
28 - Local Stroll
Kejadian tadi siang cukup membuat sakit kepala Jiang Cheng kumat lagi.
Hubungan yang dekat antara sahabatnya dengan anjing Wen itu tak terpikirkan di kepala batunya.
Bagaimana bisa?
Bagaimana caranya, sampai mereka jadi dekat?
Bahkan dengan nama lahir!
Walau memang bingung bukan kepalang, namun perasaannya tak memungkiri; kalau Nie Huaisang memang benar-benar memanfaatkan Wen Ning.
Instingnya takkan berbohong, Jiang Cheng ingin sekali percaya bahwa itu tak benar.
Namun keinginan kadang tak seperti apa yang dibayangkan.
Instingnya membuat hatinya tergerak untuk mempercayai jawaban retoris Nie terakhir saat itu.
Kalau Nie Huaisang berperan akan sesuatu yang telah terjadi.
Tapi apa?
Dan sekarang Jiang Cheng harus mengontrol emosinya, karena nanti malam ia dan Lan Xichen akan berkeliling untuk melihat festival lokal Yunmeng Jiang yang merakyat.
"Ah, aku lupa orang itu di mana." Jiang Cheng yang selesai menenangkan diri di ruangan pribadinya dan mencari dimana Lan Xichen berada.
"Dimana dia...?" gumamnya sembari berjalan di koridor dekat kolam teratai.
Sementara itu, yang dicari sedang berada di suatu balai besar untuk duduk-duduk di bagian utara Lotus Pier. Pria tersebut sedang menikmati tenangnya perairan di cerahnya sesaat sebelum hari senja. Matanya tertutup, seperti sedang meditasi menenangkan diri diantara suara alam yang berkecimpung di sekitar.
Angin yang berdesir pelan menyapa helai demi helai rambut panjang lurusnya, yang tak luput pula mengelus halus wajah yang bagaikan giok sempurna. Pemandangan silau itu memang cerminan yang diharapkan dari Duo Giok Lan.
Ketika Jiang Cheng menemukannya, dirinya menatap sang pemimpin Lan dari kejauhan. Ia sedikit terdiam menatap dengan kebungkaman hakiki. Sambil berpikir akan segala yang terjadi beberapa waktu yang lalu, pikirannya merambat ke sana lagi. Sudah banyak peristiwa yang tak terduga dan pria itu selalu terlibat di urusannya. Meski begitu pria tersebut juga tak tahu kenapa, ada perasaan aneh padanya.
Jiang Cheng merasakan perasaan sungkan untuk mendekat namun enggan menjauh dari Lan Xichen.
Entahlah apa itu, dirinya tak paham.
Kekaguman? Rasa hormat? Ia juga tak mengerti akan jalan pikiran dan kepala lelaki tersebut. Sebagai salah satu korban saat peristiwa besar yang menyangkut saudara sesumpahnya, keputus asaan bisa dirasakan meski berbeda konteks pada diri Jiang Cheng. Dan sekarang, mereka tumbuh untuk menegakkan kembali klan dan harga diri di mata masyarakat.
Ah, apa yang dipikirkannya? Jiang Cheng tak boleh membandingkan dirinya. Tidak. Itu tidak etis. Karena setiap orang mempunyai jalan tempuhnya masing-masing.
Menggeleng pelan, Jiang Cheng merapikan diri dan menghampirinya, "Zewu-jun."
Suara tak asing menembus telinga. Lan Xichen menoleh pada asal suara, tersenyum begitu mendapati orang yang memanggilnya—yang tak lain adalah pemilik rumah yang ia injaki saat ini, Jiang Cheng.
"Bagaimana keadaan Anda, sudah merasa tenang, Jiang-Zhongzhu?" Pertanyaannya disambut anggukan singkat, memperhatikan Lan Xichen yang mendekatinya.
"Saya sudah siap. Kita bisa ke pasar, Zewu-jun."
"Begitukah... Anda tidak ingin makan lagi? Saya tidak ingin Anda kelelahan nanti."
Entah sejak kapan Lan Xichen memperlakukan Jiang Cheng seperti kaca. Mungkin karena dia menyaksikan sendiri lelaki itu tumbang dengan tidak elit dengan mata kepalanya sendiri kemarin?
"Tidak perlu. Mari, kita akan pergi sekarang." Jiang Cheng berkata begitu sambil kembali berjalan terlebih dahulu.
"Baiklah kalau begitu, Jiang-Zhongzhu. Mari."
Selagi mereka mulai berjalan, Jiang Cheng berpikir sejenak. Ia tahu kalau beberapa insiden memalukan tersebut membuatnya sedikit canggung dan lebih pendiam pada pemimpin sekte Gusu Lan tersebut, namun demi kelangsungan sekte maka mereka harus bertatap muka dan berinteraksi.
Demi rakyat dan demi sekte. Itulah yang dipikirkan Jiang Cheng, hanya tahu kalau tak ada cara lain selain bertatap muka dan memakai tampang seperti biasa.
Dan untungnya Lan Xichen paham dan menghargai segala usaha yang Jiang Cheng lakukan untuk tetap berkomunikasi dengannya.
Yah, walaupun sudah terjadi beberapa kejadian yang mungkin merusak harga dirinya. Dia juga tahu kalau Jiang Cheng adalah pribadi yang menomor satukan harga diri dan kehormatannya lebih dari siapapun. Mungkin, saat ini pun pemimpin sekte Yunmeng Jiang tersebut mengajaknya bicara karena ia menghormati Lan Xichen.
Begitu pun tak masalah. Dia menghargai orang yang seperti itu, kok.
Mereka berdua keluar dari Lotus Pier dengan berjalan untuk menuju desa utama yang terdekat. Hening melanda sembari angin menertawakan keduanya karena canggung.
Karena memang tak tahan untuk diam, Lan Xichen menyeletuk, "Kudapan siang dengan sup Yunmeng Jiang memang sedap, Jiang-Zhongzhu."
Mendengar itu, Jiang Cheng menanggapi seadanya. "Anda sepertinya mulai suka akan makanan andalan kami."
Bibirnya tersenyum tipis walau ada nada bangga di bicaranya.
Lan Xichen yang peka akan nada bangga Jiang Cheng pun menaikkan alis, namun memutuskan untuk membuatnya lebih bangga lagi. "Ya, saya sangat menyukainya."
Kalau Lan pertama tersebut sampai melupakan tata krama dalam aturan makan, artinya dia benar-benar terlarut pada makanan yang disantap.
"Sepertinya saya akan sangat rindu dengan sup ini sekembalinya saya ke Gusu."
Jiang Cheng terdiam sejenak. Memang senang kalau banyak yang menyukai sup akar teratai racikan khas daerahnya, itu wajar saja. Rasa bangga karena makanan andalan Yunmeng tersebut membuatnya sedikit terlempar ke masa lalu.
Memori tentang masakan tersebut sendiri.
Matanya menarawang ke depan, berjalan santai. "Begitukah, baguslah kalau begitu."
Ada sedikit nada sendu ketika mengucapkannya. Memori sang mendiang kakak perempuan yang menciptakan resep yang akan selalu ia makan seumur hidupnya.
Telinganya mendengar nada yang sedikit berbeda dari sang Sandu Shengshou.
Apakah ada sesuatu di balik hidangan tersebut?
Lan Xichen tak begitu paham tapi dirinya akan membiarkan waktu yang memberitahu. Jika memang Jiang Cheng mempercayainya sebagai rekan, maka harusnya tak susah untuk mengutarakan pikiran yang menganggu. Namun tentu butuh waktu yang tak singkat dalam mendapatkan kepingan sentimen seperti itu.
Tersadar dalam batin, Lan Xichen memergoki dirinya yang mulai memikirkan pemimpin sekte Jiang lagi.
Sepertinya dia memang butuh banyak meditasi sepulangnya dari Lotus Pier. Ada yang aneh dalam dirinya.
Akhirnya kedua pemimpin tersebut telah tiba di pusat jantung wilayah; pasar terdekat dari Yunmeng. Segalanya mulai meriah, dimana dekorasi untuk festival lokal sudah tersusun memajang di sekitar sudut kota kecil. Nuansa ungu, bendera symbol sekte, dan bunga-bunga teratai terasa memenuhi dan memanjakan mata.
Jiang Cheng melihat sekitar untuk mengobservasi Pasar Tradisional Yunmeng.
Banyak orang berlalu lalang untuk membeli keperluan serta kebutuhan. Pembeli menawar dan penjual menjualkan dagangannya dengan harga yang murah. Pemandangan yang lumrah jika berkunjung ke area tersebut. Rupanya masyarakat juga sangat serentak dalam merayakan festival. Berbeda dengan wilayah Gusu, dikarenakan jarang sekali mengadakan yang namanya festival atau hal semacamnya.
Anak-anak kecil berlari mengitari warung yang berisi banyak mainan saat Lan Xichen melewati area tersebut. Hal itu membuatnya tersenyum melihat kegembiraan yang terpancar. Jarang-jarang ia melihat anak kecil di sekitar Cloud Recesses.
Saat Jiang Cheng tengah melihat sekitar, dia melirik Lan Xichen tengah menatap rentetan hiasan kepala yang dijajakan.
"Oh, indah sekali. Anda ingin membelinya, Zewu-jun?"
Lan Xichen sempat termenung begitu melihat beberapa topi unik yang terpajang di atas meja dagangan. Ia teringat seseorang.
Karena terdiam agak lama, dia menjawab saja, "Ah, ya. Mungkin saya akan beli satu." Bibirnya memberikan senyum yang biasanya pada Jiang Cheng.
Jiang Cheng menyadari kalau dia tengah melamun. Entah apa yang dipikirkan, ia pun tak tahu.
Lalu, jemarinya menyentuh beberapa hiasan seperti jepit kecil berbentuk bunga teratai kemudian mengambilnya perlahan, menelisik lebih jauh lagi. Bahannya tidak begitu tajam dan pasti nyaman jika dipakai. Lan Xichen mengeluarkan uangnya lalu membayar hiasan yang sudah dipilih.
Jiang Cheng bingung, kenapa Lan pertama tersebut membeli jepit tersebut. Mungkinkah untuk oleh-oleh sekembalinya dari sini? Mungkin saja. Pikirannya masih positif saja menyimpulkan yang dilihat.
"Anda membeli untuk hiasan sendirikah?"
Begitu selesai membayar, barulah sang Lan pertama menjawab, "Tidak."
Senyumannya bersimpul. Hanya terkekeh ria sebagai tambahan, tampak senang karena sudah membeli salah satu souvenir Yunmeng.
Lan Xichen menyimpan jepit tersebut di saku bajunya lalu kembali mengajak Jiang Cheng menyusuri ramainya festival pasar.
Suasana tampak sangat ramah dan meriah. Beberapa pedagang bunga teratai ungu juga menjajakan tanaman jualannya. Kota pelabuhan tersebut cukup berisik karena perahu berlalu lalang di pasar darat maupun sungai.
"Disini tempat utama festivalnya."
Jiang Cheng menunjukkan pemandangan dimana persiapan panggung festival diadakan. Nuansa ungu dan krim pastel mengena di setiap nuansa dekorasi.
Bukan pertama kalinya Lan Xichen menghadiri festival seperti ini. Sebenarnya dia juga pernah hadir dalam festival besar yang ada di Lanling dan Qinghe. Namun di Yunmeng, Lan Xichen merasakan aura yang berbeda.
Yunmeng memiliki ciri khas saling bergotong royong dan memegang teguh solidaritas. Masyarakatnya selalu bersama-sama tanpa kenal politik kotor para penjabat. Jiang Cheng sudah melakukan yang terbaik untuk membangun kembali Yunmeng, bahkan menjadikannya lebih berjaya dari sebelumnya.
"Acara ini untuk merayakan hasil panen dan sukacita peralihan musim panas ke musim gugur."
"Sekiranya kapan puncak festivalnya dilaksanakan?" tanyanya, melihat ke persiapan yang dilakukan para penduduk.
"Besok malam. Malam ini hanya ada kembang api sampai besok. Nanti puncaknya akan diadakan drama teater lokal dan pertunjukan sebagai hiburan pesta rakyat." Jiang Cheng menjelaskan agenda perayaan yang dilakukan.
"Begitu, ya..." Lan XiChen sejenak terlihat murung karena dia sudah harus kembali ke Gusu besok.
Artinya, Lan Xichen tidak bisa menghadiri puncak acaranya.
Tapi, dia kembali tersenyum seperti biasa. Meski hanya melihat kembang api juga tak apa, mungkin saja bisa sempat.
"Jiang-Zhongzhu pasti sangat senang dengan masyarakatnya yang begitu kompak." komentarnya sambil menatap Jiang Cheng.
Jiang Cheng yang sepertinya menikmati perubahan suasana aura dan reaksi dari pemimpin sekte Lan tersebut agak cukup menghibur hatinya. Senyumannya benar-benar memancarkan sandi dan aura yang berbeda. Kadang, Jiang Cheng sedikit paham bagaimana gayanya jika bereaksi.
"Bisa dilihat di dermaga dan di taman rumah, Zewu-jun. Kembang api disini terkenal paling besar jadi pasti bisa dilihat sambil minum arak." Jiang Cheng mencoba menghibur dengan kata-kata, meski bukan kemampuan terbaiknya.
Mendengar itu, Lan Xichen mengedipkan matanya beberapa kali sebelum terkekeh.
"Jiang-Zhongzhu pandai membuat semangat naik, ya." Dia tahu persis apa maksud dari kata-kata Jiang Cheng tadi. Mungkin dirinya sempat dilihat murung, makanya begitu?
Jiang Cheng sedikit tersadar dan mencoba membela diri, mukanya sekilas memerah karena kaget dan salah tingkah. "S-Saya hanya bilang tambahan informasi saja, jikalau Anda lupa!"
Sejenak, batin Lan Xichen membaik meski hanya dengan perkataan yang payah seperti itu. Kedua netranya tak lepas dari Jiang Cheng meskipun banyak orang yang berlalu lalang di dekat mereka. Bagaikan blur dan hanya ada mereka berdua saja di sana.
Lan Xichen tersenyum lembut menatap pria serba ungu di hadapannya saat ini. "Kalau begitu, mohon bantuannya hari ini."
Jiang Cheng juga mengalihkan pandangan, agak terpaku sejenak kala menatapnya balik.
"...Iya."
Untuk pertama kalinya dirasakan Jiang Cheng, dirinya tak sabar untuk minum bersama Lan Xichen nanti malam.
.
.
.
====================
Heyya~ Its me. So sorry for the delay :")))
I was so busy of released the stress and tried to do many fic loans so yeah forgive me. I will update weekly after this along with doing my commission slots.
What do you think is gonna happen between Lan Xichen and Jiang Cheng on the next chapter? Let me know what you curious about and be brutally honest.
As usual, thank you so much for the views, votes, and leave the comments so I can know whats on your thoughts about my fanfiction and I can improve to be a better writer.
See you guys next time!~ Adios~
regards,
Author
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro