4 - Words
Suasana tenang di Lotus Pier yang biasanya tenang dan penuh asri, seketika musnah dikarenakan teriakan dan perdebatan yang dihasilkan oleh penghuninya.
Jiang Cheng berlari cepat sembari mengejar Jin Ling yang berjalan cepat juga.
"A-Ling, kembali sekarang juga!!"
"Tidak mau!"
Jiang Cheng memandang geram. Tak biasanya dia membantah begitu saja. Mula dari permasalahan ini ketika Jin Ling mengetahui pembicaraannya mengenai klan Jin dan Jiang, bahkan tak sengaja mengatakan kata yang biasa ia pakai untuk menunjuk mendiang Jin Zixuan yang menikahi kakaknya.
"Kembali atau aku akan mematahkan kakimu!!"
"Aku tidak perduli soal itu! Kau juga takkan tega!"
"Oh, ya?! Aku bisa tega, jadi kembali sekarang juga dan berlatih, A-Ling!"
Jin Ling berhenti dan berbalik padanya, menatap tajam agar bisa berani. "Aku takkan berlatih dengan seseorang yang menyebut klan Jin itu pengaruh buruk! Dan aku takkan menuruti orang yang berhak untuk mengurus diriku dengan perintah saja!!"
"Aku ini pamanmu!!"
"Tapi kau bukanlah orang tuaku!!!"
Perkataan itu seperti ratusan tikaman panah untuk dada Jiang Cheng dan membuatnya terhenyak sesaat.
Jin Ling yang baru menyadari kalau dia sudah kurangajar, tapi tak mau bilang apa pun segera berbalik berlari ke area depan.
Sang pemimpin sekte Jiang tersebut tersadar dengan cepat dan berlari mengejarnya. "Hei, tunggu!!"
Jin Ling berlari secepat kilat dan mengeluarkan pedangnya yang langsung ia taruh di tanah dan pergi menaikkinya.
"Jin Ling!!"
Sang remaja tak mendengarkan dan menjauh dengan mengendarai pedangnya, meninggalkan Jiang Cheng yang menatapnya pergi.
Sial, dia tak bawa Sandu saat ini karena tengah dibersihkan rutin dari energi negatif.
Jiang Cheng makin frustasi dan memegang kepalanya yang sedikit berputar, sebelum akhirnya terpaksa masuk ke dalam Lotus Pier.
.
.
.
Sementara itu di taman utama Cloud Recesses berada, terlihat seorang pemuda tengah bersantai di bawah pohon sambil bermain dengan para kelinci yang ia kejar. Binatang kecil tersebut menyebar ke seluruh arah bagaikan kabur dari tangan maut yang ingin menyambarnya.
"Jingyi!"
Langkah yang bersangkutan berhenti ketika dipanggil namanya. Lan Jingyi menoleh sembari menatap kepada yang memanggil.
"Jangan hentikan aku." ujarnya cemberut.
Lan Shizui tertawa kecil. "Tapi kau tidak boleh begitu pada kelincinya. Mereka nanti bisa takut dan sakit. Ingat yang Hanguang-jun katakan?"
Lan Jingyi memutar bola matanya malas dan berdiri dengan benar. "Tidak boleh usil pada binatang lemah. Iya, iya. Aku paham."
Sang kawan tersenyum. "Sudah jam makan malam. Mari kita ke ruangan."
Dia mengangguk dan akhirnya pergi menuju ruang makan para murid Gusu.
Mereka menelusuri lorong yang berdekatan dengan gerbang utama halaman depan, sebelum terdengar seperti seseorang yang habis mendarat dengan kerasnya. Kedua remaja Lan tersebut terdiam dan cepat menyelidiki apa yang sedang terjadi di depan sana.
"Jin Ling!?"
Saat mendekat, mereka berdua menemukan Jin Ling yang tengkurap, tergeletak tak sadarkan diri di atas tanah jalan bebatuan. Pedangnya masih ia pegang di gagang meski sudah roboh bersamanya. Lan Shizui dan Lan Jingyi berlari mendekatinya dan mengecek keadaan teman mereka tersebut.
"Bagaimana keadaannya?"
"Tidak ada tanda kekerasan. Hanya saja energi spiritualnya sedikit terkuras."
"Kecapekan, mungkin? Kenapa dia kesini?? Kelas baru diadakan dua minggu lagi setelah libur."
"Kita coba bawa dia ke dalam. Bantu aku."
Keduanya perlahan membopong sang pewaris klan Jin satu-satunya tersebut ke dalam Cloud Recesses. Hari sudah hampir senja dan mulai gelap sepi pun membuat keduanya jadi sedikit bingung dan panik. Di saat yang bersamaan, lewatlah Lan Qiren yang tengah berjalan di lorong lain.
"Kakek Guru Qiren!"
Ia menoleh dan bingung melihat mereka membawa Jin Ling dengan panik, tapi menyuruh mereka untuk membawanya di salah satu kamar tamu yang kosong.
Jin Ling dibaringkan dan diselimuti oleh Lan Shizui sementara Lan Qiren bertanya pada kedua murid muda tersebut.
"Apa yang terjadi?"
"Kami tadi ingin ke ruang makan untuk makan malam, tapi kami dengar suara benda jatuh di depan halaman." Lan Jingyi memberitahu kronologis awalnya.
Lan Shizui juga melanjutkan, "Lalu saat kami cek, Tuan Muda Jin sudah terkapar dengan pedang di sana. Kami mencoba menggotongnya ke dalam, Kakek Guru Qiren."
"Saat dicek, kekuatan spiritualnya terkuras, mungkin kecapekan." sambung Lan Jingyi.
Lan Qiren mengusap dagunya sendiri, berpikir sejenak akan penjelasan keduanya. "Baiklah. Kita tunggu dia sampai sadar kembali. Mari kita makan malam, baru kalian kembali menjaganya. Saya akan bicara pada Xichen mengenai ini."
Mau tak mau, akhirnya mereka menurut dan meninggalkan kamar tersebut untuk makan malam sejenak.
.
.
.
Hari sudah semakin gelap dan bulan telah sampai di titik atas, meski ditemani kabut yang sesaat menyelimuti langit dan daerah yang terkena dampak, masih tetaplah malam yang tenang.
Namun tidak bagi Jiang Cheng.
Dirinya tengah memakan nasi serta lauk pauk yang dimasakkan oleh koki rumah pun tengah sedikit lambat untuk memakan porsi makannya.
Mulutnya berhenti mengunyah dan meminum air yang disediakan. Ia melirik ke arah luar. Sudah larut malam, dan Jin Ling tak kunjung kembali.
Memang benar salahnya karena mengungkit topik tentang hubungan klan Jin dan klan Jiang dengan para tetua adat. Tapi ia tak menyangka kalau Jin Ling akan mendengarnya.
Tak pernah sedikit pun ia membayangkan kalau hal seperti ini akan terjadi.
Ini sudah tiga hari berlalu.
Jiang Cheng berhenti makan dan berdiri.
"Anak itu... Aku benar-benar akan mematahkan kakinya kali ini."
Ia berlalu menuju suatu ruangan dan membuka pintu. Pedang Sandu yang tengah dilindungi oleh benteng tak kasat mata di sekitarnya berada di sarungnya dengan kalem pun diraih dengan tangannya.
Jiang Cheng mengeluarkannya dari sarung dan menatap besi panjang yang dibaluti sinar putih dan ungu di sekeliling.
Jiang Cheng mendecih.
Sudah ia putuskan. Dia akan benar-benar mencari keponakannya ke penjuru negeri dan mematahkan kakinya.
Jiang Cheng keluar dari ruangan dan langsung tancap melejit terbang dengan Sandu yang sudah terisi penuh dengan rutin, tak lupa cincin Zidian peninggalan mendiang ibunda yang senantiasa melekat di jari tegasnya.
Ia kerahkan energi spiritualnya agar pedangnya semakin melesat. Biar saja angin malam menampar nampar pipinya, biar saja. Kalau perlu sampai beku sekalian.
Supaya rasa sesak dan khawatir di dadanya hilang.
—Tapi kau bukanlah orang tuaku!!"
Terngiang lagi di memorinya tentang perdebatan yang lalu. Jiang Cheng mendecih lagi, namun kali ini perasaannya mulai berkumpul di sudut mata.
Ia percepat terbangnya, dengan harapan agar air matanya membeku dalam angin malam sekalian.
Jiang Cheng akan mematahkan kaki Jin Ling jika sudah menemukannya nanti!
.
.
.
====================
Hi, guys, I am back. Sorry for late update.
First! Happy late birthday for our heroic main character as the Yiling Patriarch, Wei Wuxian! ❤❤❤ I really felt sorry for being late, goddamnit.
And second! I am so sorry to slow update since I was busy for BucinOctober (but did not finished it, sadly) and RP, and things kinda out of hands, so yeah. I know. Sorry.
For this chapter, I was helped by two of my friends from the fandom, which me and my friends called them 'Yibro' and 'Mir'. Thank you, guys. I'm really grateful for the support from you guys for this fanfiction. I couldn't thank you guys enough.
But for this conflict, I made Jin Ling and Jiang Cheng had a quarrel and reflected to themselves. Mostly for Jin Ling, since he is in puberty. The unstable emotion is in the air. And it will be discussed on the next chapter.
As usual, thank you for the views, votes, and leave the comments so I can know whats on your thoughts about my fanfiction and I can improve to be a better writer.
See you guys next time!~ Adios~
regards,
Author
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro