Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

48. Lotus Standing Still

Perairan wilayah Yunmeng selalu menjadi panorama indah ketika mereka yang hendak berkunjung ingin merasakan pedesaan di atas air atau acara festival panen. Air mengalir dan berkecipak saat benda membelah di permukaan.

Dan bagi Wei Wuxian, Lotus Pier adalah rumahnya.

Setelah menikah dengan Tuan Muda Lan kedua, ia tinggal di Cloud Recesses dan mengajar para junior di kesehariannya. Kadang juga mampir kalau sedang melintasi wilayah ketika membantu Lan Wangji untuk mengurus pemukiman yang terdampak kasus mayat ganas, atau sekedar rindu sesaat.

Namun sekarang, Wei Wuxian harus pergi ke sana untuk menemui sang saudara angkat sekaligus pemimpin sekte Yunmeng Jiang; Jiang Wanyin.

Di atas perahu, Wei Wuxian hanya bisa duduk menatap rumpunan teratai yang mulai memekar karena musim bulan ini akan segera berakhir.

“Wei Ying.”

Ia mengalihkan kepalanya pada sumber suara.

Lan Wangji menatapnya dengan tenang tapi terlihat tegas.

Sang kutivator hitam hanya menyunggingkan senyum garing. “Ah, maaf, Lan Zhan. Aku malah melamun, padahal ada kau di sampingku.”

“Khawatir?”

Ditanya begitu, pria itu hanya menghela nafas singkat dan menyenderkan badannya di sisi ujung perahu. Kedua tangannya bersilang di belakang kepala, lengan jadi tumpuan. “Bagaimana tidak? Gegara kita, terutama aku, Jiang Cheng malah ngambek begini.”

Tapi memang benar, harusnya Wei Wuxian tidak menggoda Lan pertama. Kalau tidak, pasti takkan begini jadinya.

Mungkin sup iga itu bisa dimakan bersama. Mungkin saja keduanya bisa melihat proses dari kedekatan saudara mereka. Mungkin saja mereka akan tahu bagaimana cerita keduanya bisa saling akrab.

Tapi penyesalan selalu saja terlambat.

Akibat insiden itu, Lan Xichen kembali mengurung diri di Lanshi. Tidak mau ditemui siapa pun kecuali Lan Wangji. Makan pun hanya saat selesai puasa 2 hari sekali. Walau tidak separah waktu ditinggal dua mendiang, namun badannya mulai mengurus dan terlihat lemah.

Bahkan Lan Qiren mengomel karena pekerjaan si keponakan malah mulai sembarangan, dan Lan Ruhi—atau Wen Rouhan yang bersemayam di tubuh wanita—mencoba menenangkan si suami untuk mengantarnya ke taman belakang.

Sebelum mereka pergi, dia berpesan pada Wei Wuxian dengan berbisik.

“Temui saudaramu. Aku merasakan firasat buruk.”

Makanya kedua pasangan kultivasi itu datang secepatnya ke Yunmeng.

Dan sekarang Wei Wuxian merasa bersalah.

Padahal ia ingin mendekatkan keduanya, tapi malah yang terjadi ternyata sebaliknya.

Lan Wangji yang melihat pasangannya melamun lagi pun hanya bisa memegang lutut yang bersilang untuk menenangkannya.

Wei Wuxian menatapnya lagi setelah tersadar.

“Bicara baik-baik, dan jangan risau.”

Dalam diam, ia hanya bisa tersenyum kecil dan mendengar pendayuh perahu mengatakan kalau sebentar lagi mereka sampai di dermaga Lotus Pier.

Saat sampai, keduanya menaikkan diri dan berjalan di dok kayu sebelum menemui pengawal gerbang. Izin diberikan, dan mereka berjalan masuk ke dalam.

Kebetulan hari ini ada latihan rutin oleh pemimpin sekte. Lapangan latih terlihat sepi. Beberapanya ada  dari Bai Zhan dan murid Jiang sudah masuk ke dalam asrama untuk menyembuhkan diri karena kena hajar Jiang Cheng waktu latihan tadi.

Lelaki itu memegang pedang kayu yang berat. Dadanya telanjang sampai perut dan hanya berbalut celana panjang latihan serta sepatu khusus latihan. Badan basah kuyup akibat keringat mengucur deras, banyak debu di sekitar wajah dan sepatu, sedangkan tangan hanya lecet kecil ditambah badan yang cukup berotot akibat sering melatih diri.

Merasa sudah cukup dan lelah, pria itu langsung menuju bangku batu marmer untuk mengatur nafas.

Latihan intens tadi cukup membuatnya melek, karena melihat gulungan di meja saja sudah bikin matanya capek.

Baru saja ia selesai mengusap muka dengan kain handuk kecilnya, seorang penjaga masuk membawa pemberitahuan.

“Ketua Jiang, Kultivator Han Guang-jun dan Yiling Laozu datang berkunjung.”

Jiang Cheng hanya diam beberapa saat sebelum menjawab, “Antar mereka ke dalam seperti biasa.”

Pengawal itu menunduk paham dan pergi meninggalkannya sendirian duduk di bangku batu.

Setelah mengusap badannya yang agak lengket, Jiang Cheng bergumam muram. “Mau apa pula mereka ke sini..?”

Minta maaf karena kelakuan konyol kemarin-kemarin? Atau karena Wei Wuxian selalu menjahilinya?

Pasti tidak keduanya.

“Sudahlah, aku mau mandi.”

Jiang Cheng pergi masuk ke dalam bangunan dan menuju kamarnya untuk merapikan diri.

Setelah seperempat sichen, ia keluar kamar pribadi memakai pakaiannya seperti biasa dan aksesoris sanggul ungu tanda bahwa ialah pemimpin sekte.

Wei Wuxian menghela nafas dan ditenangkan oleh Lan Wangji yang duduk di kursi sisi samping aula.

“Tenang, Wei Ying.”

“Iya, maaf. Aku akan coba tenang.”

Kuharap semuanya lancar.

Masuk ke dalam aula Teratai Raksasa dengan khas tegasnya, Jiang Cheng menemukan ada pasangan itu dan langsung saja menyahut, “Tumben. Biasanya pakai undangan.”

Jiang Cheng mendudukkan dirinya di tahta Teratai dan terlihat seperti tidak terjadi apa-apa.

Tapi Wei Wuxian tahu kalau sang saudara sedang menyembunyikan perasaan. Tapi ia akan meladeninya.

Wei Wuxian mencoba membalas santai. “Soalnya lagi ingin saja, habis dari desa dekat sini. Ada hantu air yang melewati perbatasan dari Yunmeng dan mengganggu penduduk.”

“Hmm… Begitukah?”

Jiang Cheng tahu kalau itu bohong.

Gerakan Wei Wuxian jika berbohong itu selalu diketahuinya.

Tapi tetap saja, ia bukanlah orang yang berbasa-basi.

“Padahal harusnya aku yang mengurus wilayah Yunmeng. Dan tidak ada laporan tentang hantu air di dekat perbatasan.”

Tatapan Jiang Cheng menajam seketika dengan kekesalan tertahan di mata.

“Jadi jangan bicara omong kosong kepadaku dan katakan apa mau kalian kemari.”

Suasana seketika menjadi hening dan tegang.

Wei Wuxian berdiri dari duduknya dan menatap pada Jiang Cheng. “Aku ke sini untuk bicara padamu dan ini penting.”

“Lalu?”

Mendengarnya begitu santai, Wei Wuxian menatapnya dengan heran. “Jiang Cheng, kau tidak sadar sudah menyakiti perasaan kakak ipar?”

Jiang Cheng menyilangkan kakinya di lutut, terlihat bosan seperti bukan urusannya. “Aku tak tahu maksudmu. Memangnya aku salah apa?”

Hening dan canggung semakin naik dibarengi tensi di ruangan.

Dengan perasaan jengkel, Wei Wuxian menggelengkan kepala dengan begitu kecewa sambil menatap kesal.

“Bagaimana bisa kau mencari Nyonya untuk Yunmeng Jiang sedangkan kau menyakiti Zewu-jun dengan perjodohan ini?!”

Sudut mata itu berkedut ketika sang saudara angkat mengatakan hal tersebut.

Ekspresi Jiang Cheng seketika berubah.

“…Apa? Jadi aku salah lagi?”

Kekehan bernada gelap mengudara. Perlahan, Jiang Cheng berdiri dari tahtanya dan menatap garang pada Wei Wuxian.

Tidak mau tahu maksud perkataannya meski sudah jelas.

“Menolak calon dibilang salah, pilih-pilih juga dibilang salah, dan sekarang menerima pun aku dibilang salah lagi? Lalu aku harus apa supaya tidak salah? Menjadi biksu dan naik ke atas kuil gunung di perguruan Baoshan Sanren, meninggalkan Yungmeng Jiang tanpa penerus dan hancur seperti dulu?!?”

Teriakannya bisa terdengar sampai penjuru ruangan sekitar, tapi persetan disaat seperti ini!

“Jiang Cheng!!”

“Berkacalah! Kau mungkin memang pernah tinggal ke sini, tapi sejak menikah dengan Han Guang-jun, kau sudah jadi bagian dari Gusu Lan. Dan kau sudah tidak punya sekte Yunmeng Jiang untuk dipikirkan atau ikut campur lagi, Wei Wuxian!!!”

Wei Wuxian merasa tubuhnya bergetar sesaat saat terhenyak akan perkataannya.

Adik angkatnya benar-benar serius.

“Jiang Cheng!!!” Wei Wuxian menatap garang balik. “Kau bahkan tidak perduli dengan perasaan Zewu-jun, bagaimana kondisinya yang kurus dan semua pekerjaannya berantakan. Apakah kau sungguh membencinya sampai membiarkan hubungan kalian begini!?”

“Omong kosong. Aku dan Zewu-jun tidak punya hubungan khusus sama sekali.” Jiang Cheng melotot kesal.

Kedua tangan terkepal menahan emosi karena refleks memegang Sandu yang sedang diisi energi di ruangan lain.

“Seperti yang kalian tanya dan dia bilang waktu itu. Kami hanyalah rekan antar sekte. Tidak kurang, tak lebih.”

Hatinya terasa sesak tapi persetan saat ini. Jiang Cheng benar-benar muak dengan semua drama yang menimpa, dari sejak ia kecil hingga sekarang.

Tidak bisakah dirinya ditinggalkan dan hidup tenang untuk sehari saja?

Di sisi lain, Lan Wangji terdiam sejenak dari tadi. Ternyata benar, Jiang Cheng mendengarkan pembicaraan mereka waktu itu.

Di situasi saat ini, yang paling terpukul mau pun bersalah adalah mereka berempat.

Dan ini harus diselesaikan secepat mungkin karena berdampak sekitar.

Dia melihat bahwa Wei Wuxian menatap sang saudara dengan nanar. Pria itu sangat tahu, sikap untuk menyembunyikan perasaan sesungguhnya sejak dari mereka anak-anak terpampang jelas.

“Bohong... Aku melihat matamu, Jiang Cheng. Kau tidak akan—”

“Jangan pernah berkata kalau kau tahu diriku, Wei Wuxian!!!”

Lan Wangji berdiri di samping suaminya ketika teriakan Jiang Cheng menggelegar.

“Kau sudah keterlaluan, dan aku tidak mau kalian ke sini lagi dengan alasan apa pun.”

Dengan amukan amarah, Jiang Cheng melotot ketika mendeklar lantang, “Sekarang juga pergi dari sini atau aku akan mendeklarasikan perang pada sekte Gusu Lan jika berani macam-macam!!!”

Lan Wangji menatap tajam meski terlihat datar dan Wei Wuxian tertegun dengan gigi menggertak pelan, frustasi karena malah sia-sia bicara dengannya.

“Jiang Che—”

Pundaknya ditepuk sang suami dan ia menoleh.

“Wei Ying.”

“Lan Zhan, tapi—”

Lan Wangji hanya menggeleng pelan, dan Wei Wuxian tahu kalau deklar itu pasti akan membahayakan semua orang.

Dia menghela nafas dan membalikkan pandangan pada Jiang Cheng. “Baiklah. Kami turuti perkataanmu. Tapi aku hanya ingin minta satu hal.”

Jiang Cheng menatap kesal dalam diam.

“Temuilah Zewu-jun sekali saja, maka dia tidak akan mengganggumu lagi.”

Tidak ada respon darinya. Tetap saja begitu.

Setelahnya, pasangan kultivator tersebut berbalik sebelum menjauh pergi dari sana, meninggalkan Jiang Cheng sendirian di aula.

Jiang Cheng mengatur nafas dan berteriak kesal ketika mengambil cangkir di samping tahta dan membanting hingga kayu dan besi berbunyi lantang. Ia merasakan semakin dadanya sesak, amarah dari badan hingga kepala menguar bersamaan sakit kepala. Rasa ingin mengamuk lagi dan lagi, sampai puas ia membanting semua barang di aula tersebut.

Ia tertawa hebat sambil melotot ke arah langit-langit, berputar pelan bagaikan orang gila dengan kedua tangan di sisi dan melebar seperti sayap.

“HAHAHHAHAHAHHAHHA!!! BEGITU HEBATNYA!! LUAR BIASA, LUAR BIASA, DIRIKU INI! SEKARANG BAHKAN ORANG LAIN MENCERAMAHI DENGAN OMONG KOSONG!!”

Jiang Cheng perlahan berhenti dari tawa sebelum berdiri lemah bagai orang mabuk dan tak fokus.

“Kapan ini akan berakhir…? Harusnya aku mati saja kalau begini jadinya…”

Ia menatap menerawang pada pemandangan teratai di pekarangan dan bergumam, “A-Die. A-Niang. Shijie.”

Harusnya Jiang Cheng menyusul mereka saja, tidak diselamatkan oleh Wei Wuxian sialan itu agar bisa tidur dengan tenang.

Tapi ia teringat lagi. Harapannya untuk hidup sekarang adalah Jin Ling. Harta satu-satunya untuk Jiang Cheng. Mengingat akan kewajibannya, ia harus bisa mengurus anak Jiang Yanli dan Jin Zixuan agar ketika Jiang Cheng pergi ke sana, dirinya bangga dan bisa membuktikan kalau ia kompeten dalam mengurus sang keponakan.

Sekarang, ia harus fokus mengeraskan hati untuk tidak terjun jatuh lebih dalam kesedihan fana.

Sehingga Jin Ling mendapatkan jalan kehidupan yang lebih baik lagi dan koneksi untuk kedepannya.

Pertama; dengan menerima perjodohan Keluarga Liu, maka keuntungan kerjasama akan jadi kelebihan.

Kedua; dengan pernikahan antar sekte kuat, ia bisa menyumpal racun hati yang sudah berlubang akan namanya cinta sementara yang ia lakukan dengan bodohnya, seperti kepada mendiang wanita Wen.

Jiang Cheng tetap melamun seperti orang sakit jiwa dan berjalan begitu lemah. Bahu menurun dan ekspresinya tidak tegas seperti pada umumnya.

Ia melangkah keluar dari Aula Teratai Raksasa dan menjauh ke koridor yang sepi.

Tanpa mengetahui kalau di sisi lain pintu luar aula, ada seseorang mengintip dari sana.

.
.
.

====================

I'm finally back. Silakan ke chapter selanjutnya! Double chapter.

See you guys next time!~ Adios~
Regards,

Author

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro