lambat dan sensual. Ditambah kata-kata kejam, hal tersebut terlalu kontras dengan suaranya yang manis.
“Kenapa? Kau tidak sabar untuk memperlihatkan dirimu untukku?” Dia coba meraih, senyuman dingin jadi ekspresi berikutnya.
Jiang Cheng diam menunduk ke lantai dan selesai melepas jubahnya.
“Untuk …”
Seringai terlihat di mulut Jiang Cheng.
“Untuk mengalahkanmu, bajingan!”
Jiang Cheng berdeklar dan melempar kain luarnya menggunakan kekuatan spiritualnya sehingga jubah ungu itu dengan cepat menempel di kepala Xichen, dan berhasil!
Jiang Cheng melewatinya dan berlari secepat yang ia bisa menjauh ke koridor lain untuk berbelok.
Pria tersebut tidak menyangka apa yang akan dilakukan, mau tidak mau dia terkejut pula. Kemarahan menguar, namun ada secuil rasa geli disaat yang bersamaan. Ia menikmati semua yang Jiang Cheng lakukan untuk menjauh darinya.
Dan sekali mendapatkan Jiang Cheng, dia takkan mau melepasnya dengan mudah.
Lan Xichen melepaskan jubah dari kepalanya. “Brengsek!”
Gertakkan gigi diutarakan selagi mengambil Shoyue yang jatuh dan segera mengejar sang mangsa.
Sementara itu, Jiang Cheng terus berlari melewati lorong luar, melirik ke sekitar.
Di mana ia bisa bersembunyi?
Tak lama berselang, ia melihat taman kolam zen yang cukup dalam.
Tanpa pikir panjang, ia segera mencelupkan diri ke dalam dan menahan napas.
Baru saja ia menyelam, terdengar langkah kaki berlari melewati taman kolam dan menghilang ke lorong lain.
Jiang Cheng keluar dari permukaan air dengan hanya setengah kepalanya dan mata menelusur situasinya.
Bergumam dengan seringai kecil kepuasankarena bisa kabur, ia menyeringai kecil.
“Jika aku tidak bisa bersembunyi dengan baik di dalam air, maka aku bukanlah orang Yunmeng.”
Setelah itu, Jiang Cheng mengeringkan pakaian , tapi hanya setengah kering.
“Tidak apa, yang penting aku harus kabur.”
Di sisi lain, Lan Xichen masih berjalan dengan senyuman memikirkan potensi di mana ia berada nanti.
Kegembiraan yang baru saja dia alami sulit digambarkan dengan kata-kata.
Setelah sampai di Aula utama, Lan Xichen berteriak dengan suara tegas.
“Pengawal, kemari!”
Dia berhenti sejenak, lalu melihat ke arah para pengawal yang berlari ke arahnya dengan penuh tanda tanya.
“Temukan Jiang Cheng Wanyin dan bawa dia kembali ke kamarku. Geret dia ke sini kalau berontak!” perintahnya sebelum membiarkan pengawal keluar dari sana.
Kepalanya menuju ke lain arah dan hanya berjalan santai dan menikmati angin yang berhembus di wajahnya saat menelusuri lorong.
Jiang Cheng aman untuk saat ini.
Tapi cepat atau lambat, pasti akan tertangkap.
Lan Xichen berjalan kembali ke kamarnya, tapi dia segera berhenti ketika dia melihat taman kolam zen. Tidak ada yang aneh, hanya saja ada beberapa sisi tertentu di pinggir kolam zen berbatu. Seperti ada yang keluar dari sana.
Ia mendekati sisi dan memperhatikan sejenak.
Tapak kaki. Percikan air yang mengarah.
Oh, betapa naifnya.
Lan Xichen tersenyum simpul dan mengikuti tapak dan percikan air ke dalam lorong tertentu
Sementara itu, Jiang Cheng sudah berlari di lorong keempat sebelum menemukan pintu.
Ia membukanya dan merasa lega.
Akhirnya. Sebelum dia ditemukan!
Gudangnya agak kecil dan banyak barang yang besar.
Selesai menutup, ia panik mendengar langkah kaki dan langsung bersembunyi diantara awah tabung kayu arak yang tinggi dan besar.
Jiang Cheng langsung mendorong pintu dengan kekuatan spiritual agar tertutup berat, namun tetiba tangan besar menekan kekuatan pintu dan Lan Xichen datang dengan senyuman kejam dengan jelas membuat pintu terbuka lebar.
Bagai predator mencari mangsa.
Sial, ia terjebak di sini. Daripada diam seperti kelinci pasrah.
Jiang Cheng menyaksikan kekuaan spiritualnya kuat kala pintu tertutup dengan lantang “Oh, Wanyin~ Di mana kau?”
Sekarang ia tidak punya waktu untuk bereaksi, jadi Jiang Cheng mengendap di sisi yang gelap dan sesaat bersembunyi di sisi belakang barang padat dan dinding selagi Lan Xichen berkata lantang bak psikopat.
“Main petak umpetnya sudah selesai, lho. Jadi keluarlah sekarang~”
Jiang Cheng masih berusaha bersembunyi di sisi buta pandangannya, sebelum diam sebentar karena merasa langkah menjauh.
Ia mengambil nafas sesaat sebelum merasakan hawa dingin menerpa kulit tangannya.
Jantungnya jatuh ke perut. Muka memucat. Perlahan ia melirik ke bekangnya dan semakin pucat. Tarikan nafasnya tertahan.
Dengan senyuman simpul penuh arti dan mata merah penuh gairah, Lan Xichen menyahut bak anak kecil menemukan serangga.
“Ketemu~”
Mata Jiang Cheng membelalak hingga hampir memekik saat ditarik keluar dari balik belasan balok kayu arak yang tinggi. Ia hendak melepaskan diri sambil melihat senyuman yang buat dirinya ilfeel.
Jiang Cheng tersentak ketika badannya dipeluk oleh Lan Xichen. Jiang Cheng memucat melihat aksinya dan mendengar kata-kata itu.
“!!!”
Jiang Cheng mendorong Lan Xichen menjauh sebelum berdiri dengan pakaian hanfu masih setengah basah dan berlari ke koridor, tapi digeret ke dalam gudang dan kekuatan spiritual lelaki itu mengunci dengan tameng.
Gawat!
Lan Xichen tertawa pelan dan dalam, semakin menggeret tangan Jiang Cheng.
Begitu lemah dan menawan tunangannya ini.
Dengan lembut menyentuhnay dengan nada sensual, yang kontras dengan tatapan matanya yang kejam.
“Tidak ada gunanya lari dariku. Kau milikku. Sekarang dan selamanya, Wanyin.”
Kata-katanya yang kejam bertolak belakang dengan suaranya yang sangat merdu. Dia mencondongkan tubuh ke arahnya dan berbicara di telinga dengan tenang dan menggoda.
Jiang Cheng terjebak. Kekuatannya terlalu kuat! Ia benci karena tak kuat mematahkan lengannya dan meringis kesakitan saat menariknya mendekat, membuat pakaian mereka bersentuhan dan basah, dan juga wajah mereka berdua semakin mendekat.
Dirinya mencoba untuk meronta sementara Lan Xichen terus mendekatkan wajahnya ke arahnya, membuat Jiang Cheng memalingkan wajahnya sementara tangan terus mendorongnya dengan kasar.
“Tidak! Sialan, lepaskan aku sekarang juga!!”
Namun Lan Xichen semakin tersenyum manis. Perkataannya bagi racun dibaluri gula. Meski Jiang Cheng menolak, dia tidak melepaskannya begitu saja.
Sang pria Gusu menyentuh pipi dengan lembut sambil berbicara sensual di hadapan wajah.
“Kenapa?” Lan pertama mencondongkan tubuh lebih dekat kepadanya, suaranya menjadi lebih pelan dan melembut.
Sinar rembulan masuk menyelinap dari ventilasi atas, membuat Jiang Cheng menatap ekspresi sesungguhnya.
Lan Xichen menyeringai, menatap dengan tatapan penuh arti akan keobsesian. Mata merah delima yang dingin dan terlihat begitu kasar. Suara terdengar lembut dan menarik perhatian.
Seakan membujuknya untuk percaya akan cinta yang dimilikki dan tinggal bersama untuk selamanya.
“Bukankah kau menyukaiku?”
Jiang Cheng merasakan seluruh badan kaku dan matanya serasa mau keluar dari tubuh.
Permainan kata menyeruak di dalam pikiran.
Entah karena badannya yang gemetar akibat kedinginan angin malam dan basahnya pakaian, kepalanya mulai berputar dan semuanya jadi putih hingga—
“!!”
Badannya terjatuh tengkurap di tengah 2 botol arak dan remahan kue beras.
Jiang Cheng mengerang selagi membuka mata ketika matahari mulai masuk ke dalam ruang tidurnya. Ia mengerang pelan dan baru sadar dan mulai mendudukkan diri dan melek sempurna walau ada sedikit tahi mat di sisi kanan mata.
“Apa-apaa .. Kh! .. Sakit … Sialan, aku ketiduran …”
Rasa pengar menjalar begitu saja tanpa komando, membuatnya duduk lebih miring dan bersandar di dinding.
“Sakitnya … tunggu dulu, tadi …”
Ia memimpikan Lan Xichen berubah sikap, sifat, dan penampilan. Dikejar sampai berkata aneh begitu.
“Tapi kenapa? Kenapa mimpinya aneh sekali …?”
Kenapa juga ia malah memimpikan orang aneh yang sifanya bukanlah Lan Xichen sama sekali. Yah, hanya wajahnya saja yang sama.
Tunangan? Yang benar saja, ia takkan menerima hal itu!
Tunangannya sekarang adalah Liu Mingyan, bukan orang itu.
“Semoga cuma bunga tidur … Hm ..?”
Jiang Cheng perlahan mencium aroma asing yang diterpa angin sepoi. Ia menoleh ke meja. Tapi saat dilihat, Jiang Cheng malah memucat dan meledak marah.
“I-Incese burner?!! Siapa yang menyalakannya!??”
Mana yang berbentuk kerbau dan dari Wei Wuxian saat ia berulang tahun tahun lalu!
Ia akan menghukum pelayan yang melakukan hal seceroboh ini!
Jiang Cheng berdiri dengan asbak pewangi dan keluar ke jendela sebelum membuang abu dan sekalian pewangiannya ke dalam danau.
Setelah melempar asbak ke atas meja menghasilkan bunyi ‘klentang’, ia lalu mulai menggaruk kepalanya yang sakit dan gatal.
Ia masih tetap bingung.
“Yang tadi… apa arti mimpi itu?”
Ada sebuah ketokan di pintu depan dan suara sopan menyahut.
“Tuan Jiang, silakan bangun. Persiapan mandi dan pakaian telah siap.”
Jiang Cheng menyahut balik tapi agak lantang. “Baik, aku akan ke sana!”
Lalu langkah terdengar menjauh, sebelum Jiang Cheng menggeleng pelan.
“Aku harus bersiap. Tidak ada gunanya bertanya pada siapa pun.”
Tapi yang jelas, lebih baik lain kali Jiang Cheng tidak mabuk sampai pingsan.
.
.
.
====================
Happy Halloween! 👻 🎃
Maaf lama, kerjaan bareng bocil memang melelahkan apalagi habis UTS.
Saya ngebut mengurus 2 chapter, tapi hanya bisa 1 chapter dulu soal jc vs dark!lxc jadi maafkan saya ya :')) dilanjutkan pas senggang pokoknya besok... Besok. Maaf bikin kalian PHP mulu hiks :"""
Tinggal provokasi dari seseorang dengan kegalauan LXC biar bisa kejar jc hohoho!
Here's fanarts of my imagination about LXC sides. Credits to the artists.
As usual, thank you so much for the views, votes, and leave the comments so I know what's on your thoughts about my fanfiction and I can improve to be a better writer.
See you guys other next time!~ Adios~
Regards,
Author
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro