33 - Mid-Autumn Festival
Hari sudah menjelang siang, namun tak membuat mereka berempat untuk tidak terlambat pergi ke pasar tradisional Yunmeng. Banyak sekali penjual berjualan, dan anak kecil yang bermain. Seperti yang dilihat saat kemarin, suasana meriah dan penuh semarak menghiasi wilayah tersebut.
Lan Wangji melangkah dengan santai di jalan pasar. Sambil melirik sesaat pada Wei Wuxian di sampingnya, mata tajam sang pria menyusuri lokasi yang dilewati.
Sementara Lan Xichen juga melihat-lihat penjual bersama Jiang Cheng, yang sudah berpakaian lagi dan lehernya tertutupi. Membuat tanda sakti yang diributkan dalam sanubari ketiga orang tadi juga jadi tak terlihat karena sudah ditutupi kerah.
Mereka berempat menyusuri jalan yang cukup ramai, diiringi banyak bendera sekte Yunmeng Jiang berjejeran telah dikibarkan.
Melambatkan langkah bersama, Wei Wuxian langsung menarik Lan Wangji untuk menjauh dari duet saudara angkat dan kakak iparnya. Ia berbisik-bisik pada sang suami.
"Lan Zhan, Lan Zhan! Kau lihat yang tadi pagi itu, bukan? Yang di leher Jiang Cheng?" tanyanya sambil menoleh ke arah 'shimei' yang tengah melihat-lihat para penjual dengan Lan Xichen.
Lan Wangji yang diseret oleh sang suami pun ikut berbisik ria padanya. Kepalanya mengangguk. "Mn."
Tapi sebenarnya, ia ingin mencoba mencegah Wei Wuxian. Agar kalau bisa, jangan menggoda saudara ipar angkatnya. Daripada nanti bertengkar di depan umum. Setidaknya masih ada urat malu di tempat besarnya sang suami manis.
"Dan sepertinya mereka normal-normal saja. Aku tidak menyangka kakak ipar dan Jiang Cheng ternyata adalah lengan potong." sahut Wei Wuxian lagi.
Lan Wangji hanya bisa diam melihat mereka dari kejauhan bersama sang suami. Ia juga ingin tahu sebenarnya apa yang terjadi antara kakaknya dan pemimpin sekte Jiang tersebut, sampai ada tanda sakti semacam begitu. Kalau nanti mereka pulang ke Gusu, bisa-bisa kakaknya harus dihukum.
Selagi berumpi ria, mereka menyaksikan keduanya mendatangi seorang penjual di seberang jalan sana.
Mata almond Jiang Cheng mengambil sebuah manik gantung untuk pinggang baju. Terlihat dari bahannya cukup bagus. Dengan warnanya biru dan putih yang lembut, sehingga cocok untuk dipakai oleh pria mau pun wanita. "...Cukup bagus."
Lan Xichen yang sedari tadi memperhatikan juga ikut melihat manik gantung tersebut. "Desainnya sederhana namun elegan. Jiang-Zhongzhu memiliki selera yang bagus." pujinya dibarengi senyum simpul.
Jiang Cheng menatap terus manik gantungnya yang dipuji selama beberapa detik. Akhirnya, dia membayar lalu memberikannya pada Lan Xichen.
"Hadiah jepit kemarin. Biar kita impas."
Lan Xichen mengerjapkan matanya. Balasan, katanya?
Seketika otak cerdasnya terbesit akal.
"Terima kasih, Jiang-Zhongzhu. Namun, kalau ingin sama-sama impas, Jiang-Zhongzhu harus memakai jepit pemberian saya kemarin." ucapnya bersyarat.
Mendengar itu, Jiang Cheng sedikit memerah kaget.
Bagaimana bisa ia harus pakai jepit kemarin? Di depan umum pula! Ada saudara mereka juga yang tengah seperti menatap aneh pada mereka berdua. Bisa salah paham nanti!
"A-Akan kupakai jika teaternya dimulai saja..." cicitnya sambil palingkan muka, mencari alasan logis.
Tapi saat melirik kembali, tetiba kaca-kaca imajiner tampak di kedua manik Lan Xichen.
Wajah memelasnya yang terlalu sulit ditentang oleh siapa pun sudah diluncurkan begitu gampangnya!
"Tidak bisa...?"
Unyu unyu~
Seperti anak anjing yang minta makan namun tidak diberikan. Walhasil memelas di depan majikan.
Jujur, Jiang Cheng ingin mentally facepalm. Ia tak tahu harus bereaksi apa lagi di hadapan sang pemimpin sekte Lan tersebut.
Kepalanya jadi berdenyut pusing akan tingkah sesama rekan sekte di hadapannya.
'Licik sekali', pikir Jiang Cheng hampir mengumpat, 'bahkan taktik anak kecil seperti ini dipakai olehnya. Memang benar-benar Zewu-jun.'
Menghela napas, tangannya merogoh saku, lalu mengeluarkan jepit ungu yang dibeli kemarin memakainya.
Dari kejauhan, Lan Wangji dan Wei Wuxian hampir menahan nafas akan adegan yang dilihat.
"Lan Zhan! Mereka bahkan bertukar ornamen hias!" bisik keras sang kultivator hitam, menepuk keras lengan suaminya yang agak terbelalak juga. Di mata Wei Wuxian, mereka seperti memiliki aura bunga-bunga tersendiri.
Sudah sejauh mana kedua saudara mereka berhubungan sampai tukar ornamen hias?!
Kembali pada sang pemimpin sekte Jiang, ia menahan malu setelah selesai menyelipkannya di rambut. "...Sudah kupakai. P-Puas?"
Ugh, rasanya malu sekali!
Melihatnya begitu merah, Lan Xichen justru tersenyum senang. Lalu, perlahan tangannya yang besar juga ikut memakai manik gantung pemberian Jiang Cheng di pinggang.
Menyaksikan drama di depan mata, Lan Wangji melirik sekilas reaksi sang suami. Yep, dia bahkan sudah menonton mereka dengan mata berbinar-binar lalu menatap Lan Wangji dengan tatapan yang jelas.
'MEREKA LENGAN POTONG!'
Benar-benar terpampang nyata.
Dalam hati, Lan Wangji benar-benar harus ingat agar memasang satu lilin lagi untuk kakak sulungnya sehabis pulang ke Gusu.
Wajah Jiang terakhir memanas sesaat dan berbalik memunggungi. "Berhenti tersenyum. Ayo jalan!" Ia langsung berjalan duluan dan tak mau dilihat oleh siapa pun. Harga dirinya sudah jatuh untuk ke sekian kali di hadapan Lan Xichen.
Lan sulung malah hanya menyusul dari belakang sambil terkekeh. Ia menutup bibir bawahnya dengan punggung jemarinya yang lentik. Tampak lebih bersinar dari biasanya.
Melihat keduanya semakin menjauh, Lan Wangji menyuruh Wei Wuxian untuk jalan lagi sembari memperhatikan reaksi kakaknya. Seperti ada aura bunga bermekaran di sekitar mereka.
Sementara Wei Wuxian mulai menggandeng tangannya kembali, dia sedikit tidak menjamin apakah dia akan menahan diri untuk tidak menggoda Jiang Cheng nantinya.
Selama itu juga, mereka berempat menghabiskan waktu dengan berkeliling pasar-membeli souvenir khas festival maupun mencoba jajanan khas Yunmeng. Bahkan sampai makan di tempat.
Perasaan yang begitu nostalgik mampir di relung Wei Wuxian. Karena, ya, sudah 13 tahun lebih dia meninggalkan dunia ini, bukan? Rasanya sangat rindu. Dia sendiri masih tidak percaya bahwa dirinyalah yang sekarang hidup dalam tubuh Mo Xuan Yu, bahagia bersama Lan Zhan di sampingnya. Dan juga, Lan Wangji bersyukur sekali karena bisa menikmati waktu bersama dalam jalan santai hari ini.
Lembayung senja sudah menghiasi, menandakan akan berganti malam. Meski terang akan cahaya bintang, namun tidak membuat bulan untuk kalah bersinar diantaranya.
Puncak festival perayaan sudah ada di ujung jalan. Sebelum teater dipentaskan, akan ada penerbangan lampion massal berlambangkan sekte Yunmeng. Para penduduk sudah berkumpul dalam mengikuti kegiatan, bahkan banyak anak-anak yang berlari membawa lampion ungu.
Lan Xichen juga ikut melihat-lihat para masyarakat yang begitu antusias dengan perayaan puncak festival. Dia melirik duet pasangan sang adik dan suami yang sudah membeli lampion. Sejenak terlintas di benaknya untuk ikut membeli satu.
Dalam hati, mungkin dia bisa menerbangkannya bersama Jiang Cheng.
Tidak ingin kelewatan, Lan Wangji terseret dengan tak elitnya oleh Wei Wuxian untuk membeli satu lampion supaya bisa diterbangkan bersama. Ternyata penjualnya memberikan bonus lampion; buy one get one free. Mantap.
Di pikirannya, Lan Xichen bisa menerbangkan lampion juga bersama Jiang Cheng.
Sang adik menghampiri kakaknya dan memberikan lampion gratis. Usul Wei Wuxian juga, sih. Agar kakak iparnya bisa menikmati liburan.
"Untuk Xiong Zhang." ujarnya. Mereka hanya penghubung agar Lan Xichen bisa merasakan sensasi lampion terbang.
"Mn? Ah, Wangji. Terima kasih." Lan Xichen tersenyum lembut pada adiknya lalu menoleh ke arah Wei Wuxian yang sudah mengacungkan jempolnya. Tanda isyarat 'good luck!' dilemparkan.
Entahlah. Dirinya menolak untuk mengerti kode tersebut. Karena sampai saat ini dia masih tidak yakin dengan perasaannya sendiri.
Lampion di tangan, Lan Xichen menghampiri sang pemimpin sekte Yunmeng Jiang yang tengah melamun menatap persiapan penduduk di dekat sungai.
Jiang Cheng hanya melihat sekitar, tak mengetahui selipan kejadian tadi. Dirinya sibuk observasi sendirian. Matanya memperhatikan para penduduk yang asyik bersiap-siap untuk menerbangkan lampion.
Dirinya merasakan nostalgia terbangun saat melihat sekelompok keluarga berisikan suami istri dan tiga kakak beradik. Saat dirinya kecil, teringat ketika mereka berlima menerbangkan lampion di taman teratai. Senyum Jiang Yanli, Wei Wuxian, dan ayahnya sangatlah terbekas di ingatan. Bahkan ibunya pun terlihat bahagia berkumpul dengan mereka semua. Meski dengan wajah ketus, perlahan berubah menjadi sedikit lembut.
Mengingat itu, tatapannya seketika menerawang jauh. Sebelum kemudian tersadar akan suara lembut dari pemimpin sekte Gusu Lan yang memanggil.
"Jiang-Zhongzhu,"
"Ah, ada apa?" tanyanya saat menghadap kembali.
Dengan sedikit mengangkat lampion yang dibawanya, Lan Xichen tampak sumringgah.
"Bagaimana kalau kita menerbangkan lampion bersama?"
Terdengar seperti sebuah proposal-tapi, ya, sudahlah. Lan Xichen ingin menerbangkannya bersama Jiang Cheng. Ini pertama kalinya dia melepas lampion di Yunmeng dan ketua sektenya sendirilah yang ingin diajak.
Sedikit aneh memang karena dulunya Lan Xichen selalu menerbangkan lampion bersama saudara sesumpahnya, Jin Guangyao.
Pria bermata almond tersebut terdiam menatap pria bermata kelabu. Menerbangkan lampion biasanya dilakukan oleh keluarga dan pasangan. Lalu kenapa dia ingin menerbangkannya dengan Jiang Cheng?
Mungkin karena hubungan ipar akan adiknya dan Wei Wuxian, makanya sudah seperti keluarga, itulah yang terbesit di pikiran. Ia takkan berani berspekulasi kalau mereka dikira sebagai sepasang kekasih. Tapi, perasaannya juga sedikit bimbang selama, sebelum, dan sesudah rapat sekte bulanan kala itu. Mereka menghabiskan waktu bersama saja seolah seperti sebuah kesempatan langka.
Jiang Cheng menatap lampion tersebut sejenak dan mengalihkan pandangan ke Lan Xichen yang masih tersenyum.
Sesaat, dadanya berdesir pelan.
"Baiklah. Ayo kita terbangkan."
Deretan gigi rapi Lan sulung terlihat begitu Jiang bungsu setuju untuk menerbangkan lampion bersama. Sebenarnya, Lan Xichen tidak tahu harus apa jika Jiang Cheng menolaknya. Yang jelas, dia merasa pasti akan ada rasa kecewa jika penolakan itu benar-benar terjadi.
Kepalanya mengangguk lalu mencari tempat yang bagus untuk melakukan pelepasan lampion tersebut. Jiang Cheng serasa seperti melihat anak anjing, yang senang tengah mencari tempat penerbangan bagus. Senyum tipisnya timbul sesaat tapi lalu tersadar dan bingung kenapa ia sendiri begitu. Baiklah, ini sudah cukup aneh. Harus mengontrol diri untuk kedepan.
Sementara dari kejauhan, Wei Wuxian menarik-narik lengan baju Lan Wangji dengan heboh.
"Lan Zhan! Lan Zhan! Lihat, 'kan! Mereka berdua-!"
"Sudah. Ayo kita terbangkan lampion saja."
Lan Wangji menahannya berbicara lagi. Dia yang harusnya butuh perhatian, bukan ipar dan kakaknya. Nada rendah dan bariton sang suami meluncur dan memegang tangan Wei Wuxian agar mencari tempat untuk menerbangkan lampion berdua.
Budak cinta, ya begini, nih. Maunya berduaan saja.
"Aww, Lan Zhan~ Jangan minum cuka pada kakakmu! Tentu saja aku hanya mencintaimu, Lan Zhan!~" Wei Wuxian dengan mulut manisnya yang licin membalas santai.
Sampai saat ini, seluruh dunia masih heran mengapa seseorang yang terhormat dan kaku seperti Han Guang-jun bisa menyukainya setengah mati.
"Mn. Aku juga." Dia takkan malu untuk mengucapkannya lagi. Lan Wangji benar-benar cinta mati pada sang kultivator penganut ilmu hitam tersebut. Takkan ada yang bisa bandingkan perjuangannya berkabung selama 13 tahun dan melihat cintanya kembali.
Selesai bercakap, mereka berdua di sisi lain meski agak jauh dari saudara mereka, sudah mulai bersiap menerbangkan lampion.
Permainan musik khas Yunmeng mulai terdengar samar kala semakin banyak orang sekitar yang membawa lampion. Lan Xichen sudah memilih tempat di dekat perairan, karena wilayah Yunmeng pada dasarnya memang disebut negeri air oleh kebanyakan pengelana.
Pria tersebut memegang lampion sebelah kanan dengan kedua tangannya, mempersilahkan Jiang Cheng untuk memegang sisi sebelahnya lagi.
Jiang Cheng melihatnya sesaat yang bersinar dengan senyum, bersama paduan cahaya ungu Yunmeng mengitari mereka.
Lan Xichen dengan kelambu sinar ungu lembut terpampang di hadapannya saat ini, terlihat tidak buruk juga.
Kedua tangannya perlahan memegang sisi kiri lampion tersebut dan menyalakan sumbu apinya.
Hitungan mundur semarak bersahutan.
"3, 2, 1!"
Dan akhirnya, ribuan lampion ungu serontak dilepaskan ke udara dengan meriah. Bagaikan cahaya kunang-kunang raksasa di langit malam. Lampion berterbangan menemani bintang di angkasa terang, menemani binar bulan yang merekah.
Begitu keduanya melepaskan lampion, Lan sulung merasa seperti telah melakukan sesuatu yang luar biasa.
Hatinya luar biasa senang.
Dengan alasan apapun itu, Lan Xichen tak dapat menahan diri untuk tidak tersenyum lebih lebar. Pria itu mengagumi bintang-bintang ungu buatan Yunmeng.
Sejenak, dia mencuri lirik ke arah samping. Tampaknya Jiang Cheng juga menikmati suasana festival, ikut mendongak bersama.
Rasanya enggan untuk melepas tatapannya dari pemuda bernuansa ungu tersebut. Matanya terasa termanjakan hanya dengan melihat pemandangan seorang Jiang Cheng yang tersenyum penuh arti melihat lampion di angkasa.
Mungkin penerbangan lampion ini memiliki makna tersendiri baginya.
Rasanya kembali lagi ke masa dulu waktu masih kanak-kanak. Hanya rasa inosen dan tampang tak bersalah ketika bermain sepuasnya. Ah, nostalgia ini membuat Jiang Cheng tak bisa menahan senyum tipis. Bahkan ia tak sadar kalau ditatap oleh pemuda di sebelahnya.
Setelah cukup terbang jauh, para warga sekitar langsung memohon do'a dengan tulus dari hati mereka semua.
Wei Wuxian memohon di samping Lan Wangji yang menengadah. "Kuharap aku dan Lan Zhan bisa bersama sampai kapanpun! Dan aku tetap bisa melindungi yang lemah." Dia kembali mengulang permohonannya dulu ketika mereka berdua masih seorang murid di Cloud Recesses.
Lan Wangji juga berdo'a dalam diam. Dia ingin bersama dengan sang pujaan hati hingga sampai reinkarnasi berikutnya, dan seterusnya juga, jika bisa. Dunia akhirat akan mereka lalui bersama. Ia memegang tangan Wei Wuxian sambil menatap angkasa yang dipenuhi oleh lampion.
Giliran Jiang Cheng berdo'a, ia memohon agar kedua orang tua serta kakaknya tenang di alam sana. Ia sedikit merindukan mereka, sehingga wajahnya tadi sedikit sendu. Tapi ia juga mendoakan seluruh warga untuk hidup makmur dan sejahtera kala dirinya memimpin Yunmeng.
Lan Xichen menutup matanya lalu membuat sebuah permohonan pula. Mendo'akan keinginannya dari lubuk hati paling dalam. Dia berdoa untuk keselamatan keluarga dan orang yang dikasihinya. Biarpun dua saudara sesumpahnya telah tiada, setidaknya Lan Xichen ingin saudaranya itu bahagia walau di alam bawah sana.
Sesudahnya, dia kembali pada realita, dimana yang tersisa hanyalah dirinya.
Mungkin memang, hanya dialah yang tersisa di dunia ini.
Namun, dia tak merasa kesepian lagi setelah dirinya berdua bersama Jiang Cheng. Setidaknya, itulah yang dirasakannya sekarang.
Lan Xichen menoleh, ditemani rembulan menerpa wajah kala tersenyum tulus. "Jiang-Zhongzhu, saya senang dapat menghadiri festival ini bersama Anda. Terima kasih."
Jiang Cheng terdiam ketika Lan Xichen yang begitu menyimpul lembut.
Desiran hangat kembali lagi di dadanya, entah mengapa bisa ada. Rasanya seperti mereka berdua saja di sekitar pandangan. Benar-benar hanya berdua. Dan ia tak paham apa yang terjadi saat ini.
Ada apa dengannya?
Tersadar, dia menoleh ke depan dan agak memerah merona, berdebar sesaat. "...Y-Ya. Saya senang Anda menikmatinya." Hampir saja ia terbata-bata. Duh!
Melihat interaksi keduanya, Wei Wuxian merasa gatal sekali untuk menyeplos saat saudaranya begitu salah tingkah di hadapan seorang hebat seperti Zewu-jun.
Lan Wangji mencoba mencegahnya, namun naas. Istrinya sudah berada diantara mereka.
Ingin memperingatkan tapi sudah terlanjur.
Akhirnya mengingkari janji yang tidak ia janjikan, lelaki berbaju hitam tersebut menghampiri sang saudara angkat lalu memeluk lehernya dari belakang.
"Shimei~~~ Kenapa kau tidak bilang kalau sekarang kau sudah berhubungan dengan Zewu-jun?"
Jiang Cheng yang dikagetkan saat dipeluk lehernya dari belakang pun menoleh bingung.
"Hah?? Apa maksudmu? Dan jangan panggil aku Shimei! Aku ini laki-laki!"
Lan Xichen tampak bingung sejenak mendengar kalimat suami adiknya tersebut, sebelum agak panik ketika tersadar.
Jiang Cheng sepenuhnya beraut bingung sekarang. "Hubungan apa? Kami 'kan sama-sama ketua sekte." Ia tak paham akan omong kosong saudaranya ini.
Seperti bergantian memakai ekspresi, sekarang Wei Wuxian yang malah terlihat bingung. "Bukankah kalian berhubungan? Tanda sakti di lehermu itu dari Zewu-jun, bukan?"
Mampuslah.
Lan Xichen ingin menepok jidatnya sekarang juga. Kalau bisa sampai berdarah sekalian.
Dia tahu bahwa lambat laun Jiang Cheng akan mengetahui fakta bahwa dirinya telah dijamah semalam oleh sang yang terhormat Zewu-jun. Tapi ia tidak menyangka faktanya terkuak secepat ini.
Wei Wuxian menoleh padanya dengan cepat, "Zewu-jun, Anda yang membuat tanda sakti di leher Jiang Cheng, bukan?"
Tanda sakti?
Jiang Cheng menatap Wei Wuxian dan Lan Wangji, lalu dia menoleh pada Lan Xichen dengan kebingungan tak terkira.
"Zewu-jun...? Tanda sakti? Maksudnya apa? Pasti mereka bercanda, 'kan?" tanyanya sambil setengah tersenyum miring. Ia mencoba mencari tahu kalau itu hanya omong kosong belaka.
"Hah? Kenapa kau bingung begitu, Jiang Cheng? Oh. Jangan-jangan-" Wei Wuxian menatap tak percaya pada Lan Xichen pula ketika melepas leher adiknya.
Mereka berdua memandang sang Lan sulung dalam hening beberapa saat.
Yang bersangkutan menatap pria itu kembali dengan ekspresi pasrah.
Tak menyangka ini terjadi, dirinya terpaku menatap Lan Xichen yang malah berwajah menyedihkan begitu.
Ayolah, ini pasti guyonan!
Ya. Mengharap itu guyonan, namun kenyataannya bukan seperti itu.
Mau tak mau, Lan Xichen harus menyiapkan diri untuk menghadapi cobaan saat ini.
"Anu, Jiang-Zhongzhu-"
Jiang Cheng menoleh ke arah Wei Wuxian dan Lan Wangji, menyela perkataannya. "Hei! Kalian tidak main-main, 'kan? Maksudnya tanda sakti itu apa?" tanyanya tak sabaran.
Wei Wuxian malah jadi semakin heboh. Sama sekali tak terpikirkan olehnya bagaimana kejadian sesungguhnya.
Ini benar-benar diluar imajinasi! Ini lebih liar!
Lan Wangji hanya bisa diam sedikit memalingkan muka, tak tahu harus bilang apa. Karena mereka berdua adalah saksi dari tanda di leher sang pemimpin sekte Jiang. "Maaf."
Jiang Cheng terhenyak saat itu juga. Dia perlahan memegang kedua sisi lehernya sembari bertanya dimana dengan kalap. Ia sudah tak paham lagi akan situasinya sekarang. Saudaranya berkata kalau dia berhubungan dengan Lan Xichen, lalu sekarang mereka malah bilang kalau di lehernya ada tanda sakti?
Sementara itu, Lan sulung menatap Jiang terakhir dengan pandangan lurus meski disela. Jujur saja, dirinya agak ragu untuk mencoba mengajak Jiang Cheng supaya bicara di tempat lain. "Jiang-Zhongzhu, mari bicara berdua saja..."
Mukanya memanas sesaat, menutup mulutnya dengan punggung tangannya sendiri. Matanya menatap tak percaya pada sang rekan-yang notabene sesama pemimpin sekte. Dan sejak kapan mereka tidur bersama?!
Pasti karena aku mabuk malam itukah? Aku tak ingat apapun, pikirnya kalut.
Mundur selangkah dan tak menghiraukan sahutan Lan Xichen, Jiang Cheng berbalik arah dan berlari menjauh.
Lan Wangji yang melihat ipar angkatnya beranjak lari pun juga melihat ke arah kakaknya. Tatapan bahwa Lan Xichen harus mengejarnya dan menjelaskan apa yang terjadi.
Telepati seperti biasanya, dia mengangguk pada sang adik, isyarat bahwa akan mengejar dan menjelaskan semuanya.
Seketika itu juga, pria berjubah putih tersebut berlari untuk mengejar yang dikejarnya sekarang.
Dalam hati, Lan Wangji hanya bisa menyemangati dari jauh.
Sementara itu Wei Wuxian melongo, megap bagai ikan yang kehabisan oksigen. Dirinya masih tak percaya, lalu heboh sendiri pada sang suami. "Lan Zhan, Lan Zhan! Ternyata kakak ipar-!"
"Sudah. Ayo jajan." Lan Wangji mengalihkan topik, diam berjalan menggandengnya untuk membeli makanan saja.
Biarkanlah masalah ini diselesaikan oleh kedua saudara mereka.
.
.
.
====================
Told you. It will be a disaster in the festival. Good luck with that.
Please comment on the below. I will gladly filter the feedbacks.
I originally wanted this chapter to be published along with the other extra and one more chapters. But misunderstanding is happening and live for it. So, I will do the book tomorrow with double updates!
Prepare the tissue for a few chapters ahead. This one is the beginning.
As usual, thank you for the views, votes, and leave the comments so I an know whats on your thoughts about my fanfiction and I can improve to be a better writer. Check out my other fanfics stories on the profile, too!
See you guys next time!~ Adios~
regards,
Author
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro