Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

27 - Sect Alliance Conference

Pada keesokkan harinya, rapat dimulai di pagi hingga siang hari.

Keadaan pemimpin sekte Yunmeng Jiang sebagai tuan rumah sudah mulai membaik dan terlihat segar bugar. Pria tersebut memimpin rapat dengan tegas dan membahas beberapa urusan yang global. Dari topik kesejahteraan, perdagangan seperti impor ekspor, sembako layaknya sandang pangan, bahkan hal sepele yang bisa dikeluhkan demi keamanan pertahanan untuk rakyat sipil. Dengan para pemimpin sekte lainnya dan Ketua Kultivator, ia meminta pendapat dari para pemimpin dengan opini masing-masing.

Pertemuan Aliansi berlangsung cukup lancar. Bahkan, hampir tak ada yang menyela sama sekali. Tidak seperti yang kemarin-kemarin, dimana pasti akan ada kekacauan dan perkelahian jika ada dua belah pihak yang sama-sama tidak sepakat. Sepertinya kebanyakan dari mereka sudah dalam keadaan prima dan tidak dalam suasana hati yang buruk, maka dari itulah Jiang Cheng bersyukur kalau dirinya tak perlu menyediakan lapangan tempur jika ada yang berkelahi.

Di sisi lain, Lan Xichen tampak tenang seperti biasa. Bahkan dalam rapat pertemuan pun dia mendengarkan dengan baik, sangat menaruh perhatian pada siapa saja yang memberikan pendapat masing-masing. Acara bulanan tersebut sekaligus menjadi pembelajaran baginya untuk mengenali bagaimana watak dan strategi seseorang. Agar nanti jika mereka berselisih, pria Gusu Lan tersebut bisa menghindari konflik dengan musyawarah yang termodifikasi.

Mungkin jika orang awam melihat caranya pasti menyangka itu cara yang licik. Memang. Terima kasih pada pengalamannya selama ini, Lan Xichen bisa bermain dengan bersih tanpa ada yang mengetahui secara gamblang.

Politik memanglah topik berbobot berat untuk beberapa orang yang tak menyukainya, namun dengan alat itulah maka bawahan dan sekte yang dinaungi bisa dengan mudah dipantau dan disejahterakan.

Setelah beberapa jam, akhirnya rapat usai dan keputusan telah diambil, hampir semua pemimpin sekte langsung bergegas untuk pulang ke daerah kepemimpinannya.

Kecuali Lan Xichen yang memang dijanjikan diajak berkeliling oleh Jiang Cheng, dan seorang tamu tak diundang yang hendak menetap lebih lama lagi.

Sang Ketua Kultivator dari sekte wilayah Qinghe—Nie Huaisang.

Jika kita kilas balikkan semalam, Jiang Cheng sudah membuat janji dengan Lan Xichen untuk melihat persiapan pesta rakyat Yunmeng.

Lalu, untuk apa Nie Huaisang berada di sana juga?

Kalian bertanya pada sang penulis fakfiksi ini? Percuma saja. Dia pun tak paham kerja otak anak ini.

Bahkan ketika ditanya oleh tuan rumah, Nie terakhir tersebut hanya menyunggingkan kekehan renyah sambil mengipasi diri.

"Jika Zewu-jun bisa bersantai sebelum pulang, maka mengapa saya tidak bisa juga?"

Para anak buah Yunmeng Jiang yang berjaga di sekitar pun mundur dari ketiganya. Mereka menjauh karena menyadari aura dua orang terhormat di hadapan tuan rumah mereka sekarang jadi lebih gelap daripada biasanya.

Keduanya tersenyum manis saat saling berhadapan, namun suasana gelap menyelimuti aura keduanya seperti hendak berkelahi saat itu juga.

Lan Xichen tidak mengerti mengapa dia terus saja merusak memon kebersamaannya jika ada kesempatan bersama Jiang Cheng. Semenjak peristiwa berdarah dan perang dingin dengan pemimpin sekte Jiang, sekarang Lan Xichen jadi sedikit waspada dan tidak terlalu percaya lagi pada Nie Huaisang. Memang benar bahwa dia masih menghormatinya dengan jabatan, namun hal itu tak mempengaruhinya untuk melepaskan pengawasan jika suatu saat terjadi hal yang tidak beres dan aneh. Dia tidak mau memasang kecurigaan yang tak berarti.

Sementara keduanya begitu, para anak buah memperhatikan kalau pemimpin sekte mereka sama sekali tidak terganggu atau pun peka terhadap keduanya yang begitu aktif berjalan di belakangnya.

Oh, Dewa, kuatkan hati ketua Jiang yang tidak peka untuk tidak menghitam.

Para pelayan dan pengawal berdo'a serentak demikian dalam hati.

Malahan, Jiang Cheng tak mempermasalahkannya sama sekali. Justru ia merasa kalau itu membuat suasana semakin ramai, sehingga mengajak keduanya untuk makan siang sebelum melepas Nie Huaisang pergi. Sejak tadi pagi, ia menyuruh koki rumah untuk memasakkan sup iga akar teratai sebagai menu makan siang mereka bertiga beserta lauk pauk pendamping lain.

Begitu mereka sampai di ruang makan utama, aroma dari primadona meja telah menyambut ketiga orang penting untuk segera melepas rasa lapar. Bahkan Lan Xichen terlihat berseri saat mendapati kudapan yang sudah resmi masuk ke dalam daftar favoritnya telah siap.

Semangkuk sedang sup iga akar teratai beserta makanan pendmaping lain untuk lauk pauk sepanjang mata memandang, menutupi kayu ek yang digunakan untuk bahan dasar meja makan. Pot berisikan teh melati dan cangkir-cangkirnya tak dilupakan sebagai pelepas dahaga dalam jamuan siang kala itu.

Jiang Cheng merasa puas akan kerja keras pelayan-pelayannya sembari mereka bertiga mulai duduk dan bersantap diri.

Suasana sedikit lebih ringan dikarenakan ketiga orang tersebut fokus makan siang dengan tenang.

"Seperti biasa, sup khas Yunmeng memang yang terbaik di sini." puji Nie Huaisang yang menyeruput dengan senang dan santai.

"Kalau sebegitu enaknya untukmu, lebih baik kau habiskan sampai selesai."

Nie terakhir terkekeh dan memakan sesendok nasi berlumerkan sup gurih tersebut.

Tak mau ketinggalan, Lan Xichen yang tengah makan pun juga menyeletuk halus, "Tak bisa dipungkiri, memang sangatlah lezat. Jiang-Zhongzhu beruntung bisa memakan sup seenak ini untuk setiap harinya."

"Setiap daerah ada khasnya tersendiri, tapi saya berterima kasih kalau Anda menikmati makan siangnya, Zewu-jun."

Sejenak, Jiang Cheng memikirkan sesuatu yang terbesit di pikiran.

"Ngomong-ngomong, saya jadi ingat sup khas Gusu Lan waktu masih bersekolah."

Mendengar itu, Nie Huaisang memucat akan pertanyaan sahabatnya. "Maksud Jiang-Xiong, sup bening herbal itu?"

Jiang Cheng mengangguk singkat. "Wilayah pegunungan di Gusu pasti ada makanan autentiknya sendiri, bukan? Apakah ada bahan khusus lain selain rempah, Zewu-jun?"

Yang bersangkutan ikut berpikir, mengelus dagunya dengan telunjuk.

"Sepertinya mungkin lebih ke obat-obatan herbal. Rempah yang digunakan juga diseleksi jika ingin membuat yang khusus seperti pada acara tertentu. Dengan bahan herbal serta sayur mayur yang menyehatkan, sup dan bubur kami biasanya menjadi andalan untuk pengobatan meski bisa dijadikan makanan sehari-hari. Tergantung dengan dosis dan kadar yang ada."

Dari bahan-bahan mayur, buahan, serta rempah herbal yang berkualitas atau pun yang dibudidayakan sedemikian rupa, membuat anggota klan sekte Gusu Lan memiliki kesehatan baik disertai panjang umur.

"Kalau di Qinghe, ada hidangan autentiknya juga, bukan?"

Kepala dari yang termuda di sana langsung mengangguk. "Di Qinghe, biasanya lebih ke arah pengolahan daging. Jiang-Xiong dan Zewu-jun mungkin tahu soal perburuan kijang atau babi hutan di sekitar wilayah kami."

Daerah Qinghe yang kurang lebih seperti tundra cukup terkenal dengan tempat yang cocok untuk berburu binatang liar. Kerbau, babi hutan, kijang, dan kambing gunung menjadi incaran untuk dimakan atau dijual di pasar.

"Sepertinya saya ingat waktu dulu ditunjukkan cara pengasapannya bersama paman saya."

"Teksturnya agak berlemak di lidah tapi ringan saat jadi dendeng."

Jiang Cheng memperhatikan keduanya yang menceritakan bahan-bahan makanan khas tiap klan sambil mengunyah.

Pada umumnya, daging domba yang paling sering diambil untuk bahan makan. Namun untuk masakan autentik, maka yang dipilih adalah daging kerbau. Setelah proses pengasapan, maka akan dibuat menjadi apa pun yang bisa disimpan lama. Dendeng jadi bentuk akhir yang sangat umum di perjual belikan setelah diasapi. Jika ingin membuat hidangan khas, maka harus disimpan untuk persediaan bahan makanan untuk musim dingin. Pada akhir tahun yang dingin, hidangannya akan disajikan di meja makan untuk disantap bersama. Itulah mengapa namanya adalah Daging Kerbau Asap Akhir Tahun.

"Zewu-jun pernah mencobanya waktu berkunjung dekat akhir musim dingin." Nie Huaisang menunjuk pada sang tertua sembari Jiang Cheng menyadarinya.

"Uwah. Benarkah??"

Lan Xichen mengkonfirmasi.

"Aroma tidak berbau tajam, beberapa ada yang digoreng atau dijadikan tumisan bersama sayur dan tomat. Baunya wangi sekali."

"Seperti memakan santapan hangat yang memuaskan dengan banyak orang di hari yang dingin." sambung Nie Huaisang ketika telah memakan habis porsi nasinya.

"Kalau begitu harus mencobanya sesekali jika sempat."

"Ya, Jiang-Xiong bisa datang dan merasakannya sendiri. Tidak boleh menyia-nyiakan makanan yang enak! Wei-Xiong juga pasti suka!"

"Dia mah sukanya yang pedas. Kau tahu lidahnya tidak sepantaran kita. Zewu-jun beruntung bisa mencicipi hidangan Qinghe."

"Itu karena kebetulan. Lagipula, tiap daerah pasti berbeda-beda dalam mengolah nabati dan hewani yang didapat."

Cengkerama ketiganya berakhir dengan saling berbagi resep makanan autentik, itu pun jika ada acara formal atau kumpul-kumpul di waktu luang setelah capek bekerja.

Habis dari jam makan siang, sang tuan rumah mengantar Nie Huaisang ke depan gerbang kompleks kediaman Lotus Pier agar selamat sampai tujuan.

"Tidak perlu repot-repot, Jiang-Xiong. Saya sudah dijemput oleh seseorang."

Mendengar itu, Jiang Cheng mengerutkan dahi dan menoleh ke sekeliling.

Tidak ada orang yang bisa dilihat sebagai anak buah. Zonghui pun tak tampak. Memang semenjak dari datangnya Nie Huaisang, para pengawal dan murid sekte Qinghe Nie pergi secepat mereka datang dan bertarung.

"Memangnya kau dijemput oleh siapa? Aku tak melihat pengawalmu."

"Dia sudah ada di sini, tapi mungkin kau takkan suka padanya."

"Buat apa? Belum juga muncul."

"Yakin?"

Jiang Cheng semakin bingung, mengkerutkan dahinya dan menangguk. Sementara di sampingnya, Lan Xichen hanya diam dengan perasaan penasaran.

Mau apa Nie Huaisang untuk sekarang?

Melihat reaksinya, maka Nie Huaisang berjalan dahulu ke arah depan dalam beberapa langkah. Lalu, tangannya melempar ke arah air di sebelah kanan.

Kedua pemimpin sekte yang melihat langsung bingung dan kaget, mengingat bahwa Nie Huaisang sangat menyukai aksesoris tersebut—tapi sekarang dia malah membuangnya ke dalam air?

Namun, tak ada suara riak air yang menandakan suara jatuhnya sebuah barang, namun sebuah kepala dan badan yang basah pun menaikkan dirinya dari pinggir, menampakkan diri yang seutuhnya.

Tersentak, Jiang Cheng seperti tidak bisa bernapas beberapa sekon sebelum bereaksi. Ternyata Wen Ning berani muncul di hadapan mereka!

Sang Nie terakhir mendekatinya dan menjentikkan jemari, memberikan mantra untuk mengeringkan badan sang mayat hidup berakal dalam sekejap.

"Kenapa bersembunyi di situ? Aku pikir kau ada di perahu."

Wen Ning menunduk dan memberikan kembali kipas yang dibuang tadi—ternyata tak basah sama sekali.

"Saya tak mungkin muncul jika ada kegiatan yang penting, nanti merepotkan Anda sekalian, Tuan Nie."

Jiang Cheng menatap tajam ketika melihat sang Jenderal Hantu yang muncul tanpa pemberitahuan. Meski wilayahnya tak ditamengi oleh ajimat pelindung, tapi hanya melindungi bagian bangunan dan bukan di jembatan pelepasan dermaga—tetap saja, hatinya jadi panas.

Giginya digertakkan akibat kekesalan yang mulai naik, nadanya bergetar. "Apa yang dia lakukan di sini, Nie Huaisang?"

Sudah dia duga. Jiang Cheng masih sinis pada Wen Ning. Makanya Nie Huaisang ingin mayat itu bersembunyi terlebih dahulu hingga keadaan aman.

Nie Huaisang menoleh dan menghela nafas singkat. "Sudah kubilang, bukan, kalau kau takkan suka padanya, Jiang-Xiong."

"Tapi kenapa harus dia yang menjemputmu?! Tempatnya bukanlah di sini—"

Perkatannya terhenti saat memikirkan logika yang didapatnya dalam pikiran saat itu juga.

Tunggu dulu, jangan-jangan...

"Jangan bilang, kau memanfaatkannya...?"

Kebungkaman itu jadi jawaban diantara keduanya. Cukup untuk Jiang Cheng yang menyadari kelakuannya, dan Nie Huaisang yang sengaja menjawab segala pertanyaan dengan retoris.

Hanya senyum tipis sambil membuka kipasnya, dengan menutupi wajah bagian bawah hingga setengah dan memejamkan matanya. "Saya tak tahu apa yang dipikirkan oleh Jiang-Xiong, tapi dia hanya menemani saya di saat luang untuk berkegiatan tanpa Wei-Xiong. Apakah salah?"

"Kau..."

Mata tajam tersebut terbelalak makin lebar untuk melotot marah, badannya hendak melangkah ke depan sebelum ditahan oleh pria serba putih yang mengamati tadi.

"Jiang-Zhongzhu."

"Zewu-jun, lepaskan! Akan kuberi dia pelajaran sekarang juga!"

"Jangan turuti amarah Anda, tolong tenangkan diri dahulu."

Melihat kemarahan kembali membara pada mata pemimpin sekte klan Yunmeng Jiang, Wen Ning agak menciut di dekat belakang badan Nie terakhir tersebut. Hal itu cukup sebagai tanda bahwa mereka tak bisa berlama-lama di sana lagi.

Atau akan ada ledakan energi membasahi dermaga teratai.

"Zewu-jun, Jiang-Xiong, kami berdua permisi dulu,"

Lan Xichen yang mendongak hanya bisa mengangguk agak pelan, memegangi yang bersangkutan karena masih berontak berteriak hendak menyerang.

Nie Huaisang menoleh pada Wen Ning dan menerima dekapannya melanjutkan, "Ayo kita pergi sekarang, A-Ning."

Jiang Cheng melotot makin lebar dan meledak.

"Kau memanggilnya dengan nama lahir?!"

Ini gila! Sahabatnya malah jadi dekat pada si mayat hidup yang dulu membunuh iparnya! Apa-apaan ini?!?

Wen Qionglin mengangguk serta menggendongnya di punggung, sebelum membungkuk pada keduanya dengan gugup dan tancap gas dari sana.

"Nie Huaisang! Kembali, kau sialan!!"

Teriakannya tak diindahkan sama sekali, bahkan keduanya sudah menjauh dari dermaga saat Wen Ning pergi terbang dengan melompat diatas tumbuhan dan atas tudung perahu lain.

Saat itulah, Lan pertama melepaskan pegangannya dari lengan Jiang Cheng. Yang bersangkutan perlahan melemas dan menutup mukanya dengan tangan bercincinkan Zidian. Ia menggerutu dengan kasar, mencoba mengumpat sebanyak-banyaknya di dalam hati.

"Ugh... apa yang sebenarnya terjadi, sih..."

Melihatnya yang begitu frustasi, sang pria Gusu mencoba menenangkannya dengan halus. "Tuan Nie memang begitu, dan tugas Anda memahaminya sebagai seorang sahabat. Pasti suatu saat nanti akan tahu kenapa dia bertindak seperti itu, Jiang-Zhongzhu."

Senyuman kalemnya kembali diperlihatkan kepada Jiang Cheng untuk pelipur lara sejenak.

"Mari kita istirahat dulu saja, setelah itu baru berjalan ke desa, Jiang-Zhongzhu?"

Mendengarkan bujukan dari Lan Xichen yang mulus, Jiang terakhir tersebut menghela nafas lelah dan mengangguk lemah.

Sepertinya kepalanya harus didinginkan dengan segelas teh hijau.

Pada akhirnya, mereka berdua kembali ke Lotus Pier untuk beristirahat sebelum berkeliling ke desa wilayah Yunmeng Jiang dalam persiapan festival pertengahan musim gugur.

.
.
.
====================

Heyya~ Its me. Imma backkkkkk~

Actually, I am very burnout because of nanowrimo but still, I cannot forget about this book for update so I have prepare more chapters (and some developments, iykwim) and double updates.

What do you think is gonna happen to Jiang Cheng, or perhaps other people around him? Let me know what you know about it on comments below.

As usual, thank you so much for the views, votes, and leave the comments so I can know whats on your thoughts about my fanfiction and I can improve to be a better writer.

See you guys next time!~ Adios~

regards,

Author

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro