Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

45 - Reunion

AN: Maaf baru upload setelah 2 bulan. Btw di sini mau bahas LRH jadi pakai sisi WRH dulu. Futher notice will be in the after chapter below.

Happy reading!

.
.
.

Terlambat untuk memaafkan, telat dalam penyesalan rana.

Hanya itulah yang bisa diingat sebelum kegelapan mendera, lalu kembali hidup dengan menjadi Lan Ruhi.

Sampai sekarang, setumpuk pertanyaan melanda dalam sanubari.

Ia tak tahu mengapa bisa sampai menjadi seperti ini; lahir kembali di masa depan ketika klan yang dipimpinnya musnah, dan dalam tubuh seorang wanita pesakitan sampai dinikahi pujaan hati.

Padahal, harusnya dirinya tidak pantas hidup lagi.

Harusnya ia tidak kembali menikmati udara bebas.

Dengan segala kejahatan yang ada, ia tidak pantas untuk bernafas.

Jadi apa yang memicu jiwanya tidak bergentayangan dan nyasar ke dalam tubuh ini?

Kenapa semuanya jadi seperti ini?

"...hi, Lan Ruhi."

Pemikirannya berakhir sebelum tersadar untuk menengok pada sumber suara.

Lan Qiren yang duduk di samping ternyata memperhatikannya sedari tadi. Meski tenang, tapi kerutan dahi tidak absen pada wajahnya.

"Ada apa?"

Ia menegakkan tubuhnya kembali dan menggeleng singkat.

"Tidak, bukan apa-apa." Jika ia bilang kalau tengah ingat saat kematian dulu, pasti suaminya akan mengomel tanpa ujung untuk berhenti memikirkan hal itu.

Masih tidak puas dengan jawabannya, Lan Qiren kembali bertanya, "Jangan berbohong. Ingat peraturan."

Lagipula, untuk apa tidak jujur pada pasangan kultivasi sendiri?

"Aku tidak memikirkan hal yang aneh, A-Ren. Kau terlalu curigaan!" ujar Wen Ruohan dengan malas, masih bersikeras.

Bahu pria itu sedikit menurun dan akhirnya mengalah, kembali duduk dengan tenang. "Baiklah jika kau bilang begitu."

Tapi sungguh. Kalau Lan Qiren tahu ia mengingat masa lalu sebelum tragedi lima sekte terjadi, pasti omelan terlontar panjang kali lebar.

Seperti yang diketahuinya, Wen Ruohan kembali lahir dengan kasus yang mirip seperti menantu ponakannya-coretWei Wuxiancoret-dan membongkar banyak kejadian perkara utama dalam konspirasi sampai ponakan sulungnya depresi berat. Sudah banyak yang terjadi pada dua ponakan dan kakaknya, jangan sampai terjadi pada mereka berdua atau siapa pun lagi.

Maka dari itu, Lan Qiren menutup rapat-rapat fakta identitas asli guru wanita Gusu yang bangun dari sakit seperti keajaiban dan langsung menikahinya sesegera mungkin.

Persetan dibilang cinta lokasi atau rumor aneh bertebaran, toh Lan Qiren bisa menghukum mereka dengan peraturan Cloud Recesses.

Sudah cukup ia kehilangan orang-orang yang disayanginya dalam tragedi hidup, sekaranglah waktunya untuk Lan Qiren melindungi dengan sepenuh jiwa raga dari mata jahat.

Terutama untuk melindungi Wen Ruohan yang bertobat bersama dengannya.

Ia menyeletuk santai. "Ayolah, kau berlebihan karena melihatku gugup saja."

Habisnya memang tidak seperti dirimu, sih.

Pikiran itu disingkirkan sembari membalas, "Aku hanya khawatir kalau kau tidak tenang jika bertemu mereka secara khusus. Setelah semua yang terjadi..."

Mereka berlima termasuk Wei Wuxian akan berbicara soal indentitas aslinya, karena cepat atau lambat pasti terkuak dan menimbulkan konflik. Makanya mereka menyiapkan pertemuan secara tertutup untuk meminimalisir kejadian tidak diinginkan.

"Kalau kau tidak siap, aku bisa batalkan pertemuan ini."

Tangan pucat memegang punggung belakang pria paruh baya itu. Hanya gelengan dengan senyum santai diberikan kepadanya.

"Hei, kau tahu sifatku, bukan? Lagipula, ini satu-satunya cara aku bisa berdamai sekarang ini."

Lan Qiren semakin menurunkan bahu, lemas karena memikirkan sikap mantan kepala sekte tersebut.

Bukan dirinya jika tidak menghadapi rintangan yang ada di hadapan.

Cubitan hati menyeruak sesaat. "Kalau kau bilang begitu, aku tidak bisa menghalangimu."

Wen Ruohan menyengir sebelum melepaskan pegangannya, mengurus penampilan.

"Omong-omong, berapa lama lagi kita menunggu mereka?"

"Sebentar lagi, mungkin-Ah." Lan Qiren mendongak ke arah depan sana.

Sang wanita Gusu mendengar suaranya pun juga mendongak ke arah pintu yang berbayang.

"Panjang umur."

Dengan pintu ruangan terbuka, terlihat tiga lelaki masuk ke dalam. Lan sulung menginjakkan kaki terlebih dahulu, disusul oleh si bungsu serta pasangannya.

Lan Xichen memberi hormat dengan sempurna. 'Salam pada Paman dan Bibi."

Lan Wangji dan Wei Wuxian ikut memberi hormat. "Paman, Bibi."

Lan Ruhi hanya bisa mengumbar senyuman, meski sekilas melihat tatapan Wei Wuxian tampak berbeda setelah memberi hormat.

Anak ini sudah curiga padaku sejak lama.

Sudah saatnya hal ini perlu dibeberkan atau semakin lama kecurigaan berlangsung akan makin fatal.

Lan Qiren tampak mengangguk singkat dan melambaikan tangan pelan, "Duduklah."

Dengan tertib, ketiganya duduk berhadapan di seberang meja kedua pasutri Lan berada.

Teh disajikan dengan inisiatif Lan Qiren sendiri sambil menyahut sapa seperti biasa. "Kalian datang dengan cepat."

Sudah diduga begitu, karena siapa yang tidak kaget kalau tiba-tiba dirinya pribadi meminta mereka untuk rapat secara tertutup?

Lan Xichen menunjukkan senyum lembut layaknya tak ada sesuatu yang aneh untuk dibahas. "Jika Paman memanggil, bagaimana bisa menunda?"

Permainan kata yang mumpuni, ia akui kalau rasa halus diploma tercium khas dari ponakan suaminya walau hanya sesaat. Tetap saja, bakatnya masih sepertiganya kasar menurut Wen Ruohan sendiri.

Diploma masa lalu lebih brutal dan licik daripada sekarang yang damai sentosa.

Setelah membagikan porsi teh dengan tenang dan kembali duduk, Lan Qiren berkata lagi, "Aku tahu kalian bertiga memang sibuk, banyak hal yang harus dikerjakan," matanya sekilas melirik Wei Wuxian-yang malah tersenyum garing lalu menelurusi kembali kepada duo Giok, "tapi setidaknya aku harus menyampaikan hal ini."

Entah kenapa, Wen Ruohan bisa merasakan tegapnya badan mereka semua di dalam atmosfer privat sekarang.

Ah, ah, dasar kaku. Semuanya memang turunan tegas. Sampai menantu pun refleks menegakkan punggung.

Lan Qiren melirik pada sang istri. Keduanya beberapa detik bertatap sebelum anggukan singkat didapat dan menolehkan kepala. "Wei Wuxian."

Yang dipanggil tidak biasanya menegap pun ada respon, refleks cepat. "Y-Ya, Paman??"

Matanya menyipit sekilas. Suaranya tegas dan jelas, tanpa absen kata penekanan. "Aku tahu waktu itu kau menguping dari luar."

Wei Wuxian hanya bisa terkekeh garing karena dibeberkan begitu blak-blakan. Tangannya da di belakang kepala saat beralasan.

"I-Itu... karena aku mencari Lan Zhan makanya-"

"Hentikan pelanggaranmu, mau dihukum lagi pakai peraturan?"

Wei Wuxian melirik dengan melas seperti minta tolong, kerepotan. "L-Lan Zhan..."

Lan Wangji menatap pria menuju usia kepala lima tersebut sebelum dihadiahi helaan nafas malas, tahu kalau akan membela apa pun yang terjadi.

"Lupakan saja. Aku sedang tak ingin melakukannya."

Dalam hati, pemuda berpita merah tersebut lega, tapi perkataan selanjutnya membuat tubuhnya bereaksi kaku.

"Karena aku ingin mengatakan apa yang pernah kubicarakan pada dua ponakanku pada waktu itu."

Lan Xichen yang sedari tadi diam seperti menatap pamannya yang mengangguk pelan, lalu melirik dua pasangan kultivator.

Tidak ada gunanya menolak. Mungkin sudah jalannya.

"Aku takkan menolak, Wangji juga. Jika Paman pikir ini yang terbaik."

"Mn. Silakan."

Pria berusia lebih tua tersebut yakin dan menoleh pada istrinya yang sudah dikasih izin.

Lan Ruhi, wanita berpita dahi dan berpakaian anggun di duduknya mulai bicara. Nadanya jelas bagaikan kicauan burung hias yang ditangkap untuk disangkarkan, namun yang ini bebas dan tanpa takut akan pemburu mengincar.

"Keponakan dan menantu, terima kasih sudah mau hadir di sini dan bertemu dengan kami. Seperti yang diketahui, kalian pasti mendengar sejak awal banyak rumor tentang kesembuhanku dari sakit kronis."

Tubuh seorang guru wanita yang pesakitan selama bertahun-tahun, tetiba mulai bisa pulih dan beraktivitas layak menjadi topik hangat selama beberapa bulan di Cloud Recesses, tapi tidak sampai keluar dari wilayah penyebaran sendiri.

Semuanya menganggap itu aneh, bahkan kejadian Lan Qiren menikahinya setelah mulai kembali bekerja menjadi guru di akademi perempuan menjadi topik panas melebihi sengatan sinar ultraviolet. Berbagai spekulasi mengedar dan hampir tidak ada yang berani bergosip kecuali cukup tahan dengan pelanggaran.

Hanya ada beberapa kemungkinan terpikirkan untuk penyebabnya; antara niat untuk hidup sangatlah kuat, atau ada sesuatu yang bersembunyi dalam kegelapan di balik kesembuhannya.

"Dan beberapa orang, tentu saja, iri dengan kecantikanku dan malah membandingkan dengan seseorang yang sudah tiada di dunia ini."

Sesaat, mata Lan Qiren menutup ketika ucapannya terlontar tapi wanita itu tetap melanjutkan.

"Dan kalian tahu siapa itu, terutama dirimu, menantu."

Mata merah delima itu mengalihkan pandangan kepada sang kultivator iblis yang sudah berekspresi begitu tajam.

Para lelaki lain yang duduk, bahkan Lan Wangji, tidak bisa ikut campur karena harus membiarkan mereka bicara dengan semaksimal mungkin.

Untuk soal ini, hanya keduanya yang bisa saling bertukar kata.

"Kalau begitu aku akan langsung saja, mohon maaf, Bibi."

Tensi bisa dirasakan naik lebih daripada yang dikira. Semuanya hening dalam kebungkaman. Tidak ada yang berani menyela.

"Apakah kau bukan dirimu yang sebenarnya, tapi 'dia' yang ada di tubuh wanita malang ini?"

Wei Wuxian menatap penuh makna dalam setiap perkataan serius, menghasilkan senyuman dingin khas terpatri dalam lengkungan manis wajah wanita setengah paruh baya tersebut.

Perlahan ia terbelalak dengan segala kemiripan yang berlangsung depan mata jernihnya.

Hari itu mendung berkabut, hujan pancaroba semakin dekat. Kecerahan terusik digantikan kelabunya fakta depan mata.

Lan Ruhi mempunyai wajah berkilau layaknya secerah matahari, namun dinginnya senyuman bagai badai salju di musim dingin terparah.

"Benar. Aku adalah Wen Ruohan. Mendiang Kepala Sekte Klan Wen terdahulu."

Atmosfer mulai berubah meski hanya sekelibat, namun kentara bagi yang ada di dalam ruangan dan mengamati tensi dengan mata melesak layaknya burung elang.

Tidak ada yg bicara sebelum Wei Wuxian menyahut lagi untuk mengutarakan kecurigaannya.

Pantat Wei Wuxian bergesek dengan dudukan bantal, menyamankan diri dan mengubah posenya tapi tatapan masih kentara mengintimidasi, meraih cangkir teh. "Pesakitan, badan lemah, kultivasi tidak terlalu tinggi seperti guru senior biasanya, dan bukan berdarah asli Lan. Sudah kuduga kau akan berpotensi masuk."

Hanya tawa renyah keluar meski kicaunya manis distutupi sekilas oleh kain lengan panjang. "Kau juga sama saja sepertiku, Mo Xuanyo-bukan," merah delima menatap penuh rasa api kesenangan dibalik anggunnya bersikap, "Wei Wuxian?"

"Itu sudah rahasia umum, tidak perlu mendetail lagi. Kau tahu dengan cepat seperti biasa. Memang sesuai ekspetasi, Wen Ruohan, Sang Tirani Qishan."

Satu cangkir teh diangkat santai, tersodorkan begitu halusnya.

Hanya satu tundukan dan wajah senyum itu tergantikan cengiran panas.

"Sesuai ekspetasi pula, Wei Wuxian Sang Iblis Yiling."

Dan mereka bersulang.

SPLASH!

Cairan teh hangat menyiprat basah di sekitar tikar dan meja, kecuali masing-masing. Cangkir jatuh ke arah yang dituju tapi terpentok tameng, jadi jatuh ke sekitar agak jauh dari mereka berlima.

Lan Xichen hampir menahan nafas karena kaget, kaku sepenuhnya dalam duduk.

Wei Wuxian hanya diam dan melirik kaget pada Lan Wangji yang sudah bergerak, melindungi dengan mantra tameng anti cairan. Begitu pula dengan Lan Qiren yang juga melakukan hal sama kepada Wen Ruohan.

Namun bukannya marah, malah terlihat menahan kesal.

"A-Ren, apa yang kau lakukan..?"

Yang ditanya justru menatap balik kesal penuh ketegasan. "Justru aku yang harus tanya. Kenapa kau melakukan itu!?"

Namun kemarahannya seperti tidak berarti, malah membuat muka malas pada wajah cantik si guru wanita.

"Oh, tenanglah. Itu hanya teh hangat! Ini tak seperti aku akan membunuhnya, mungkin."

"Wen Ruohan!"

Sementara mereka berdebat, Lan kedua junior memeriksa sang suami. "Wei Ying."

"Aku hanya refleks, tenang saja. Aku tidak basah, kok. Aku pun juga kaget." Kepalanya menoleh sambil memperhatikan dua pasutri yang benar malah mulai bertengkar. "Sepertinya memang benar kalau dia lebih parah daripadaku. Aku masih bisa ingat kelakukannya."

Ujaran itu lenyap samar karena perdebatan Lan Qiren yang mulai mengomel.

"Jangan tidak tahu malu di depan mereka. Mau sampai kapan kau kekanakkan begini?!"

"Oh, ayolah! Dia juga tidak kenapa-napa dengan tamengnya. Kenapa kau mempermasalahkan ini, sih?"

"Jangan buat aku marah besar!"

"Kau yang daritadi berteriak, dasar peyot!"

"Kau juga kekanakkan, dasar puber kedua!"

Lan pertama yang diam sedari awal pun mencoba melerai, "Uhm, paman, Bibi, tolong jangan bertengkar. Mari kesampingkan masa lalu. Kita harus bicara hal yang lebih penting."

"TIDAK ADA YANG PENTING!!!"

Oh, Dewa. Ampuni Lan Xichen biar jantungnya tidak melompat dari tubuh.

Sementara mereka bertengkar, Lan Wangji merapikan cangkir teh dan mengeringkan sekitar yang terciprat. Bahkan Wei Wuxian memintanya untuk melerai mereka juga dengan isyarat.

Bisa rasakan jiwanya mulai lelah dengan semua pantulan bentuk gelora di sekitar dan berdeham. Tidak terlalu keras tapi tidak kasar juga.

"Paman. Bibi."

Barulah kedua pasutri itu menoleh pada mereka semua dan sadar sudah membuat suasana tidak enak sehingga kembali ke posisi semula.

Wen Ruohan berdeham juga untuk melanjutkan pertemuan. "Maafkan aku soal yang tadi. Baiklah, kita kembali ke topik. Benar seperti yang menantu bilang, aku memakai tubuh guru wanita bernama Lan Ruhi, dan aku akan mulai memberitahu mengapa aku bisa hidup kembali."

Tidak ada yang ditutupi selama itu informasi penting, Wei Wuxian memperhatikan perkataan serta gerak gerik tubuh istri salah satu tetua tersebut. Beberapa selaan seperti pertanyaan untuk diyakinkan terlontar di suatu waktu, tapi lebih banyak Wen Ruohan yang bercerita tentang semua hal menyangkut kemungkinan jiwa dan ritual semacamnya.

"Jadi bisa dibilang kalau Anda masuk ke dalam tubuh orang tanpa kontrak dengan mudah meski sudah berbelas tahun tewas?"

"Begitulah. Kalau pun ada ritual atau surat warisan tertinggal, pasti aku sudah tahu apa yang terjadi pada jiwanya tanpa memberitahu kalian di sini."

Saat ini mereka menemukan jalan buntu dalam konfirmasi peristiwa bangkitnya mantan pemimpin sekte Wen dari kematian.

Wei Wuxian mengelus dagunya sendiri saat berpikir, "Kalau begitu hal ini cukup memutar otak. Karena banyak kemungkinan bisa terjadi."

Perlahan mereka mencoba mengurutkan apa saja yang berguna dalam informasi pemilik tubuh.

"Paman, boleh minta gulungan bersih dan satu tinta kuas? Aku ingin menjabarkannya biar kalian mengerti."

Lan Qiren tidak punya pilihan lagi selain menurutinya.

Tak butuh waktu lama, yang diperlukan telah ada di meja diskusi. Lan Xichen menyingkirkan nampan teko dan cangkir teh di tempat lain, lalu kembali duduk di samping saudaranya yang mengurus tinta.

Lan Wangji memberikan kuas kepada suaminya sebelum beberapa teori yang dimilikki.

Dua pasutri Lan mendengarkan sambil melihatnya menggambar dan berbicara bak penebak handal.

"Aku sudah mencoba menganalisa banyak hal untuk penyebab mengapa bisa dipanggil jiwa ke dunia. Jadi, aku akan coba menerangkan bagianku dulu." Tangannya bergerak begitu luwes. Walau berantakan tapi padat dan jelas.

"Bisa dilihat di sini, aku sudah mati. Tapi karena pemilik tubuh ini mengadakan ritual terlarang, makanya aku bangkit lagi."

Lan Wangji menyahut singkat. "Gulungan rahasia."

Ia membenarkan. "Benar. Aku, yang tak tahu menahu dan sudah menyatu dengan kematian, malah dipanggil setelah pembantaian di Burial Mound usai berbelas tahun yang lalu."

Gambaran stickman dan marga dipakai di bawah untuk logo supaya bisa dimengerti.

"Kudengar kau bangkit karena dipanggil oleh tubuh salah satu anak haram Jin Guangshan." Dia diceritakan oleh Lan Qiren saat setelah seminggu pernikahan terjadi.

"Mo Xuanyu dan aku hanya mirip di rupa, tapi tidak punya darah kekerabatan. Dia memakai ritual tumbal jiwa untuk memanggilku, tapi kalian berdua tidak."

Lan Ruhi agak menyipit karena gambarannya sangat sederhana, hampir menunduk lebih dekat supaya bisa dilihat jelas.

"Tapi di ritual mau sesuci apa pun, memang harus ada jenis simbiosis. Kalian tahu apa yang dipertaruhkan."

Lan Qiren menimpali sesaat setelah berpikir. "...Kalian berdua saling memanfaatkan."

"Kurang lebih begitu. Dengan nyawa dan tubuh untuk kupakai leluasa sebagai bayarannya, Mo Xuanyu memintaku untuk membalaskan dendamnya. Ada tanda di mana sayatan pergelangan tanganku menjadi petunjuk pada siapa saya yang harus dibalas dendamkan." Dituliskan karakter pinyin yang spesifik.

"Keluarga Mo, semuanya tewas. Tiga tanda itu hilang setelah mereka mati bersama para pelayan yang juga menyiksa Mo Xuanyu sewaktu diasingkan."

"Karena rumornya menjadi lengan potong?"

Wei Wuxian menjawab dengan jelas. "Dunia pedang ini penuh diskriminasi dalam hubungan patriarki, terutama dari yang paling terdekat." Hampir semuanya melirik diam ke arah Lan Qiren yang tengah memproses gambaran.

Dia mendongak dan melancarkan tatapan tegasnya. "Kenapa melihatku begitu?"

"Tidak, lupakan." Lan Ruhi paham apa yang dimaksud, terima kasih. "Wei Wuxian, lanjutkan lagi."

Kultivator hitam itu mengangguk dan menggambar lagi.

"Kujelaskan lebih gampangnya. Ritual terlarang diperlukan banyak hal. Niat, peralatan yang wajib dan tidak, waktu melaksanakannya, darah pengguna, dan satu hal penting lagi."

"Apa itu?"

Wei Wuxian menunjuk wanita setengah paruh baya tersebut dengan pandangan penuh arti.

"Rasa dendam yang tinggi."

Lan Ruhi menatap balik dengan kosong, mengingat sekilas kekacauan yang disebabkannya.

"Itulah bahan bakar yang paling penting. Tidak ada itu, takkan berefek apa-apa. Seperti kereta, itulah kudanya. Semakin besar dendam orang itu, semakin parah cara penyiksaan secara mental dan meregang nyawa. Seperti Mo Xuanyu yang memintaku untuk membunuh kerabatnya sendiri." Wei Wuxian tersenyum tipis, namun ironi.

"Dendamnya begitu besar sampai bisa membangkitkanku."

Kesumat hati manusia dalam sisi gelap, mau orang itu seceria apa pun pasti akan ada celah dalam amukan piskologis di hidupnya. Tidak ada manusia hidup bahagia selamanya. Itu omong kosong belaka.

Sang guru wanita hanya mendengarkan dan bertopang dagu di meja, sedikit tertarik akan pertanyaannya. "Jadi kau yang membunuh mereka semua?"

"Lebih tepatnya mereka yang menjemput kematian sendiri. Aku hampir tidak terlibat, bahkan mencoba membantu mereka untuk menyelesaikan masalah! Mereka tidak mendengarkanku dan malah memaki dengan cemoohan. Tidak berguna aku bicara!~"

"Wah. Benar sia-sia, tapi yang penting anak itu sekarang sudah tenang, bukan?"

Ia mengangguk lagi dan menunjukkan sisi pergelangan tangannya yang dulu berbekas, sepertinya sudah tidak ada lagi. Ditutupi energi kultivasi dan sudah tuntas kontraknya.

"Jadi bisa di lihat, kontrakku dengan Mo Xuanyu jelas dan ada penyebabnya aku bisa hidup kembali. Tapi untukmu dan Lan Ruhi asli, tidak jelas apa itu."

Itulah yang mereka bingungkan. Apa yang membuat Wen Ruohan bisa bangkit lagi tanpa tanda-tanda pembangkitan dengan ritual terlarang?

Masih jadi pertanyaan mereka berlima, dan untuk sekarang kebanyakan sudah bisa dipastikan.

Wei Wuxian menorehkan kuas setelah diisi tinta oleh Lan Wangji selagi mereka tadi bicara, "Banyak teori untuk dijelaskan. Apakah kau ingat memori tubuh Lan Ruhi asli?"

"Sepertinya. Kadang ada yang tidak terlalu jelas."

"Tapi saat ingatan masa kecil, atau sampai menjelang kematian. Apakah bisa?"

Wanita itu mencoba mengulik memori lagi. Wajahnya menekuk keras. "...Aku hanya tahu dia korban perang setelah desanya diserang."

"Wilayahnya?"

"Sepertinya di pinggir Gusu, antara perbatasan tapi aku tidak terlalu tahu garisnya..." Sesaat ada ingatan lain, kepalanya mulai pusing.

"A-Han!"

Lan Qiren menangkapnya saat agak oleng ke belakang. Posisinya coba dirilekskan di dudukan lagi.

"Tak apa, cuma pening saja, tubuh ini cuma lebih lemah..."

"Jangan paksaan dirimu. Bahaya kalau nanti terjadi apa-apa dan kau tidak bisa ingat lagi."

"Tenanglah, aku tak apa." Perlahan dilepas, ia menatap Wei Wuxian yang memperhatikan mereka dengan serius.

"Jadi?"

"Aku... ingat ada sebuah patung yang hancur di tengah desa..."

Sekelibat ingatan berupa pemandangan kepala patung berbahan perunggu dan batu andesit dipahat halus ada di tanah penuh kobaran api.

"Bagaimana bentuknya?"

"...Berkumis. Mungkin leluhur..."

Perbatasan, patung, peperangan...

Hanya ada mereka yang kebingungan, kecuali Lan Xichen yang sedari tadi terdiam dengan sedikit kerutan, hal itu membuat pamannya bertanya.

"Xichen, katakan sesuatu."

"Maaf, Paman, Bibi. Tapi sepertinya saya tahu di mana tempat itu..."

Lan Ruhi mendongak dan menyahut tergesa-gesa. "K-Kau tahu tempatnya!?"

Lan pertama mengangguk dan menunduk supaya mengingat lagi. "Saya pernah satu kali lewat untuk mengurus evakuasi. Itu adalah salah satu wilayah yang paling terdampak meski pun ada di pinggir lembah terjauh dari Gusu..." dan lanjutnya agak ragu, "meski begitu, banyak penduduk dari Qishan yang berimigrasi ke sana sejak dulu sebelum kampanye. Desa itu memang ramai dalam kependudukan. Bahkan banyak keturunan yang berdarah campuran lebih dari dua sekte."

Disitulah ekspresi mata merah delima itu bergetar mendengar penjelasan.

"Jangan-jangan kalau..."

Lan Xichen menatap mereka dengan keseriusan. "Desa diantara wilayah Gusu dan Qishan, yang paling multisekte di sekitar. Desa Lang Zhuang."

Hening mencekam sekejap, semakin berat berputar di atas kepala.

"Dekat Lang Ya? Tidak mungkin..." Ia pernah ingat melewati desa itu dan mengamati potensi fasilitasnya beberapa hari sebelum masuk ke pengajaran Cloud Recesses. Mengepal tanpa sadar di atas meja, wanita itu merasakan ada cubitan dalam diri.

Inikah reaksi dari tubuh asli?

"Desa itu dimusnahkan karena cukup banyak penduduk Wen mengungsi dan bersembunyi. Mendiang mantan pemimpin sekte Jin yang langsung memberi perintah." kata Lan Wangji mengenai hal tersebut.

"Aku tak tahu..." Ternyata memang setelah sepeninggalannya, Jin Guangshan ia suruh untuk melanjutkan tugasnya. Tapi karena Segel Harimau Stygian, semua energi negatif muncul dari hati kawan sesama bajingan sepertinya.

Mereka berempat sesama rekan sekte, tahu akan sikap masing-masing dan tidak bisa menimpali sifat asli dalam perjanjian. Manakala sudah takdirnya.

"Tapi Anda penakluk dari banyak wilayah. Masa tidak tahu kelakuan Jin Guangshan?" Wei Wuxian, seakan santai dan tidak perduli karena menunggu mereka bicara, menggambar satu kelinci putih dan hitam di pinggir gulungan.

"Ahh... Aku baru tahu saja hal ini dari kalian. Keluarga Mo hanya memilikki wilayah kecil dan pernah dikelola sekte Lanling Jin. Ternyata desa lainnya dikelola juga." Tak disangka kalau melancongnya benar-benar membuahkan banyak bibit.

Sayang sekali perawatannya tidak diarahkan dengan benar. Terlalu fokus dalam produksi saja.

"Beberapa orang tidak bisa mengelola nafsu duniawi dengan baik." Lan Qiren seperti menyindir tapi begitu kasar ketika dikeluarkan pada WangXian.

Keduanya melirik ke arah lain selain pada Lan Qiren.

"Hei, hei. Sudahlah. Mendiang memang begitu. Kau saja yang kaku sejak dulu."

"Paman juga masih kaku seperti biasa. Jangan keras-keras pada kami, dong~"

"Tutup mulutmu."

Oh, bisa botak kepala Lan Qiren kalau berbicara lagi.

Sudah cukup dengan Wei Wuxian, jangan ditambah lagi dengan Wen Ruohan.

Bisa-bisa dia masukkan mereka berdua ke dalam menara isolasi energi negatif tempat adanya insiden lengan waktu itu.

"Kembali ke permasalahan. Jadi, intinya?"

Lan Qiren mencoba menyuruh mereka untuk fokus sekali lagi.

Lan Wangji melirik ke sang suami. "Sudah ditulis."

"Yap~ Dari peta dan wilayah, bisa jadi soal darah yang paling masuk akal."

Lan Xichen bertanya lagi, "Apakah ini ada kemungkinan kalau Bibi dulunya berdarah Wen?"

"Kakak ipar memang cerdas. Aku dan Lan Zhan juga menyelidikki soal itu. Dengan jalur kekerabatan, selama darah mengalir langsung dari atas maka bisa dipastikan kalau semua terjadi karena faktor keturunan."

Kultivator itu menatap balik ke sang 'bibi'. "Apa Anda ingat anak perempuan, atau saudari, atau sepupu yang punya anak perempuan?"

Ia menggeleng singkat selagi bersedekap tangan. Wajah nampak heran sambil berpikir keras.

"Hmm, aku tidak ingat banyak. Pak Tua sialan—"

"—Ayah mertua."

"—Ugh, ya, ya, ya. Dia tidak memberikanku adik perempuan, dan mendiang ibuku sudah meninggal sejak saudara terakhir lahir prematur." Matanya melirik ke Lan Qiren dengan malas. "Selain Wen bersaudara dari sepupu dekatku, aku tidak terlalu paham masalah atau pun keluarga yang dibangun saudara-saudaraku yang lain."

Lan Qiren menoleh heran. "Kau punya banyak adik. Bisa jadi dia salah satu dari ponakanmu. Kenapa tidak tahu?"

"Hmm... bisa saja. Tapi kami saling tidak ikut campur masing-masing. Lagipula, aku lebih mengurusi pemerintahan Qishan Wen daripada hal sepele begitu. Selama mereka tidak mengganggu, untuk apa bertikai?"

Acuh tak acuh memang kemampuannya untuk fokus pada ambisi penaklukan.

Wei Wuxian menggambar lagi dengan huruf pinyin lainnya selagi Lan Wangji membantu jawab. "Ini adalah yang paling memungkinkan. Dengan darah, mau langsung atau tidak langsung dari keturunan, dapat kita pastikan jiwa Anda bisa masuk ke dalam tubuh Lan Ruhi asli bukan dengan ritual terlarang."

Lalu Wei Wuxian diam sejenak.

"Intinya, mendiang punya harapan dengan memanggilmu."

Wanita itu tertegun, dan memperhatikan sang kultivator hitam yang mulai menorehkan kuas di gulungan untuk teori pembahasan.

"Apa maksudmu?"

"Yang satu lagi hanya firasat saja. Tapi aku pikir dia mengingat masa-masa terakhir hidupnya yang ingin berarti."

"Tapi ingatannya tidak ada yang terlalu..."

"Maksudnya, Lan Ruhi asli di akhir hayat pun masih memikirkan begitu banyak hal. Bayangkan, posisi seorang guru. Semua menghormatimu dan harga diri seorang pengajar dipertaruhkan. Kau punya uang, status, dan kultivasi luar biasa, tapi malah tiba-tiba terbaring sakit keras. Tidak bisa mengajar, belajar, bernafas saja sudah sulit. Hanya menunggu sisa waktu di ujung nyawa."

Lan Wangji hanya menyendu dalam kebungkaman selagi Lan Qiren juga demikian.

Wei Wuxian berhenti menunduk dan menelusuri emosi sang pemakai tubuh guru wanita tersebut.

"Itu adalah ironi kehidupan. Punya segalanya, tapi tidak bisa memilikki karena keadaan."

Ia terhenyak perlahan dan tersenyum pahit, tidak berani menatap balik.

"Ada benarnya juga."

Jadi itu dia.

Berkeinginan, namun tidak bisa memilikki yang dikehendak.

Dada tercubit perih melihat kobaran dan perang membuncah. Tangisan, teriakan, kesakitan, juga kesumat meluap semua dalam lautan api.

Segala hal harus dilakukan demi bertahan hidup dan keegoisan.

Wen Ruohan tahu benar posisi di mana semuanya berjalan terbalik dari keadaan ideal dalam imajineri untuk jadi realita.

Ia benar-benar wajib meminta maaf pada semua rakyatnya yang malang di alam baka atau pun yang sudah jadi mayat ganas.

"Bisa jadi tentang betapa indahnya dunia dengan tubuh sehat, mengajar dengan sepenuh hati, dan menikmati hidup panjang." Pemuda itu mengangguk-angguk sambil mengelus dagu. "Mungkin ada memori di mana kalian pernah bertemu, jadi dia membandingkannya dengan Anda."

"Makanya aku bisa masuk ke dalam tubuhnya setelah berharap bisa hidup lebih baik di kehidupan selanjutnya."

Sama sepertinya. Jaya dan kuat.

Benar, ini masuk akal terjadi.

"Dan kaulah yang menggantikannya sekarang. Jadi, mulailah untuk menjalani peranmu sebagai Lan Ruhi, Bibi."

Senyum dari keduanya sama-sama miring, tapi lebih percaya diri di sisi guru wanita.

"Kau juga, menantu."

Ketiga Lan terlihat lega meski dengan helaan nafas diam-diam setelah pembahasan berakhir. Setelah itu, gulungan diberikan dan teh kembali di atas meja.

Mereka berganti cakap tentang berita dunia kultivasi terbaru setelah Wen Ruohan tiada, bagaimana bisa Mo Xuanyu membangkitkan Wei Wuxian, plot utama dari hubungannya kembali dan kekacauan lainnya, sampai tentang para pengungsi Wen di Yiling.

Sepeninggalan Nenek Wen dan kelompok, pembakaran Wen Qing, transformasi Wen Ning, dan rahasia identitas asli Lan Sizhui juga diberikan secara konfidential. Meski pun sedih karena rakyatnya mengalami penderitaan, tapi ia harus menerima dan hidup demi mereka. Juga demi Lan Ruhi yang berpulang.

Satu dan lain hal, topik akhirnya mengarah pada saat pesta yang heboh karena Guru Besar Lan melamarnya kala itu.

"Begitu ya, jadi Anda diminta berduaan dengan Paman!" Wei Wuxian tertawa, "Ini pertama kalinya aku menyesal karena mabuk. Lan Zhan, kau harusnya bangunkan aku supaya bisa mengolok Paman!"

Lan Qiren menyahut kesal. "Wei Wuxian, kau!"

"Eits, jangan marah-marah! Nanti Paman benar cepat peyot seperti dibilang Bibi!"

Astaga, tolong jangan buat dia ingin mencabut kepala dari tubuhnya sekarang!!!

Wei Wuxian berguling terbahak-bahak ke sisi sang suami dan mulai bertanya lagi, "Jadi, siapa yang memimpin di ranjang?"

Wanita itu selesai menyeruput teh hangat, rasa bangga nampak jelas. "Tentu saja aku, dong!"

"A-Han."

"Diam, aku Lan Ruhi sekarang. Dan kau yang malah sering berhenti di ronde pertama! Aku belum puas jadi sering mengendalikanmu untuk bergerak!"

Lan bersaudara diam mendengarnya.

Kami turut menyalakan lilin, Paman.

Wei Wuxian agak terbatuk untuk kembali mengakak ria. "Wow! Paman, aku tidak menyangka. Sebagai Guru Besar Yang Terhormat, ternyata Anda submisif sekali!"

"Wei Wuxian, kau sekali lagi bicara-" Tangannya hendak ingin menampar dengan kekuatan kultivasi.

"Paman, tolong! Ampun, saya juga takkan begini kalau tidak menarik untuk didengar!" Bukannya ketakutan, tapi terbahaknya sang Yiling Laozu begitu membahana.

Lan Wangji mencoba untuk menenangkan keadaan sementara Lan Xichen menuangkan teh untuk sang bibi.

Ngomong-ngomong soal dominan dan submisif, sekilas ingatannya terlintas sikap pria berjubah ungu waktu mereka berdekatan.

Entah mengapa, Lan Xichen hanya bisa berpikir sejenak untuk meredakan suasana dalam hati.

Yah, Jiang Cheng juga sedikit submisif, sih.

Duh, jadi teringat lagi. Pikiranku kacau akhir-akhir ini.

Mata delima memperhatikan seksama pada Lan pertama yang lebih diam daripada biasanya. "Bagaimana dengan pekerjaanmu menjadi sekte, Nak?"

Ia sedikit tersadar dan menuntaskan tuangan sebelum duduk sempurna. "Lancar dan aman. Pembangunan gudang makanan untuk pengajar akan selesai sebentar lagi."

Rasanya seperti omongan biasa, tapi rasa khas diplomasi kental sejak keduanya bicara.

Seperti mengetes kemampuan lagi dan lagi.

Lan Xichen terbiasa akan hal itu dari dulu.

"Hmm...~ Begitu. Tapi apa kau tahu ada satu rumor yang menyebar, meski Cloud Recesses punya peraturan tidak boleh bergosip?"

"Perihal Anda menjadi istri Paman secara tiba-tiba?"

Wanita itu terkekeh. "Kuharap. Aku sudah masa bodoh, tapi yang satu ini lebih patut dipertanyakan."

Jari telunjuk dari tangannya yang memegang cangkir menunjuk singkat.

Bibir ranum menyebut begitu halus dan mulus.

"Jiang-Zhongzhu,"

Hampir sekujur tubuh atas menjadi kaku seketika.

"Katanya dia siap dijodohkan dan menerima Nyonya baru. Aku terkejut, anak bungsu Jiang Fengmian membuat heboh seantero empat sekte sekitar. Mungkin seluruh dunia kultivasi hanya tahu julukannya sebagai bujang lapuk seperti A-Ren."

Komentar itu begitu santai dan tak menyakitkan layaknya jerami terbawa angin. Tidak mempertanyakan apa yang bergejolak dari tundukan tampak luar rupa porselin berpita dahi sempurna.

Ekspresi wajah tidak bisa diartikan.

Lan Qiren yang mendengar pun juga menatap keduanya setelah menggetok kepala Wei Wuxian. "Apa yang kalian bicarakan?"

"Oh, cuma perjodohan dari Yunmeng—"

"LHO, BIBI TAHU JUGA?!?"

Wei Wuxian menyahut saat disembuhkan dahinya oleh kultivasi si suami.

"Dinding itu tipis, punya telinga. Kau tahu itu walau punya peraturan ketat." Tidak ada yang bisa hentikan penggosip maha benar.

"Aku dapat informasinya dari beberapa pelayan dan kultivator tamu wanita. Mereka bilang kalau pihak perempuan sudah tiba di Yunmeng Jiang."

"Oh, tidak..."

Lan Ruhi sedikit bingung melihat ekspresi Wei Wuxian yang mulai menekuk suram.

"Ada apa denganmu? Bukannya dia memang lajang. Harusnya kau senang saudara angkatmu menikah, bukan?"

"Dia bilang tidak ingin menikah..." Lan Wangji menjawab sopan.

"Hmm, aneh. Benar juga, sih. Tapi kalau dia berubah pikiran, bagus, bukan? Lagipula, pihak lain datang untuk diskusi lebih lanju-"

Lantai kayu ruangan perlahan berdecit pelan saat kaki menapak kembali dari belutut.

Keempatnya mendongak saat gerakan mendadak tapi halus datang dari Lan Xichen.

"Saya... lupa ada keperluan dengan sekte lain setelah ini. Sudah waktunya untuk pergi."

Lan Ruhi heran menatapnya selagi Wei Wuxian mencoba bicara. "Kakak ipar-"

Hanya ada senyuman halus seperti paksaan.

Tolong jangan.

Pemuda itu tertegun sedih bersama Lan kedua.

Perlahan dan tanpa cela, Lan pertama membungkuk. "Mohon maafkan. Xichen mohon pamit dulu."

"Paman, Bibi." Ia menunduk bungkuk hormat secara bergantian pada pasutri, lalu pada ipar dan saudara bungsunya. "Wangji, Tuan Muda Wei."

Setelahnya, bagai halus hembusan angin dalam awal musim jatuhnya daun kering maka seperti itulah Lan Xichen pergi dari rapat khusus tersebut.

Hening mencela terbahak karena keadaan tadi.

Lan Qiren mengurut pelipis sendiri. "Dia kenapa lagi, astaga..."

Sang istri menepuk pundaknya dengan santai dan menghela nafas. "Kau kumat lagi, minum obatnya nanti. Ponakanku, kita selesaikan saja rapat ini dulu."

Wei Wuxian menyetujui usulnya, jadi Lan Qiren membuat tameng isolasi menghilang. Sudah saatnya untuk kembali.

Keempatnya berpamitan di depan ruangan, sebelum guru wanita tersebut memperhatikan dua pasusu menjauh dari lorong dan berbelok masuk.

Depan pintu lorong luar tumbuh beberapa semak dandelion biru yang subur di samping rumpun bambu langsing. Bahunya agak melemas saat menghela nafas bersama udara sejuk.

Tensi selesai, setidaknya ada kesimpulan singkat dalam kebangkitan dirinya kembali ke dunia.

Lan Qiren masih memegang kepalanya dan mendesah lelah. "Aku tidak mengerti, tidak biasanya Xichen buru-buru seperti itu. Bisa-bisa pekerjaannya tidak baik..."

Jangan bilang dia menyembunyikan sesuatu, dan firasatnya mengarah pada waktu masa kelam kala itu.

Tapi tepukan di punggung menyadarkan pemikirannya.

"Kau terlalu banyak berpikir. Kita urus pengobatanmu dulu, nanti jadi kronis."

"Aku tidak lemah, duh!"

"Ya, ya, ya. Ayo, aku harus main guqin habis ini."

Lan Ruhi menggandeng erat tangan keriput sang suami dan sedikit menariknya, supaya jalan menjauh pula.

Matanya melirik sejenak ke semak bunga tadi, lalu kembali melangkah bersama sesuai fase.

Entah mengapa, ujaran Lan Qiren membuatnya juga berpikir akan hal yang sama. Tapi semoga saja itu tidak benar.

Ia tak ingin firasatnya terjadi kalau sesuatu yang buruk muncul.

Lan Ruhi berharap kedamaian di Cloud Recesses masih ada.

Setidaknya untuk saat ini.

.
.
.

====================

Uhm... I'm back again? Maafin ya~ But this time, I'm trying to be diligent.

Sori lama banget, sibuk ngurus sampe kelar untuk novel Ambiguous Scandal di apps Finovel, Novelah, or Storyon. Check it out on my other story book, OK?~

Sama projek baru dipakai nanti. Jadi nantikan saja. Tentang pasangan tak biasa! ^^

Faktornya banyak sih, salah satunya yang diatas, riset pf berbayar, dan sebagainya. Lihat sikon dulu supaya bisa nafas untuk memutuskan mau ngetik apa. Demi duit dan passion, apa pun dilakukan :")

Saya mau ambil Duo Permata untuk julukannya. Seperti Lan junior adalah Duo Giok, lalu Lan senior adalah Duo Jewel wkwkwk

Duo Jade diturunkan dari Duo Jewel saat masih muda, karena mereka awal penamaan generasi. Bagus, tidak? Komen pendapatmu, ya!

Setelah chapter pertama tadi karena ingatan WRH waktu di CR, sekarang saya mau tunjukkan WRH dengan WXX yang akan akrab. Sepertinya memang generasi Lan sudah tidak bisa dipisahkan dari jodoh yang tak biasa. Dan ini sebagai penghibur dari konflik berat XiCheng jadi selamat menikmati~

Silakan yang mau baca juga RuoRen di mana mereka masih hidup:
https://www.wattpad.com/story/228058441?utm_source=android&utm_medium=link&utm_content=share_writing&wp_page=create&wp_uname=dna_girlz&wp_originator=tl4ms65%2FAVtPJkFcKmb5V8h%2BBeoTV%2BFklSMau5aqb1ek5wRYiP7XEzpJsnUXuHoQD6FONMJpLS2TRxA4%2B4ohAUMcIV1mC8UJ4%2BFtszDG3EVPanzBWhwtwMINi7WczxxX

Thanks to my former rp acquintance as WRH who I couldn't contact anymore, and Vall who allowed me to write youth RuoRen part. I put this as credit for them. And others people that either I had or not mentioned, too! Thank you so much for the support and helped me in difficult times, guys!!!

Saya tidak bisa janji update kapan dan tanggal berapa saat kalau nanti mulai bekerja, minta maaf banget kalau ingkar janji buat rajin... tapi sesempatnya saya update demi fandom ini hingga kelar sampai akhir buku.

Saya juga mau mengurus draft ff dari fandom SVSS dan TGCF. Silakan tebak saya akan pakai karakter mana untuk tumbal selain JC, ya~

Kalau ada yang bisa tebak, saya kasih giveaway komis ff gratis wkwkwk itu pun kalau benar, ya! Good luck!

As usual, thank you so much for the views, votes, and leave the comments so I can know what's on your thoughts about my fanfiction and I can improve to be a better writer.

See you guys next time!~ Adios~
Regards,

Author

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro