29.5 - Newly Weds After Story
Sudah beberapa musim berlalu setelah pernikahan Lan Qiren yang menjadi bujang lapuk terlaksana. Dengan seorang guru wanita bernama Lan Ruhi sebagai jodohnya, kedua insan menjalani pernikahan yang terlihat langgeng dan manis meski di umur yang tidak muda dan prima lagi.
Namun tak ada yang tahu, jika jiwa Lan Ruhi sebenarnya adalah jiwa dari Wen Ruohan. Setelah bangun dari kematian hampir dua dekade, sang tirani mencoba menyesuaikan diri untuk bertahan hidup. Meski bukanlah karakter asli dan harus menirukan karakter dingin sang wanita pemegang tubuh asli, Wen Ruohan harus mencoba dan berpura-pura bermain peran di depan orang yang tak mengetahui fakta tersebut. Kecualikan Lan Qiren dan beberapa orang yang tahu, maka ia bisa bersikap sewajarnya meski tak bisa sesantai seperti dahulu. Pengajaran dan peraturan Cloud Recesses mulai menjadi kebiasaan tersendiri setelah mulai adaptasi menjadi wanita dan istri dari Lan kedua senior.
Di satu sisi lain, Lan Qiren yang pertama kali mengetahui bahwa dirinya telah kembali pun langsung melamarnya pada saat Festival Gusu. Berbagai alasan ditulis dalam daftar ‘Membuat Wen Ruohan Supaya Tidak Mati Lagi’ agar pria tersebut bisa menikahinya dan mengamankannya dari orang-orang yang kurang kerjaan serta haus akan kekuasaan dengan embel-embel nama Wen.
Memang bukanlah hal yang salah. Teror dan ketakutan dari klan Qishan Wen telah lama berlalu dan dunia kultivasi masih bertahan dengan empat sekte besar yang mengurusi beserta dibantu oleh beberapa klan kecil yang setia untuk membangun diplomasi. Namun bayang-bayang semu tersebut tidak menutup kemungkinan jika suatu saat nanti ada yang menemukan jejak terbaru dari klan Wen, maka bisa dipastikan kalau dunia kultivasi akan terguncang dan pembasmian fase lanjut pasti terjadi.
Dan Wen Ruohan tak mau hal merepotkan semacam itu terjadi lagi.
Memahami kekhawatiran orang yang disayanginya dan tak boleh bertindak seperti kehidupannya yang terdahulu, lelaki Wen tersebut bukanlah orang yang bodoh untuk tidak memahami keadaan. Semua kekacauan demi kekuasaan semata hanyalah keegoisannya untuk menguasai dunia setelah tidak dapat menjadikan Lan Qiren miliknya.
Ya. Mencengangkan, bukan?
Semua kekacauan dan sifat sadisnya ditumpahkan kepada dunia hanya karena kemarahan dan kerakusannya tak terwujud untuk menjadikan Lan Qiren sebagai pasangan kultivasi. Itu hanyalah satu dari segelintir alasan rahasia mengapa Wen Ruohan menjadi jahat. Diplomasi dan pemerintahannya juga tercemar akan sifat tirani Wen Ruohan yang muncul setelah menikahi wanita yang dijodohkan padanya. Mereka kira bisa menghalanginya dengan pernikahan politik, tapi tidak mempan. Justru itu berbalik menyerang orang-orang yang menghalangi kekuasaan Wen Ruohan yang hendak dibonekakan.
Pada akhirnya, dunia kultivasi mulai tunduk pada klan Wen dari Qishan setelah Wen Ruohan naik tahta dan semakin sadis dalam membuat kebijakan. Hubungan dengan para kepala sekte lainnya juga seperti jauh dari kata bersahabat. Dekat pun tak bisa sama sekali selain dengan dua pilihan:
Menjadi boneka yang siap dimainkan atau dimusnahkan menjadi abu.
Tapi sekarang itu adalah masa lalu kelam baginya. Telah ia tinggalkan seluruh ingatan tersebut di tubuh yang telah terkubur oleh tanah serta api. Mendapatkan kehidupan kedua seperti Wei Wuxian membuatnya membuka mata kembali pada kesempatan dihadapan.
Ia bisa berdampingan bersama orang yang dicintainya tanpa memikul beban berat di pundak, menyaksikan keturunan terakhir Wen—Wen Yuan yang sekarang jadi Lan Sizhui—menjalani hidup damai meski memakai nama Lan, serta melihat dunia lebih jelas tanpa memendam kesumat. Meski dengan menjadi wanita, namun ia tahu keadaannya seperti apa.
Semuanya telah berubah.
Yang jelas, dirinya akan menikmati hidup kedua dengan sepenuh hati.
Pintu ruangan terbuka, menampakkan seorang pria di usia kepala lima yang masuk membawakan nampan berisikan dua gelas teh dan tekonya beserta sepiring cemilan kue beras yang manis.
Lan Ruhi menoleh dan memberikan wajah cemberut padanya. “A-Ren, kau lama sekali!”
“Maaf. Tadi ada murid yang bertanya mengenai teknik meditasi.”
Lan Qiren mendudukkan dirinya sendiri di sebelah Lan Ruhi dan menata meja teh yang menjadi tempat mereka bersantai di ruangan pribadi tersebut. Sesuai tradisi setelah menikah, Lan Ruhi pindah kamar dan menghuni kamar pribadi sang Lan kedua senior untuk menemaninya sebagai pasangan yang baik.
“Ini. Kau mau teh putih, bukan?”
Senyumnya mengembang dan menerima serahan Lan Qiren. “Terima kasih, sayang~” Setelah mencium aroma daun teh putih, langsung saja diseruput pelan dan menghela nafas senang.
“Ahh! Memang mantap jika disajikan dengan kue beras manis. Tukang masak kalian harus menambahkan variasi untuk makanan anak-anak padepokan.” komentar Lan Ruhi dan menyomot sepotong kue untuk dikunyah.
Lan Qiren yang menyeruput teh dalam diam hanya bisa memperhatikan, membiarkannya saja. Biarkan pasangannya ini menikmati dulu, baru bicara lagi.
Sejenak, Lan Ruhi menelan kunyahan dan menoleh padanya. “Oh, iya! Kemarin aku bertemu dengan keponakanmu yang pertama sebelum pergi.”
Mendengar itu, Lan Qiren melirik padanya sembari habis menyeruput.
“Maksudmu Xichen?”
“Dia seperti tak sabaran dan gelisah, entah mengapa. Ini bukan kali pertamanya dia menjadi wakil Pertemuan Aliansi Sekte, bukan?”
“Hmm…”
Sang pria menaruh cangkir teh dan berpikir sejenak, menatap cairan yang belum habis.
Lan Ruhi memangku dagu di meja selagi memperhatikan sang suami yang tenggelam dalam pemikiran. “Insiden di wilayah perbatasan, ekspedisi pembasmian, dan sekarang Pertemuan Aliansi Sekte. Cukup banyak yang terjadi di rentang waktu beberapa musim belakangan ini, dan keponakanmulah yang mengurusi semuanya.”
Masih berpikir dan berdebat sendiri dalam hati, Lan Qiren mencoba mencari apa yang salah di perkataannya tapi nihil. Kepalanya tak menemukan alasan apa pun untuk membuat Lan Xichen gugup.
“Kurasa dia tak apa-apa. Mungkin pikiranmu saja.”
Mendengar itu, Lan Ruhi mendengus pelan sembari memegang cangkir teh yang hangat.
“Iya, terserahmu saja, A-Ren.” Mungkin hanya pemikirannya saja yang asal, atau memang ada yang terjadi dan Lan Xichen tak mau membagikan cerita pada suaminya tersebut.
Dia menoleh dan menatapnya, menyipit perlahan. “Memangnya bagaimana kau tahu kalau Xichen bertindak begitu?”
Lan Ruhi hampir tertawa di helaannya, sebelum membalas malas.
“Aku sudah bertahun-tahun mengamati kalian, para klan Lan. Muka ponakanmu itu benar-benar mudah terbaca, mengingatkanku pada mendiang kakakmu.”
Seperti dirinya yang dulu mengamati Lan Qiren dari kejauhan. Segalanya ia hafal. Dari raut dahi, bibir yang terbuka, serta kerutan wajah yang menandakan usia.
Lan Qiren menyipit pada sang wanita bermata tajam tersebut.
“Jangan bicara omong kosong. Lagipula jika Xichen ada masalah, pasti dia akan menceritakannya padaku.”
“Untuk sekedar laporan, memang benar. Tapi kalau soal keluh kesahnya sendiri?”
Seketika mulut lelaki Lan tersebut terdiam membisu.
“Ingatlah soal kasus Lan Wangji yang waktu itu kau ceritakan kepadaku. Pikirkan lagi, A-Ren.”
Perkataan sang istri membuatnya lompat ke ingatan dimana Lan Wangji mendeklarasikan untuk bersama dengan Wei Wuxian, yang membuat dunia kultivasi terguncang dan kaget seperti gempa dahsyat dari gunung purba.
Bahkan sebagai senior dan paman kandung, dia baru sedikit bisa memahami Lan kedua junior tersebut setelah dijelaskan secara empat mata mengapa sampai berbuat demikian.
Rasa penyesalan, rasa amarah pada dunia, keadaan masa kelam peperangan, ingatan penuh kesepian, serta rasa rumit mendalam membuat seorang Han Guang-jun rela mengorbankan diri demi sang kriminal, Yiling Laozu.
Lelaki yang dicintainya seumur hidup—bahkan sampai kehidupan selanjutnya pun pasti akan dicarinya hanya demi untuk bersatu lagi.
Yang membuatnya melepaskan pita dahi sakral untuk dikaitkan pada ujung genggaman belahan jiwa.
Yang membuat dunia putihnya menjadi berwarna seketika bagai pelangi setelah hujan.
Yang memberikan pupuk kasih dalam menumbuhkan tunas bernama kebahagiaan.
Yang menuangkan bara perapian tatkala membuai hangatnya diri, walau terbiar menggigil di palung hati.
Di samping beberapa aspek luar selain konflik kultivasi, Lan Wangji mencintai Wei Wuxian dengan sepenuh hati.
Semua ia lakukan karena cinta.
Tiap seorang Lan jatuh cinta, selalu ada halangan yang mengitari masalah dalam mencintai pujaan hati.
Tak terkecuali Lan Wangji.
Kutukan Lan yang tersohor terikat pada Lan kedua, kemudian menuntunnya pada penghalang hingga mencapai akhir bahagia bersama dengan orang yang diidamkan.
Tak terkecuali dengan Lan Qiren pula.
Yang separuh hidupnya dijalani dalam kesendirian tanpa rasa cinta pasangan—sebelum Wen Ruohan kembali menjadi Lan Ruhi untuk menemaninya kembali.
Dengan perlahan, wanita Lan tersebut mengunyah sambil menyeletuk. “Kau tahu,” lalu menelan setelahnya, “Lan Wangji mengingatkanku padamu saat masih muda.”
“Kunyah dulu baru bicara.”
“Sudah telat.” Lan Ruhi memeletkan lidah, membuat sang suami menghela nafas saja dan mendengarkan lagi.
Tangannya yang putih dan lentik mengambil sepotong kue beras manis dan tatap menerawang.
“Ketat akan peraturan, kaku dalam bersikap, tidak fleksibel dan dikagumi orang-orang. Rasanya seperti bukan manusia saja.”
“Dan kau mengingatkanku pada Wei Wuxian.”
“Hoo?~ Benarkah?”
Lan Ruhi melirik padanya, memangku dagu sembari pria itu memegang cangkir teh. Baru kali ini ia mendengarkan pendapat soalnya dibanding-bandingkan dengan lelaki penganut ilmu hitam tersebut.
“Terlalu santai, bertindak tanpa berpikir dahulu, selalu berbicara keras dan berisik. Melanggar peraturan sebanyak mungkin.” Dan lebih sadis, sambungnya dalam hati.
Kalau dipikir lagi, aura jiwa Wen Ruohan cukup sama dengan Wei Wuxian. Hanya saja, yang senior lebih nekatan dan tak takut akan metode brutal.
Sejenak, Lan Ruhi cengo lalu mengeluarkan kekehan lalu ledakan tawaan yang tidak feminim sama sekali. Bagaikan terbahak-bahak untuk beberapa saat dan menertawakan suaminya tersebut.
Lan Qiren menyipit kesal padanya yang malah menertawakan, seperti tidak hormat.
“Apa?”
Yang bersangkutan menghapus air mata yang keluar karena puas tertawa. “Ahahaha… Maaf, maaf. Tapi aku merasa kalau ini benar-benar lucu!”
Lan Qiren tak merasa begitu, terima kasih untuk tertawaannya. Mata makin menyipit meminta penjelasan dalam diam.
Melihat itu, sang wanita menepuk pundaknya santai, menenangkannya.
“Maaf, aku hanya bercanda, hehe…”
Lan Ruhi melepaskan dari sisinya dan melambai singkat di udara sembari menyender perlahan pada meja, menatap langit-langit kamar.
“Pikirkan saja. Dua orang dengan kepribadian yang bertolak belakang, namun bisa bersatu.”
Lan Ruhi mengalihkan pandangannya yang lembut namun dingin, nadanya agak lirih. “Rasanya seperti bukan kebetulan belaka, kalau terasa sekali kau melihatnya dengan lensa kembali ke masa muda, bukan, A-Ren?”
Ironi yang miris.
Justru bukan nostalgia yang bagus, namun ironi yang berkepanjangan pula berlaku pada keponakannya.
Lan Qiren hanya menunduk dan mendengus pelan, menyeruput teh hijau tanpa kata.
Benci untuk ia akui, namun memang benar.
Kisah Wei Wuxian dan Lan Wangji hampir sama seperti kisahnya dan Wen Ruohan.
Hanya saja dengan akhir cerita yang berbeda.
Memperhatikan sang suami dengan penuh perhatian, Lan Ruhi hanya menampakkan senyuman tipis di bibir ranumnya dan mengunyah kembali kue beras yang mendingin lalu mendongak ke jendela samping.
“Anginnya kencang juga, ya…”
Mendengar itu, Lan Qiren menoleh ke arah yang sama dengannya selagi mengelus dagu yang mulai tumbuh janggut. “Sebentar lagi musim gugur. Wajar kalau kencang.”
“Bagaimana dengan kelas para murid?”
“Masih berjalan seperti biasanya. Hanya saja aku sudah menyelesaikan urusan Xichen di sini, jadi Lan Wangji pergi mengabari kakaknya untuk libur sehari lagi.”
Lan Ruhi menatapnya agak heran. “Tumben. Memangnya kenapa libur? Bukannya kalian sibuk?”
“Dia pantas mendapatkannya, makanya kuberi Xichen libur karena sudah bekerja keras.”
“Heee…”
Lan Qiren menyeruput habis cairan hangat di cangkir dan meminta kuenya. Tapi bukannya diambilkan, istrinya itu mengambil sepotong dan menyelipkannya diantara bibir.
Melihat itu, matanya melotot kaget dan menatap tajam.
“Ruohan, berikan padaku.”
“Namaku sekarang Ruhi, bodoh. Yang benar saja, kau ini.”
Tapi meski begitu, Lan Ruhi menyeringai sembari memegang sepotong tersebut dengan tangan. Ia langsung jauhkan ketika suaminya hendak mengambil.
“Katanya kau minta kuenya, bukan? Akan kuberikan, tapi dengan satu syarat.” Bibirnya mengaitkan sepotong kue tersebut dan mendongak, mendekat padanya.
“Cium aku?”
Lan Qiren menahan diri agar tidak menggetok kepala wanita di hadapannya sekarang.
Sabar, Qiren. Sabar. Dia istrimu. Tidak boleh main kasar.
Tapi tetap saja jiwa di depannya sekarang adalah Wen Ruohan.
Ugh, menyebalkan!
Bisa-bisa Lan Qiren makin botak.
Ingatkan dia lagi mengapa bisa melamar dan masih mau menikahinya.
Melihat sang pria yang diam saja, Lan Ruhi mengerjapkan mata bingung dan mencoba memanggilnya.
“Qire—Mmph!..”
Tak ayal, sahutannya langsung dibungkam oleh Lan Qiren dengan ciuman yang dalam. Rasanya sesak namun terasa manis dikarenakan potongan kue beras yang melebur di dalam mulut. Decapan dan raupan makin menjalar selagi keduanya mencoba bertahan di pergulatan lidah yang mulai lelah. Badan Lan Ruhi makin mencoba melawan, membuat posisi mereka berdua jatuh. Ia menindih diatas badan Lan Qiren yang memegang pinggang mungilnya, bahkan menikmati kecupan tersebut.
Karena merasa aneh, Lan Ruhi mendorong dada lelaki Lan dan waktunya cukup tepat untuk melepaskan senggama bibir mereka berdua. Ia terengah pelan selagi melihat Lan Qiren berhasil merebut potongan kue yang tinggal sedikit dan memakannya. Kedua wajah mereka memerah padam.
“Baru kali ini kau kalah ciuman.” sahut senior Lan kedua, disambut oleh protes wanita yang berada di dadanya.
“Sudah berapa lama aku tak melakukan ini, hei. Mengertilah sedikit!”
“Benarkah? Kalau begitu,”
Sontak saja, Lan Ruhi terkejut kalau posisinya terbalik. Sekarang Lan Qiren berada diatasnya!
Seumur-umur, baru kali ini melihat kalau Lan Qiren makin bold dalam melaksanakan perhatian pasangan. Bukannya ia benci akan hal itu, tapi kadang rindu saja untuk mendominasi suami Lan miliknya yang manis.
“Kita tes apakah kemampuanmu masih sama seperti yang dulu.”
Tangan putih Lan Ruhi mengelus pipinya, terkekeh. “Hoo… Lan Er Gege yang pemalu dan kaku sekarang sudah mulai berani, ya?~”
“Siapa dulu yang mengajari.” balasnya santai.
Keduanya terkekeh dan Lan Ruhi dibawa olehnya untuk bangun, digendong bagaikan seorang putri dalam dekapan.
Lan Qiren menyeletuk saat perlahan menggendong. “Kalau tak salah, kau tertidur setelah satu kali pada malam pertama kita.”
“Aku belum terbiasa melakukannya kalau jadi wanita. Sekarang aku tahu bagaimana perasaanmu waktu kugagahi dulu di air terjun.”
Dan Lan Qiren bersyukur kalau dia yang menggagahi sekarang, meski ia merindukan dominasi darinya. Tapi tak masalah. Selama Lan Ruhi ingin mendominasi, maka dia akan coba menurut pada sang pasangan.
Lan Qiren membaringkannya di tempat tidur mereka berdua yang hangat dan nyaman.
“Katakan kalau kau ingin ganti peran.”
Lan Ruhi yang mendengar itu pun tertawa dan mengalungkan lengannya, meleleh dalam dekapan.
“Aku akan tahan sebisanya, demi dirimu.”
.
.
.
====================
Heyya. I updated two chapters because I need a week break to do my commissions, so please enjoy the newest parts!
This chapter included RuoRen and the lovey dovey moments after they got married. Ofc the sassy waifu WRH and tired husbando LQR is just cute ❤💙
Anyway, please looking forward to this book's update weekly as usual! Won't promise on the time tho.
The next chapter is the main stage story! Let's see the progress between our Yunmeng and Gusu bois. I hope they still know what the are gonna be doing :))) *winkwink 💙💜
As usual, thanks for the vote and comments. It means alot to me, to improve and practicing my debut novels after finish the loan fics and commissions.
I hope you enjoy this book and keep supporting me!
Adios, amigos!
Regards,
Author
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro