Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

40 - Hypocrite

Lan Jingyi berjalan dalam diam sejenak bersama sang ketua sekte di koridor.

Jiang Cheng berjalan diantar oleh si murid. Dia juga berpikir bagaimana reaksinya kalau Jiang Cheng datang tiba-tiba. Dia melirik ke bekal sup yang ia persiapkan. Senyum tipis sepersekian detik menghiasi wajahnya.

Lan Jingyi memiringkan sedikit kepalanya, heran karena sepertinya aura Jiang Cheng membaik.

Apa ini? Kenapa bisa begini? Apa yang salah hari ini?

Ia melirik sekilas ke arah Jiang Cheng. Kalau dilihat, parasnya memang bisa mendekati sempurna. Wajah putih halus dengan rahang yang tegas, mata yang berani tanpa takut, dan masuk di kategori pria tertampan seantero dunia kultivasi.

Dalam hati, dirinya terbenak kalau mempunyai jodoh yang cantik. Ia tidak sabar untuk melihat pengantinnya nanti jika menikah. Mungkin wanita yang sama tegasnya seperti dia? Atau yang lembut dan santai?

Atau yang seperti Wei Wuxian? Lan Jingyi pikir akan cocok.

Ya ampun, harusnya ia tak berpikir seperti itu. Lagipula itu hanya khayalan semata. Masih puber, wajar. Dalam hati semoga saja nanti dapat jodoh yang baik dan bisa masak. Itu mungkin cukup untuknya hidup panjang.

Sementara itu, ketiga orang tadi masih ada di lokasi yang sama. Mereka mengobrol panjang di mana percakapan didominasi oleh Wei Wuxian, barulah Lan Xichen. Dan Lan Wangji hanya diam saja sambil mendengarkan percakapan keduanya. Dia kadang ditempeli dan dicium pipinya. Masih pamer mesra, mau bagaimana lagi. Masih bucin seperti biasa.

Wei Wuxian, masih menempel pada Lan Wangji pun bertanya, “Zewu-jun, kudengar akhir-akhir ini sering bertukar surat dengan Jiang Cheng? Ada urusan apa, kalau boleh tahu?” tentu saja ingin menggodai kakak iparnya.

Senyuman hangat merekah di wajah Lan Xichen.

Lan Wangji juga mencoba mengetahui apa maksud dari pertanyaan sang istri. Pasti ada maksud di baliknya. Dia melirik diam pada Lan Xichen.

Sepertinya memang terjadi sesuatu diantara mereka.

Di sisi lainnya, Jiang Cheng sudah dekat saat melihat tak jauh dari sana sudah ada koridor yang menunjukkan kalau sudah dekat dan melihat bayangan tiga orang duduk.

Lan Wangji tahu kalau kakaknya ini akan membuatnya semua menjadi saling menebak dan ambigu.

“Apa artinya?”

Maksudnya adalah; Apa arti Jiang Cheng bagi Lan Xichen. Sedikit kepo juga, karena kalau tidak dari mulut kakaknya, maka dia tak bisa percaya akan perkataan orang.

Lan Xichen yang membelakangi mereka pun menjawab pertanyaan adik dan iparnya yang mendadak penasaran tersebut. “Kalian ini,”

Lan Jingyi dan Jiang Cheng sudah sampai di lapangan. Mereka dapat melihat tiga orang sedang duduk dari kejauhan. Suaranya pun terdengar jelas.

“Jiang-Zhongzhu hanyalah teman. Tidak lebih. Mohon jangan berpikir lebih jauh.”

Langkahnya terhenti seketika itu juga. Perkataan itu terdengar jelas sekali di telinganya meski agak jauh.

Apa katanya tadi? Teman?

Mukanya hanya bisa beralih dengan khas tak percayanya sendiri. Ekspresinya terlihat jelas kalau dirinya kaget setengah mati. Entah mengapa tapi saat mendengar kata itu, jantungnya dan hatinya serasa jatuh dari dada ke perut dan meledak dalam rasa sakit. Kakinya terasa direkatkan di lantai kayu dan terpaku seketika.

Seketika teringat jelas memori saat mereka berdua di Yunmeng. Semua sudah disaksikan olehnya.

Senyumnya, perhatiannya, tawanya, dan ucapannya yang lembut menenangkan, namun maskulin dalam meyeimbanginya.

Pertanyaan terngiang di otak.

Jadi arti semua tindakannya itu... apa?

Sup bekal yang ia pegang langsung jatuh ke lantai dengan nyaring nan lantang, membuat semua yang mendengar pun terkejut.

Tak terkecuali ketiganya.

Lan Jingyi sontak ingin berteriak karena sup yang dibawa oleh Jiang Cheng jatuh begitu saja, membuat tutupnya terbuka dan tumpah ruah.

Lan Wangji menoleh dan diam-diam kaget melihat yang bersangkutan datang.

Firasatnya tak enak.

Lan Xichen masih mencerna kejadian yang mendadak ini. Eh, lho, lho, itu Jiang Cheng?

Perlahan, Jiang Cheng mundur, lalu lari pergi dari sana tanpa mengindahkan mereka semua.

“Jiang Cheng?! Eh, itu sup?” Wei Wuxian yang melihat ke arah jauh tadi lalu segera bangkit untuk mendekati Lan Jingyi yang shock karena supnya tumpah. Untung tidak kena tubuh dan pakaiannya.

Lan Xichen yang tengah berdiskusi tadi segera mendekati sup dan Lan Jingyi. “Apakah yang tadi itu Jiang-Zhongzhu?” tanya Lan Xichen.

Lan Jingyi mengangguk. “Ya, Zewu-jun! Tadi katanya dia mau mencari Yiling Laozu, tapi tiba-tiba pergi seperti tadi!”

Wei Wuxian terkejut sesaat dan menoleh. “Lan Zhan.” Tatapannya mudah sekali diartikan oleh suaminya itu. Ia khawatir telah melakukan atau menanyakan sesuatu yang salah sehingga shidi-nya pergi.

Lan Wangji mendekati sang istri dan menatapnya balik. Ini sudah tidak bagus. Memang firasatnya selalu hampir benar.

“Xiong Zhang.” Ia berucap dan menatap sang saudara yang bingung dengan arti yang dimaksudkan.

Harus ada penjelasan. Susul dia.

Lan Xichen menatap Lan Wangji, mengangguk paham. Sepertinya ada kesalahpahaman. Tanpa babibu, ia berjalan cepat menyusul Jiang Cheng.

Wei Wuxian berlutut untuk merapikan wadah dan sup yang tumpah sembari mengecek apakah masih ada bagian yang bisa dimakan, lalu membiarkan Lan Jingyi mengambil alat bebersih supaya lantainya bersih.

Dirinya menatap sendu pada sup teratai yang berantakan di bawah.

“Jiang Cheng…”

Sementara itu yang bersangkutan berlari di koridor dan menuruninya dengan tergesa-gesa. Mulutnya ditutup dengan punggung tangannya sendiri. Wajahnya terasa panas, apalagi matanya seperti akan berair dalam sekejap.

Dirinya merasa sakit ketika mendengar kata itu. Apa yang ia harapkan pada Lan Xichen, ia pun tak tahu juga.

Tapi yang pasti, rasa sesak perlahan menguar di dalam dadanya.

Sial, mengapa matanya ingin berair? Sialan! Persetan! Tahan air matanya!

Lan Sizhui yang sedang makan sup iga teratai dengan kedua temannya tentu terkejut melihat Jiang Cheng yang mendadak berlari kencang. Dia menghentikan acara makannya sambil terus menatap ke arah ketua sekte yang lewat tersebut.

Jin Ling juga yang melihat sekilas sosok yang mirip pamannya tengah berlari dengan cepat. Itu membuatnya bertanya dalam hati, apakah matanya burem atau tidak.

Sementara Ouyang Zizhen yang reaksinya lambat juga menoleh ke arah mereka melihat pun terpaku bingung dan kaget.

Lalu baru saja Lan Sizhui mau bangkit untuk mengecek, Lan Xichen datang mengejar dengan teriakannya.

“Jiang-Zhongzhu!”

Ketiganya cengo.

Mendengar teriakan tadi, Jiang Cheng terus berlari menuruni tangga dan melihat ke belakang.

Oh tidak, ia tak mau tertangkap!

Sampai di pijakan tanah, dirinya langsung mengeluarkan Sandu dan menyentak dengan energi, membuatnya pergi jauh dari tempat itu.

Begitu keluar dari pintu masuk Cloud Recesses, Lan Xichen mendapati bahwa Jiang Cheng hendak memacu pedangnya terlebih dahulu. Tak ada pilihan lain. Ia mengeluarkan Shuoyue juga dan kemudian mengendarai pedangnya tersebut mengejar sang ketua sekte Jiang.

“Jiang-Zhongzhu!” serunya sedikit berteriak.

Para penjaga gerbang Cloud Recesses dibuat heran bukan main. Seorang Zewu-jun dan Sandu Shengshou tengah saling mengejar dan dikejar? Ada apa hari ini?

Sepanjang terbang, ia menulikan telinga dari teriakan sang ketua sekte Gusu yang makin samar. Dirinya menunduk dan memajukan badan supaya cepat melaju.

Tapi sesuatu yang berat menarik pundaknya. Jiang Cheng kaget hingga jatuh ke tanah dengan posisi tak elitnya.

Jiang Cheng mencoba berdiri dan melihat kalau ternyata Lan Xichen sudah berdiri lebih awal dan merentangkan tangan padanya.

Ia menatap tajam dan mengabaikannya sambil berdiri dengan amarah dan hendak mengambil Sandu di tanah.

“Tunggu, tolong dengarkan aku.”

Tubuhnya berhenti perlahan dan masih berdiri memunggunginya.

“Soal tadi, aku benar-benar minta maaf.”

Sudah muak Jiang Cheng mendengar kata itu. Tidak ada kata lain yang lebih baik, hah?

“Sungguh. Ini semua salah paham.”

Dengusan geli dan penuh sarkas dari hembusannya hampir membuat lelaki Yunmeng itu tertawa jahat.

“Salah paham, katamu?”

Jiang Cheng berbalik ke arahnya, menghadap dengan memandang konyol kepada Lan Xichen. “Aku tidak tuli. Kau sendiri yang bilang seperti itu. Lalu dimana letak salah pahamnya?”

Lan Xichen mencoba menjelaskan dengan tegas dan buru-buru, “A-Aku benar-benar tidak bermaksud begitu! Aku lakukan agar Wangji dan Tuan Muda Wei tidak menggodaku, itu saja.”

“Mereka tidak tolol, Zewu-jun. Dengan kedekatan kita selama ini, mereka terutama Wei Wuxian pasti tahu karena kau selalu menempel padaku selama di Yunmeng.”

Terbesit sesaat salah satu kesimpulan yang ada.

Jiang Cheng tersenyum miring padanya. “Atau jangan-jangan… karena kau sendirian menjadi obat nyamuk bagi mereka, makanya kau mendekatiku supaya tidak sendirian saat Han Guang-jun bersama dengan si sinting itu? Supaya kencan ganda? Begitu?”

Lan pertama itu mencoba sabar dan menolak soal spekulasi itu. “Bukan begitu, tentu saja itu tidak mungkin.”

“Hah, kau membuatku tertawa.” Jiang Cheng memalingkan sesaat wajahnya dengan senyum miring tadi dan menatap tajam dengan kesal.

“Lalu apa maksud semua tingkahmu ini? Kau menggunakan tubuhku, membuatku merasa bersalah, dan mengambil ciuman pertamaku saat aku lengah. Lalu kau mau apa lagi selain ini? Kau mau seluruh Sekte Jiang milikku, yang aku bangun dari debu sampai jadi sekarang?!”

Seketika lelaki itu tersentak perlahan dalam berpikir.

Ah. Masuk akal, dia ingin mengambil sekte milikku dengan mendekatiku. Dengan begini, dia memainkan politik dengan baik!

Pikiran negatifnya mulai bermunculan lagi dan menyahut keras di ruang hati. Buta melihat Lan Xichen yang menghentikannya untuk menjelaskan kebenaran dari semua yang terjadi.

Jiang Cheng menatap nanar dan marah padanya. “Begitu rupanya…”

Lan Xichen mencoba menahannya supaya tidak berpikir macam-macam dan hendak bersuara keras. “Jiang-Zhongzhu, kendalikan dirimu! Sungguh, aku tidak bermaksud begitu. Untuk apa aku mengambil sekte berharga Jiang-Zhongzhu dan Tuan Muda Wei?”

“Lalu untuk apa kau mendekatiku selain alasan ini, Zewu-jun?” tanyanya penuh nada sarkastik dan tertekan.

Lan Xichen melemaskan bahu dan membisu suram.

Untuk apa dia mendekati Jiang Cheng, adik angkat dari iparnya sendiri yang sama-sama rekan ketua sekte dunia kultivasi?

Tentu saja aku me—

Melihat Lan Xichen yang kehilangan kata-kata, seperti menandakan Jiang Cheng bahwa Lan sulung hanya bermain-main dengannya.

Ia mendecih dengan sarkas khas dan dingin. “Aku tak menyangka kalau Ketua Sekte Gusu Lan yang terpuji ternyata punya motif licik seperti ini.”

Lan Xichen yang tersadar akan perkataannya pun membela diri dan menatapnya. “Aku tidak—”

Perkataannya terputus karena wajah di hadapannya menusuk hati dan tercubit perih.

Jiang Cheng menatapnya dengan datar tapi penuh emosi di mata, seakan kecewa berat akan tindakan Lan Xichen. Mulutnya hanya terbuka sesaat dan meluncurkan kalimat putus asa.

“Aku sudah percaya padamu.”

Dan sekali dikhianati, Jiang Cheng takkan mempercayai orang itu lagi.

Sama seperti ketika Wei Wuxian menghancurkan hidup sekitarnya.

Sama seperti Lan Xichen yang berada di hadapannya saat ini.

Lan Xichen terdiam terhenyak sedih akan peryataan sang rekan.

Untuk sekali lagi, dirinya dijadikan pelaku dan penyebab kekacauan dari semua ini. Karenanya, dua saudaranya mati dalam dendam. Karenanya, Jiang Cheng sakit hati akan perkataan yang diucapkan.

Sama seperti dulu.

Dewa, apakah ini salah satu ujianmu?

Atau inikah karma?

“Sudah cukup untuk semua ini. Lebih baik kita tak usah bertemu lagi.” tegas Jiang Cheng sambil memunggungi dan mulai menaikki Sandu. Ia menoleh ke arahnya dengan rasa berat. “Tolong jangan kejar saya lagi, Zewu-jun. Kembalilah.”

Pada akhirnya, Lan Xichen yang ditinggal sendiri dan tak bisa berkata apa-apa lagi selain bungkam pun berlutut di tanah. Bajunya kotor karena jatuh dan berlutut, tapi dia tak perduli.

Lan Xichen melihatnya terbang menjauh dan hanya bisa menahan gemetar nan sakit di dada, sebelum berdiri mengambil Shoyue dan kembali ke adik dan iparnya.

Di Cloud Recesses, Lan Wangji sudah membuat Wei Wuxian menempel padanya di teras beranda depan setelah menyuruh yang lain untuk membereskan kekacauan tadi. Sementara Lan Jingyi juga kembali pada ketiga temannya yang makan untuk segera beristirahat.

Sang adik mendongakkan kepala dan melihat sang kakak kembali dengan lunglai.

“Xiong Zhang.”

Keduanya menghampirinya.

Gagal untuk berbaikan, Lan Xichen menunduk lesu. Mau tak mau dia kembali dengan Shuoyue-nya ke Cloud Recesses.

Lan Xichen seperti biasa menampilkan senyum meski tidak cerah, hanya sebisanya.

Wei Wuxian yang berada di samping suami pun menyahut, “Zewu-jun, maaf, sepertinya karena aku salah tanya tadi makanya A-Cheng marah.” sesalnya.

Lan Xichen menggeleng ringan. “Tidak, Tuan Muda Wei. Tidak perlu dipikirkan.”

Mungkin setelah ini Lan Xichen akan mengirim dua surat untuk Jiang Cheng.

Mendengar itu, Lan Wangji diam-diam bersedih untuk kakaknya. Akhirnya ia dan Wei Wuxian menuntun kakaknya agar masuk bersama untuk ke dalam bangunan supaya beristirahat.

Dan setelah kejadian itu, Jiang Cheng kembali ke Yunmeng dengan dirinya yang bermata sembab dan tidak enak badan.

Sejak saat itu, ia tak pernah kembali lagi ke Gusu, membalas surat Lan Xichen, mau pun bertemu dengannya lagi.

.
.
.

====================

How’s the chapters? Hope you guys enjoy it. I really cannot say much but this conflict will be complicated, so gonna try to do my best for these people. And happy late birthday for JC. I almost forgot about it after LXC'S WKWKWK FORGIVE ME💜💜

As usual, thank you so much for the views, votes, and leave the comments so I can know whats on your thoughts about my fanfiction and I can improve to be a better writer.

See you guys next time!~ Adios~
Regards,

Author

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro