39 - Exchanging Letters
Waktu telah dilewati terlalu cepat rasanya bagi Jiang Cheng.
Kegiatan setiap hari di Lotus Pier masih berjalan sama baginya.
Laporan serta evaluasi rapat juga dia dapatkan. Dokumen penting diperiksa dan diperbaiki seperti biasa. Tapi ada satu tambahan rutinitas yang ia hadapi.
Menulis surat.
Seperti yang digagaskan, kedua rekan tersebut mulai surat menyurat setelah festival musim gugur kala itu. Masalahnya, Lan Xichen yang mengirimkan terlebih dahulu surat untuk dibalas. Bahkan sampai dituliskan bahwa kalau Jiang Cheng tidak membalas, maka dia akan merasa sangat sedih.
Bagaimana bisa Jiang Cheng tidak memutarkan mata dengan malas, sampai diminta begitu.
Diancam seperti itu bukanlah ketakutannya. Namun dengan apa yang dituliskan, ada kemungkinan pria Lan itu akan benar-benar merepotkannya.
Yah, sebenarnya tulisan Jiang Cheng tidak terlalu kaku dan tidak terlalu tipis juga. Hanya saja, ia bukanlah seorang romantika. Bagaimana mungkin bertukar surat dengan frasa sulit dan puisi halus?
Sudah beberapa kali dia menggulung kasar kertas yang dicoret karena tak menemukan kata yang pas. Setelah percobaan kelima, baru dirinya mampu mengirimkan surat yang telah ia tulis dengan benar untuk membalas surat pertama dari Lan Xichen.
Pada akhirnya, ia membalas surat sampai hal tersebut menjadi rutinitas dalam kegiatan di hari-harinya.
Kadang yang mereka diskusikan adalah soal pekerjaan, informasi terbaru, hingga tukar kabar mengenai keadaan atau sekedar bertanya hal tak penting.
Di seberang wilayah lain yakni Gusu, Lan Xichen sedang menulis surat yang akan ia kirimkan sebelum meditasi harian. Dengan disingsingkannya lengan jubah, ia menulis dengan senyuman tipis.
Tertulis dengan rapi di kertas gulungan alias surat terakhirnya:
[ Bangun di pagi hari ditemani kicauan burung yang entah darimana. Saya terbangun mengingat kenangan nuansa ungu bercampur aroma laut yang menyenangkan. Disini baik-baik saja. Tetap tenang dan sejahtera. Saya harap Yunmeng juga sama. ]
Tak lupa Lan Xichen membubuhkan garis hitam yang membentuk sebuah lukisan kecil. Lukisan tentang Cloud Recesses bernuansa hijau biru dan putih.
Dirinya membuka jendela dan memanggil sesuatu dengan sebuah mantera. Seekor merpati terbang mendarat di pinggir kayu jendela.
Merpati tersebut bukanlah merpati biasa. Itu adalah hasil budidaya klan Lan dalam membuat hewan pendamping serta pembantu kegiatan di Cloud Recesses. Dengan kegesitan seperti elang, besar tubuh sedikit lebih besar, berwarna putih polos dan mata kuning cerah, para merpati bisa menempuh jarak jauh. Kebanyakan dipakai sebagai pengantar pesan seperti sekarang ini.
Lan Xichen mengikatkannya di punggung merpati yang memakai pembawa surat gulungan di tubuhnya.
"Tolong kirim hingga sampai seperti biasa."
Setelah dikirimkan, pria tersebut menjalani kegiatan seperti biasanya.
Burung itu terbang di angkasa sebelum menerjang angin yang membelah awan. Perjalanan membutuhkan waktu hingga siang hari untuk sampai di wilayah Yunmeng.
Jiang Cheng yang tengah selesai mengurus latihan murid-murid Jiang, pun melihat ada suatu yang bertengger di jendelanya.
Segera ia menghampiri dan merunduk di depan jendelanya.
"Merpati Lan." Pasti surat lagi, pikirnya sebelum membuka gulungan yang telah diambil dan duduk di tempatnya.
"Orang ini... Sudah tahu aku tak bisa melukis."
Ia berdecak pelan sebelum mulai menulis dengan kuas tinta setelah mendapat balasan surat dari Gusu.
[Mentari menyapa pada yang mulai beraktivitas. Berdiri di dekat dermaga sambil memetik teratai, teringat kenangan kebersamaan di paviliun menyeruput teh.
Keadaan tenang dan tanpa ada kendala. Saya mengharapkan kesejahteraan yang sama pada Gusu sama seperti di Yunmeng.]
Dirinya tak bisa menggambar, jadi Jiang Cheng hanya membuat bunga teratai saja.
Ia menoleh pada merpati yang bertengger dengan santainya dan mengurus salah satu sayap. Dengan perlahan, Jiang Cheng mengikatnya di tubuh tadi dan berkata, "Tolong kirim sampai Zewu-jun. Terima kasih."
Sebelum senja menjelang, Lan Xichen sudah berada di Hanshi. Merpati itu telah tiba di samping jendela sang pemimpin sekte Lan.
Ia menghampiri dan mengambil surat di punggung si burung.
"Ini bijinya. Makan dan pergilah." ujarnya memberikan beberapa biji di kayu sebelum merpati itu mematuk kayu dan memakan lahap bijinya.
Lan Xichen duduk di kursi sebelum membacanya.
Perutnya terasa dikerubungi kupu-kupu, dan tanpa sadar membaca surat disertai senyuman tipis. Meski dengan tulisan kuas saja, dadanya langsung menghangat. Saat itu seperti sangatlah berharga baginya.
Setelah membaca beberapa saat, pemimpin sekte Lan tersebut mulai melakukan kegiatan sebelum tidur agar keesokan harinya bisa membalas tanpa halangan.
Hari demi hari berlalu, dan masih sama seperti biasanya. Namun Lan Xichen tampak lebih luwes dari kemarin-kemarin. Bahkan lebih ekspresif. Ia yang hanya sesekali mengeluarkan eyesmile kini terhitung lebih sering menggunakannya.
Apalagi jika surat dari ketua sekte Yunmeng sudah tiba.
Suatu hari dia kepergok sedang senyum-senyum sendiri di koridor Cloud Recesses hingga Lan Qiren sampai heran dengan keponakan pertamanya itu, sebelum disadarkan oleh Lan Ruhi.
Gusu yang dulunya pernah ia sebut sekali sebagai neraka, tampaknya kini sudah berubah menjadi taman surga. Dimana ketenangan alamnya membuat suasana hatinya semakin membaik.
Lan Wangji yang juga mengajar serta mengurus dokumen untuk dibawa ke kakaknya pun sedikit heran akan senyum tak jelas sang pemimpin sekte Gusu tersebut.
Dan dirinya tahu penyebabnya apa, namun ia memilih bungkam.
Hal tersebut berjalan selama beberapa hari, sebelum hari ini giliran Jiang Cheng untuk mengirimkan surat.
Saat tengah membalas surat, pria Yunmeng itu sempat berpikir sejenak. Bagaimana kalau dirinya pergi ke Gusu secara diam-diam? Lan Xichen mengatakan kalau dia rindu masakan Yunmeng. Ia juga ingin menengok keadaan saudara bodohnya dan ponakan tersayang. Namun sang Jiang terakhir berpikir lebih lama lagi, bahkan menghentikan kuasnya yang belum ia ambil.
Kalau dia bisa membawanya ke Gusu dan diam-diam memberikannya kejutan, mungkin itu akan membuat mereka senang. Terutama Lan Xichen.
Dadanya tiba-tiba menghangat dan pipinya merona saat membayangkan wajah senang Lan Xichen yang mungkin akan terkejut ketika dirinya datang. Sial, ia ingin menolak untuk bersipu malu seperti anak gadis!
Tapi, ia ingin sekalian berdiskusi secara pribadi, untuk menanyakan perasaan rumit apa yang ia punya selama bersama Lan Xichen. Siapa tahu, mereka bisa mengetahui apa yang mereka rasakan selama ini.
"Ya sudah, aku ke sana saja nanti. Sekalian menyiapkan makanan."
Dengan keputusan itulah, ia langsung kirimkan suratnya yang berisikan balasan seperti biasa tanpa membuat implikasi sang pemimpin sekte Yunmeng akan datang.
Tanpa mengira kalau langkah itu akan membuatnya lebih berpikir dua kali dalam mengambil suatu keputusan untuk kedepannya.
Jiang Cheng sekarang sudah sebentar lagi akan tiba di Gusu. Diam-diam ia pergi meninggalkan Yunmeng setelah membawa tempat bekal di kantong qiankun. Sup iga akar teratai yang ia masak sendiri pun juga dibawa. Hanya Wei Wuxian dan Jin Ling yang hanya pernah makan masakannya, dan satu orang beruntung akan mencoba mencicipi masakan yang ia bawa sekali lagi.
Menggunakan pedang, dirinya memakai pakaian yang sedikit rapi menutupi pakaiannya. Padahal musim panas sudah mulai datang tapi angin dingin sangatlah sering menyapa di alam, jadi sudah pasti daerah Gusu akan makin dingin dan supnya cocok untuk disantap.
Sementara itu, hari ini rupanya surat balasan dari Jiang Cheng sudah datang lebih awal.
Lan Xichen seperti biasa menerima surat dari merpati pengantar surat di Gusu Lan lalu membacanya dengan intens. Selalu ada dua garis melengkung manis di wajahnya ketika membaca gores demi gores kata balasan. Ia senang. Syukurlah ia meminta mereka untuk bertukar surat.
Kalau tidak, Lan Xichen bisa-bisa saja datang kembali ke Yunmeng tanpa alasan hanya demi ditemani mengobrol.
Sepertinya Lan Xichen sudah kecanduan. Mungkin saja sudah sejak dari lama.
Seperti biasa di pagi menjelang siang hari, para murid berlatih dituntun oleh Lan Wangji, sementara Lan Xichen yang sudah menulis surat balasannya tengah menonton di koridor. Ia ditemani duduk oleh Wei Wuxian yang asyik menatapi sang suami mengajar.
Lan Qiren? Di ruangannya bersama Lan Ruhi. Gegara Wei Wuxian mengagetkannya dengan kelabang di depan pintu kelas. Jangan sampai dirinya pingsan dengan muka marah lagi setelah melihat suami ponakannya tersebut.
Dari kejauhan, Lan Wangji mengajari para murid sambil memperhatikan teknik yang telah diberi contoh. Dia menuntun dengan tegas. Para murid belajar dengan tekun. Tumben sekali hari ini mereka lebih tertib dari biasanya.
Meskipun tak sedikit yang menatap Zewu-jun heran.
Ya, senyumnya itu lho. Tidak bisa dikontrol. Masih silau senyumnya, makin membuat para murid heran saja.
Wei Wuxian menggelengkan kepalanya, seperti memaklumi akan apa yang telah terjadi dan menahan tawa.
Dengan muka tebal dan seperti tak terlihat melakukan apa pun, Lan Xichen masih menonton para murid. Syukurlah tugas sudah dituntaskan semua untuk hari ini. Jadi ia akan bersantai. Malah, sepertinya ia ingin berkunjung ke Yunmeng.
Karena kenapa tidak?
Setelah itu pelajaran selesai. Para murid dibubarkan untuk makan siang. Lan Wangji menghampiri sang kakak dan suaminya yang menonton. Dia duduk di samping Wei Wuxian dan bertanya pada kakaknya lewat isyarat mata akan surat yang masih dibaca di tangan putih Lan Xichen.
Wei Wuxian menempel pada Lan Wangji begitu suaminya datang untuk duduk. "Lan Zhan, daritadi Zewu-jun tampak berbunga-bunga. Dari kemarin-kemarin juga!" sahutnya memancing pertikaian dengan godaan.
Mendengar itu, Lan Xichen tersadar dan hanya bisa berusaha untuk mengontrol wajahnya yang kini sudah seperti lengkungan pelangi. Ia mengambil nafas sejenak seperti tak ada apa-apa.
"Tuan Muda Wei, maaf jika saya mengganggu di sini."
Tentu saja ia seketika menggeleng keras. "Tidak, tidak. Anda justru lebih baik begini, Zewu-jun!"
Supaya bisa ia godai karena berkirim surat dengan Jiang Cheng. "Xiong Zhang. Surat?" Sang adik bertanya sambil merangkul pinggang istri manisnya yang selalu menempel setia. Sesaat, Lan Xichen seperti melihat sepasang perangko dan amplop.
Akhir-akhir ini memang sepertinya kakaknya memang sangat murah senyum melebihi dari dosis.
Lihat saja, makin silau sekali mukanya.
Batin Duo Giok memang tidak boleh diremehkan. Lan Xichen mengangguk sumringgah sambil menatap ke depan, dimana maniknya bertemu sapa dengan keindahan alam di taman.
Wei Wuxian membentuk huruf 'o' di mulutnya selagi pura-pura kaget. "Uh-oh, Zewu-jun bertukar surat dengan Shimei?" tebaknya.
Sang ketua sekte tak membalas. Namun dengan isyarat anggukan dan senyuman pada mereka, siapa yang tak mengerti?
Lan Wangji menatap kakaknya yang benar-benar lebih sumringah. Mungkin sejak pulang waktu itu. Kalau hubungannya bagus, maka baguslah. Tapi dia juga penasaran, apa sebenarnya hubungan keduanya. Mengenai insiden festival waktu itu dan setelahnya mereka berbaikan dengan cepat.
Pasangan WangXian menatap sang Zewu-jun dengan heran namun tak ingin bertanya lebih. Mereka cukup ingin menjaga rasa bahagia sang ketua sekte tersebut yang sedang menggebu-gebu.
Memang benar ada sesuatu diantar mereka berdua.
Sementara itu, mari kita beralih pada empat serangkai murid yang sedang berjalan di koridor.
Jin Ling bersama Lan Shizui, Lan Jingyi, dan Ouyang Zizhen tengah berjalan sambil berbicara tentang berbagai hal serta soal perburuan malam untuk besok beramai-ramai.
Lan Jingyi mengelus lengan kirinya sendiri. "Uh, aku pegal sekali..."
Jin Ling menghela napas. "Latihan tadi cukup intensif. Han Guang-jun memang melatih seperti Guru Besar Lan." balas sang pewaris klan Jin. Dirinya juga merasa lapar.
"Mari kita makan siang. Nanti kita bisa kehabisan waktu untuk istirahat." usul Lan Sizhui yang selalu tersenyum dan tenang menatap keduanya, dan disetujui oleh Ouyang Zizhen.
"Aaah~ aku ingin makan daging. Andai saja aku seorang Yiling Laozu," Ouyang Zizhen mengeluh sembari berjalan lebih dulu ketimbang temannya. "Tapi lebih baik daripada tidak. Ayo!"
Dengan begitu, mereka berjalan menuju ruang makan murid yang masih ada di dalam areal Cloud Recesses.
Di sisi lain bangunan, Jiang Cheng akhirnya sampai di Cloud Recesses. Berbekal sup yang tadi ditaruh di dalam sebuah wadah berbentuk bulat dan dilapisi oleh kain putih, ia naik setelah diizinkan dan berjalan untuk mencari jalan menemui Jing Ling. Dirinya berjalan di koridor sebelum sampai di tempat makan yang ditempati oleh para murid.
Di sana, keempat sekawan sudah duduk mendapatkan hidangan yang biasa disajikan di Cloud Recesses.
"Ugh, sup ini hambar," Jingyi yang masih tak puas mengeluh tetap menyeruput sup sayur khas Gusu Lan. Ia memasang wajah yang tak enak.
"Jingyi, mulutmu." Lan Shizui menegurnya pelan sambil tertawa kecil sementara Jin Ling memutar bola matanya.
"Katanya mau diet, bagaimana, sih?"
"Tapi rasanya tidak ada! Bagaimana aku bisa makan dengan lahap?!" protes kecil Lan Jingyi.
"Mungkin makanan asin cocok untuk Jingyi-Xiong. Kalau tidak salah, kalian pernah ke Yunmeng, kan? Ada makanan enak disana katanya."
"Ah, iya! Sup teratainya lebih enak dari ini!"
"Hei, sup daerahku juga enak, kau tahu."
"Tapi kau paling suka punya Yunmeng, bukan? Mengaku saja!"
Jin Ling menggeram sebelum menunduk. "Karena kau bicara soal itu, aku jadi rindu masakan Paman."
Lan Sizhui terkekeh sebelum merubah ekspresinya karena ingat sesuatu. "Ngomong-ngomong, kalian tidak merasakan sesuatu yang aneh?"
Ketika bertanya, ketiga temannya bingung. "Hm? Soal apa?" Jin Ling bertanya sambil meminum teh.
"Apakah ini soal Zewu-jun lagi?" Lan Jingyi menebak.
PFFTTT!!!
Jin Ling menyemburkan teh yang ia minum pun terbatuk keras, dan langsung dibantu oleh Ouyang Zizhen yang panik. Kedua Lan yang kaget tadi langsung bertatapan, si Lan teladan memandangnya dengan muka seperti 'Inikah caramu mengangkat topik?'. Sementara si Lan yang tidak Lan hanya bisa menyengir seperti 'Maaf. Kelepasan. Ehe.'
Jin Ling langsung meminum air yang diberikan dan memandang tajam pada Lan Jingyi, "Kau memang minta ditebas Suihua!"
"Aku 'kan tidak sengaja! Cuma menebak!!" protesnya membela diri.
Para murid yang lain hanya bisa membiarkan mereka berseteru. Karena tidak ada yang berani menyela selain dua anggota lainnya.
Belum sempat melerai kedua teman tadi, kepala sekte Yunmeng Jiang muncul.
Ketika masuk, semua murid berdiri dan memberi hormat, sebelum diangguk oleh Jiang Cheng pada mereka, mengisyaratkan untuk duduk makan lagi. Termasuk keempat serangkai tadi yang juga terbengong.
Sang murid penjaga membawanya dan menuju ke meja mereka berempat.
Dua Lan dan satu Ouyang itu otomatis bangkit dari duduknya, memberi salam walau salah satunya masih menelan sup. "Ketua Sekte Jiang."
Jin Ling sumringah melihat pamannya datang tiba-tiba pun berdiri menjadi yang terakhir dan hormat bersama temannya. "Paman."
Jiang Cheng mengangguk pelan dan menyuruh mereka juga duduk. Ia menoleh pada murid senior untuk memberikan bekal makan besar tadi kepada tukang masak kantin Cloud Recesses dan para murid yang datang untuk makan sebagai hadiah kunjungan. Tentu saja, murid itu senang dan pergi ke belakang kantin sementara para murid yang mendengarnya juga kaget. Ternyata mereka diberikan keberuntungan mencicipi masakan khas Yunmeng yang tersohor.
Setelah itu, Jiang Cheng duduk di samping Jin Ling dan Lan Jingyi.
"Bagaimana kabar kalian? Kuharap A-Ling tidak menyusahkan." Jiang Cheng berucap.
"Paman, aku tidak akan melakukan hal semacam itu. Mereka menemaniku juga. Tenang saja. Tak usah sampai tiba-tiba mengecek." sahut sang ponakan yang agak kesal diremehkan.
"Baiklah, baiklah. Diam saja dan makan supnya nanti." Lelaki itu memberi salah satu bekal sup untuk Jin Ling, khusus untuknya saja. Ponakannya langsung membukanya dan tercium aroma nikmat yang terbang keluar.
Bahkan kedua remaja Lan dan Ouyang juga berbinar melihatnya.
"Terima kasih, Paman!" Jin Ling tersenyum walau menjaga sikap, takut tidak disuruh informal.
Jiang Cheng mengangguk. "Makanlah bersama yang lainnya. Bekal tadi cukup untuk para murid yang lapar sehabis latihan seharian."
Lan Sizhui tampak berbinar melihat sup yang dibawakan oleh sang ketua sekte Jiang. Dia ingat kalau Wei Wuxian suka sekali dengan sup ini, maka dia juga ingin mencobanya lagi setelah yang waktu di Yunmeng kemarin. Ketika disajikan di meja-meja murid lain, mereka semakin berbinar melihat sup yang berempah dan menggugah selera.
Tampaknya keluarga Lan mau pun murid lain memang sangat ingin mencicipi sup khas Yunmeng tersebut.
Sementara itu, Lan Jingyi masih terfokus pada Jiang Cheng. "Ketua Sekte Jiang, ada apa datang kemari? Apakah akan ada rapat?""
Jin Ling membagikan supnya untuk ketiga temannya sementara Jiang Cheng membalas pertanyaan Lan muda itu.
"Saya kemari untuk jadwal kunjungan melihat Jin Ling seperti biasa, dan untuk bertemu dengan pamannya. Makanya saya kemari." Ya kali dia berkata mau ketemu dengan Lan Xichen. Bisa mati malu nanti.
Lan Sizhui tersenyum lebar lalu kembali pada Jiang Cheng, hanya mengangguk paham. Dia tidak mencurigai apapun akan kunjungannya, karena memang dirinya bukan orang yang seperti itu.
Sedangkan Lan Jingyi, dia berbeda 180 derajat dengan teman seperguruannya itu.
"Anu... Ketua Sekte Jiang, tahukah Anda? Ahir-akhir ini Zewu-jun aneh sekali," ujarnya melapor. Entah kenapa tapi ia ingin membicarakannya.
Bukan hal yang buruk baginya jika Lan Xichen tersenyum lebih sering. Tapi tetap saja ia merasa aneh. Merinding saja, begitu pikirnya.
Mendengar nama tersebut, Jiang Cheng terdiam. Ada apa dengannya?
"Memangnya ada apa? Apakah ada sesuatu?"
Bisa saja urusannya serius.
Jin Ling memakan sup iga akar teratainya dengan nikmat. Buatan pamannya memang sangat enak, tidak perduli dengan pembicaraan yang berlangsung. Sementara Ouyang Zizhen, Lan Sizhui, dan Lan Jingyi menolak untuk makan dulu sebelum Jiang Cheng pergi. Itu tidak sopan.
Lan Jingyi menjelaskan, "Sedari pagi beliau senyum terus. Padahal biasanya tidak sebanyak hari ini, aneh sekali, bukan?"
Lan Sizhui juga memasang wajah maklum bersama Ouyang Zizhen. Mengangguk bersamaan.
Jin Ling masih makan dengan lahap.
Masih di topik tadi, Jiang Cheng berpikir sejenak. "Begitukah... Apakah kalian tahu alasannya dia jadi begitu?"
Jin Ling meminum tehnya setelah makan sejenak dalam diam dan menyeletuk, "Zewu-jun jadi aneh semenjak kepulangannya. Kami juga tak tahu kenapa dia begitu. Bukannya ada rapat bulanan di Yunmeng? Apakah Paman tahu apa ada sesuatu yang terjadi kepada Zewu-jun?"
Sesuatu yang terjadi...
Ah.
Ia mengingatnya.
Astaga, tahan diri. Ternyata Lan Xichen memikirkannya...? Tidak, tidak mungkin. Tapi...
Sial, wajahnya tidak mau menolak rona. Ayo, tolak!
Jiang Wanyin, tahan dirimu. Buat muka tebal supaya tidak ada yang curiga.
"...an?"
Tangan melambai di depan wajahnya.
"Paman??"
Jiang Cheng tersadar seketika dan melirik ke arah sang ponakan dan ketiga temannya yang bingung akan diamnya sang lelaki.
Ia menggeleng sejenak. "Bukan apa-apa. Tenang saja," ujarnya sebelum menoleh ke arah mereka, "jadi, kalian berpikir kalau Zewu-jun begitu karena sesuatu terjadi padanya?"
Keempatnya mengangguk.
Melanjutkan kalimat Jin Ling, Lan Sizhui tersenyum. "Tapi... Mungkin beliau sudah berhasil bergerak dari rantai masa lalu."
Memang Zewu-jun terkenal sebagai orang yang paling berduka ketika saudara sesumpahnya, Jin Guangyao terbunuh bahkan dengan tidak elit. Dikabarkan bahwa Lan Xichen juga sempat memainkan lagu terlarang untuk membunuh dirinya sendiri, sebelum menjalani pengasingan.
Karena itu, melihat Lan Xichen yang sudah keluar dari sana, menjadi gemuk lagi, dan tersenyum begitu cerah akhir-akhir ini bukanlah pemandangan yang biasa bahkan bagi para penghuni klan Lan.
Memang menyedihkan sekali. Rasanya seperti dirinya dulu, membayangkan harus menusuk saudara sendiri dan menyaksikan kematiannya. Sama sepertinya ketika mendorong Wei Wuxian di jurang, sebelum bisa bangkit demi Jing Ling. Jadi ia berpikir kalau mereka ada sisi sama dan itu membuatnya bisa mendukung setidaknya di moral.
Mengingat senyuman dan tawa Lan Xichen di pikirannya, terasa hangat dada dengan jantung berdesir senang. Tahan dirimu, Jiang Cheng.
Sementara itu, Lan Sizhui dan Lan Jingyi main suit diam-diam, dan tentu saja kalah. Kebagian mengantar Jiang Cheng seperti orang itu membawa Dewa Yama berjalan-jalan.
Walau sempat takut dengan Jiang Cheng, kini sedang mencoba untuk melawan rasa takutnya, "Ketua Sekte Jiang, Anda mau saya antarkan? Anda mencari Senior Wei, 'kan?"
"Kalau bisa. Terima kasih," lalu ia mengangguk pada ketiganya yang lain, "Saya pamit mau bertemu Wei Wuxian. Kalian makanlah."
"Sekali lagi terima kasih, Paman." Jin Ling berterima kasih, disambut anggukan lagi, sebelum berdiri bersama Lan Jingyi yang menyusul di belakang, keluar dari ruang makan murid dan pergi untuk menuju tujuan utama—
Mau bagaimana pun, inilah nasib yang dirancang kedepannya, meski menyakitkan ketika tiba.
.
.
.
====================
Please go to the next chapter! That's all I can say. You will know :)))
As usual, thank you so much for the views, votes, and leave the comments so I can know whats on your thoughts about my fanfiction and I can improve to be a better writer.
See you guys next time!~ Adios~
Regards,
Author
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro